Dua Kasus Libatkan Walikota Mengendap di Polisi
AMBON, Siwalimanews – Dua kasus yang diduga melibatkan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengendap di Polresta Ambon. Dua tahun lebih diusut, tak kunjung tuntas.
Kedua kasus yang menyita perhatian publik itu, adalah kasus non job puluhan ASN dan SPPD fiktif tahun 2011.
Anggaran sebesar dua miliar dialokasikan untuk perjalanan dinas di lingkup Pemkot Ambon. Dalam pertanggungjawaban, anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.
Dalam penyelidikan dan penyidikan, sejumlah pejabat telah diperiksa, termasuk Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Sekot AG Latuheru. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga sudah dikirim penyidik ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu.
Hasil audit kerugian negara dari BPK pun sudah dikantongi. Namun anehnya, belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka. Pihak Polresta Ambon selalu beralasan, masih menunggu pemeriksaan BPK untuk mengkonfirmasikan hasil audit itu.
Baca Juga: Polisi Rampungkan Berkas 8 Tersangka Korupsi DD MaltengBegitupun dengan kasus non job ASN Pemkot Ambon yang dilakukan walikota. Diusut sejak awal Juli 2018, dan sudah naik ke tahap penyidikan, namun didiamkan. Ternyata diduga ada kongkalikong, sehingga berkas dan bukti-bukti kasus ini dihilangkan.
Diduga Aipda Mohamad Akipai Lessy yang saat itu menjabat Kepala Unit Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease terlibat dalam penghilangan barang bukti itu.
Berbagai kalangan meminta Polresta Ambon bekerja profesional. Jangan hanya mengusut kasus, kemudian didiamkan.
Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu mengatakan, barang bukti sangatlah penting untuk menentukan ada atau tidaknya perbuatan pidana. Kalau barang bukti kasus non job ASN sengaja dihilangkan, maka patut diduga ada campur tangan dan intervensi dari Pemkot Ambon.
“Kalau sampai barang bukti sengaja dihilangkan patut diduga ada campur tangan dan intervensi,” tegas Pellu, kepada Siwalima, Selasa (20/10).
Dalam kasus non job ASN yang menjadi terlapor, salah satunya adalah walikota. Karena itu, jika ada penghilangan barang bukti, kata Pellu, wajar kalau publik menduga ada intervensi.
Pellu meminta dugaan keterlibatan Aipda Mohamad Akipai Lessy yang telah dilaporkan ke Polda Maluku diusut secara serius. “Bila perlu tidak hanya Kanit, saja tetapi juga atasannya misalnya kasat reskrim juga diperiksa,” tandasnya.
Sementara soal kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon, Pellu mengatakan, Polresta tidak punya alasan mendasar untuk menunda penuntasan kasus ini. Sebab, hasil audit kerugian negara dari BPK sudah dikantongi.
“Kan sudah ada hasil audit yang dikeluarkan lembaga audit, artinya ada perbuatan pidana yang merugikan negara disitu,” ujarnya.
Jika sampai saat ini, penanganan kasusnya jalan tempat, kata Pellu, maka patut dicurigai. Apalagi yang diduga terlibat pejabat Pemkot Ambon.
Menurut Praktisi Hukum, Ronny Sianressy, kalau kasus sudah di tahap penyidikan, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuntaskannya. Apalagi sudah mengantongi audit kerugian negara. “Jangan-jangan masuk angin, masa sudah lama gini kok belum tuntas,” tandasnya.
Dia menduga, ada kekuatan lain yang mempengaruhi, sehingga proses penanganan kasus jalan tempat. “Jadi, kita harus cari tahu siapa yang sebenarnya melakukan intervensi,” ujarnya.
Kata Sianressy, kasus dalam tahap penyidikan mestinya sudah ada calon tersangka. Orang yang diduga melakukan tindak pidana itu. “Kalau beralasan tidak cukup atau kurang bukti, itu berarti tidak perlu kasusnya ditingkatkan ke penyidikan,” tandasnya.
Dia menilai alasan kasus SPPD fiktif belum dituntaskan, karena saksi ahli dari BPK belum diperiksa, tidak masuk akal.
“Maksudnya menunggu pemeriksaan ahli BPK ini untuk kepentingan apa? Untuk membuktikan apa? Kan sudah ada perhitungan kerugian negara,” ujar Sianressy.
Lanjutnya, ahli hanyalah alat bukti yang tidak perlu diikuti oleh hakim. Pasalnya, pendapat ahli hanya berdasarkan kajian teoritis dan bukan alat bukti primer.
“Dia hanya alat bukti tambahan atau sekunder. Jadi tidak terlalu begitu penting,” kata Sianressy.
Sianressy meminta penyidik Polresta Ambon segera menetapkan tersangka dalam kasus SPPD fiktif pemkot. “Jangan sampai hukum itu cuma tajam ke bawah lalu tumpul ke atas, dan hanya berlaku untuk orang-orang yang tidak punya kekuasaan,” tandasnya.
Ditegaskan, kasus korupsi adalah kejahatan luar biasa, sehingga penanganannya harus luar biasa. Maksudnya adalah serius dan tidak main-main.
