AMBON, Siwalimanews – Akademisi Fisip Unpatti, Said Lestaluhu me­ngatakan ketika suatu pemerintahan mendapat rapor me­rah dari pemerin­tah pusat, maka sesungguhnya pemerintahan tersebut ku­rang sehat dari segi pelaya­nan yang dila­ku­kan.

Penyebab Pro­vinsi Maluku men­dapat rapor merah dari pemerintah pusat kata Lestaluhu, terletak pada kepemimpinan yang lemah akibat pemerintahan yang terlalu kaku.

“Jadi soal kepemimpinan, guber­nur kelihat­an kurang memberikan arahan dan instruksi kepada OPD, akibatnya OPD lamban untuk mengambil kebijakan,” ungkap Lestaluhu kepada Siwalima, Rabu (21/7) siang.

Menurutnya, salah satu indikator yang disebabkan lembahnya koor­dinasi pimpinan daerah dapat terlibat dari realisasi penyerapan anggaran tidak terwujud.

“Ada kelemahan dari sisi kepe­mimpinan dari kepala daerah dimana kordinasi dan komunikasi yang tidak maksimal sebab kondisi ini mengharuskan OPD untuk meminta arahan dan tidak boleh diam kalau tidak diberikan arahan,” tegasnya.

Baca Juga: Pencairan Insentif Tenaga Kesehatan Mengambang

Lestaluhu menegaskan, Guber­nur seharusnya dapat memberi­kan instruksi kepada OPD agar me­ngambil kebijakan, jangan sampai semua berdiam diri dan waktu berjalan terus tapi anggaran tidak terealisir.

Diakuinya, situasi saat ini masih berada dalam masa pandemi Covid-19 tetapi itu tidak boleh men­jadi alasan untuk tidak memper­hatikan pemerintah terutama da­lam kebijakan publik, karena itu pemerintah dituntut dimasa pan­demi harus ada inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

“Sekarang ini era digitalisasi informasi sudah saatnya melaku­kan inovasi dengan menggunakan teknologi digital untuk melakukan pelayanan publik apabila situasi Covid-19,” ujar Lestaluhu.

Terkait penyerapan anggaran, Lestaluhu beranggapan pemerin­tah daerah terlihat kaku karena me­nunggu perintah padahal jelas dalam APBD maupu APBD sudah jelas dan tinggal dieksekusi.

“Rupanya pimpinan daerah hanya menunggu instruksi padahal da­lam situasi seperti ini membutuh­kan pelayanan yang optimal, ujar­nya.

Selain itu, Lestaluhu juga meng­kritisi DPRD Provinsi Maluku yang dinilai sangat lemah dalam men­jalankan fungsi pemerintahan se­hingga ketika birokasi pemerin­tahan daerah lambat mengambil kebijakan, DPRD kurang mela­kukan kontrol akibatnya, semua pihak berdiam diri.

Dihubungi terpisah, akademis Fisip UKIM, Ongky Samson me­ngatakan seharusnya Pemerintah Provinsi Maluku membenahi diri dengan hadiah dua rapor merah tersebut. “Pemerintah daerah ha­rus berbenah diri,” ungkap Sam­son.

Menurutnya, dari segi kebijakan pemerintah Provinsi Maluku baik gubernur dan pimpinan organisasi perangkat daerah harus meng­ambil kebijakan-kebijakan yang bersentuhan langsung dengan indikator pelayanan yang maksi­mal. Termasuk penyerapan angga­ran yang telah disediakan akan oleh pemerintah pusat agar se­muanya dapat dinikmati oleh masyarakat di Maluku.

Preseden Buruk

Kekesalan Menteri Dalam Ne­geri, Tito Karnavian terhadap Gu­bernur Maluku yang berujung tegu­ran dinilai sebagai suatu preseden yang buruk dalam pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Pro­vinsi Maluku.

Akademisi Ekonomi Unpatti, Erly Lei­wakabessy mengatakan jika pe­merintah Provinsi Maluku ditegur la­ng­sung oleh pemerintah pusat maka hal itu menjadi preseden bu­ruk dalam pengelolaan keuangan daerah. “Kalau pemerintah daerah ditegur oleh pemerintah pusat maka itu satu preseden yang buruk dalam pengelolaan,” ungkap Erly.

Dijelaskan, dari aspek ekonomi fungsi pemerintah untuk mena­ngani masalah sosial di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini sangatlah penting, sehingga seharusnya pemerintah daerah dalam kondisi seperti saat ini harus melakukan semua fungsi de­ngan baik terutama untuk menanggulangi Covid-19.

Namun, jika pemerintah tidak men­jalankan fungsi dengan baik memang harus di pertanyakan se­jauh mana akuntabilitas Peme­rintah dalam pelaksanaan kegiatan itu. Sebab, anggaran telah dise­diakan oleh Pemerintah Pusat dan tinggal digunakan saja, apalagi rakyat saat ini sedang sakit se­hingga Pemerintah Daerah harus menjalankan fungsi dengan baik bukan sebaliknya.

Dirinya tidak mengetahui kendala apa saja yang dihadapi peme­rintah Provinsi Maluku sehingga tidak optimal dalam menyerap ang­garan penanganan Covid-19, tetapi jika memang ada kendala mestinya diselesaikan agar tidak mengorbankan masyarakat.

“Beta seng tahu kendalanya apa, padahal sudah sekian banyak tim yang dibentuk untuk penanggu­langan Covid-19, jadi harus ada koordinasi yang baik,” ujar Erly.

Menurut Elry, seharusnya peme­rintah Provinsi Maluku jika telah di­berikan kewenangan untuk melak­sanakan program penanggu­langan berdasarkan anggaran yang telah disediakan maka me­reka harus serius melakukan itu.“Apalagi, fungsi pemerintahan saat ini sangat diharapkan oleh masyarakat terutama fungsi untuk menjaga masyarakat agar tidak diperhadapkan dengan masalah yang bersifat kemanusiaan.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bis­nis Unpatti ini ini lantas menilai jika pemerintah tidak peka terha­dap persoalan yang dihadapi masyarakat, sebab setiap saat ba­nyak masyarakat yang menderita ditambah setiap hari adanya korban tetapi tidak ditanggulangi dengan baik oleh pemerintah sehingga itu cukup disayangkan.

Karena itu, Elry meminta peme­rintah daerah agar dapat meng­gunakan semua cara dengan ke­bijakan yang baik untuk penang­gulangan ini termasuk dengan optimal menyerap anggaran pena­nganan Covid-19 yang disediakan pemerintah pusat.

Sementara itu, pengamat kebija­kan publik Nataniel Elake menilai pemerintah Provinsi Maluku sangat lemah dalam pengelolaan ke­uangan daerah.

Dalam pengelolaan pemerinta­han Mendagri sebagai top manager dengan salah satu fungsinya dapat melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja pe­merintah daerah.

Terkait dengan hal itu maka kinerja pemerintah daerah Maluku dalam penanganan Covid-19 di­per­tanyakan, sebab alokasi ang­garannya sudah disediakan Peme­rintah pusat dan pelaksana oleh pemerintah daerah tentunya target. Artinya Pemerintah Pusat dalam merancang program itu memiliki desain dalam satu tahun anggaran alokasi anggaran mestinya terse­rap seratus persen di akhir tahun.

“Kalau sampai dengan bulan Juli Mendagri melakukan evaluasi ter­hadap kinerja pemerintah daerah Maluku atas penyerapan anggaran Covid-19 dan ternyata belum diserap sesuai dengan harapan pemerintah pusat, maka kinerja pemerintah Provinsi Maluku dalam pengelolaan anggaran Covid-19 lemah,” tegasnya.

Kelemahan tersebut terletak pada pendekatan management pengelolaan keuangan daerah dimana indikatornya terletak pada penyerapan anggaran yang belum maksimal atau baru 26 persen dan tersisa 74 persen.

Elake menegaskan sebagai mas­yarakat pihaknya sangat kecewa dengan kinerja pemerintah daerah Provinsi Maluku, sebab banyak orang yang terkena covid-19 maupun terdampak covid-19 akibat kebijakan pemerintah untuk membatasi pergerakan masyara­kat baik mikro maupun sebelumnya.

“Terasa tidak efektif yang di­buktikan dengan anggaran yang disediakan pemerintah pusat tidak dapat diserap dengan baik dan optimal. Itu berarti program pe­nanganan menjadi tidak efektif,” cetusnya. (S-50)