“Saya tegaskan lagi kalau sudah penyidikan, artinya itu sudah ada calon tersangka. Jadi tidak ada alasan untuk tidak menetapkan tersangka. Sehingga pemeriksaan pada tahap penyidikan hanya sebagai pelengkap untuk memperkuat bukti-bukti itu,” ujar Sianressy.
Soal kasus non job ASN, Sianressy menduga ada intervensi agar kasusnya tidak dilanjutkan.
“Dalam kasus ASN non job, diduga polisi masuk angin bisa saja itu terjadi. Sebab kepentingan apa penyidik atau Kanit Tipikor itu menghilangkan barang bukti kasus ini,” tandasnya.
Apalagi kasus non job ASN berkaitan dengan pejabat Pemkot Ambon, karena yang dilaporkan itu walikota Cs. “Patut diduga ini ada campur tangan atau intervensi pihak-pihak yang merasa dituduh dalam kasus ini,” ujar Sianressy.
Sianressy menduga, Kanit Tipikor Polresta Ambon tidak sendiri dalam penghilangan barang bukti. “Saya pastikan Kanit tidak sendirian. Ini ada melibatkan yang lain, tetapi itu kan kita masih menduga,” tandasnya.
Olehnya itu, dia meminta Kapolda serius menangani kasus ini. Sebab, ini menyangkut wibawa institusi polisi.
“Supaya tidak ada dusta diantara kita, Kapolda harus serius sikapi laporan pelapor dalam hal ini ASN non job itu. Ini soal pertaruhan nama institusi,” tandasnya lagi.
Hal senada disampaikan Pegiat Antikorupsi, Minggus Talabessy. Menurutnya, patut dicurigai ada intervensi dari pihak tertentu sehingga kasus non job ASN dan SPPD fiktif Pemkot Ambon tak dituntaskan. “Mungkin saja ada yang sengaja intervensi, biar kasusnya tidak jalan,” ujarnya.
Dia meminta kedua kasus itu segera dituntaskan Polresta Ambon agar ada kepastian hukum.
“Semua orang sama di mata hukum. Tidak ada yang kebal. Hukum tidak boleh tajam ke bawah, lalu tumpul ke atas,” tandasnya.
Sementara Kapolresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes, Leo Surya Nugraha Simatupang, yang dihubungi, namun enggan merespons pesan WhatsApp. Begitupun dengan Kasat Reskrim AKP Mido J Manik.
Belum Periksa Ahli BPK
Kasat Reskrim, AKP Mido J Manik sebelumnya, mengaku penyidik masih menunggu pemeriksaan ahli dari BPK.
Hampir tujuh bulan, penyidik belum berhasil memeriksa saksi ahli dari BPK pasca menerima hasil audit kerugian negara kasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon tahun 2011.
“Kita masih menunggu dari BPK,” jawab Mido Manik singkat melalui pesan WhatsApp kepada Siwalima, Selasa (22/9) lalu.
Ditanya lagi soal koordinasi dengan BPK, apakah terus dilakukan, mengingat kasusnya sudah lama ditangani, Mido tetap menjawab menunggu pemeriksaan ahli dari BPK, “Kita masih tunggu,” ujarnya lagi.
Eks Kanit Dilaporkan
Aipda Mohamad Akipai Lessy dilaporkan ke Polda Maluku, Senin (19/10). Saat menjabat Kepala Unit Tipikor Satreskrim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, ia diduga menghilangkan barang bukti kasus ASN non job Pemkot Ambon.
Kasus non job puluhan ASN dan pejabat eselon II Pemkot Ambon dilaporkan ke Polres Ambon sejak Juli 2018 lalu oleh Pieter Saimima, Adser Lamba dan H.M Sopacua.
Saimima yang saat itu menjabat Kepala Dinas Perhubungan, Sopacua menjabat Kepala Dinas Pariwisata dan Lamba menjabat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan didepak Walikota Ambon, Richard Louhenapessy sesuai SK Walikota Ambon Nomor 532 tertanggal 29 Desember 2017 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dalam Jabatan PNS di lingkup Pemerintah Kota Ambon.
Selain ketiga pejabat eselon II ini, 44 ASN lain juga turut dicopot oleh walikota.
Pencopotan puluhan ASN di lingkup Pemkot Ambon berujung ke ranah hukum. Walikota dilaporkan ke polisi bersama dua anak buahnya, Sekot A.G Latuheru dan Kepala BKD, Benny Selanno.
Laporan ini disampaikan secara resmi oleh Lois Hendro Waas, selaku kuasa hukum Pieter Saimima Cs kepada Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease saat itu, AKBP Sutrisno Hady Santoso.
Dalam laporan itu, para pelapor memaparkan alasan-alasan sampai mengapa mereka dan 44 ASN lainnya ‘digusur’ dari jabatan pada 29 Desember 2017
Pasca dilaporkan, penyidik Satreskrim gencar melakukan pemeriksaan. Setelah bukti-bukti dikantongi, penanganan kasus berjalan di tempat. Diduga ada main mata oknum polisi yang menangani kasus non job ASN, sehingga kasusnya dipetieskan. Padahal kasusnya sudah dinaikan ke tahap penyidikan.
“Patut diduga ada upaya menghilangkan barang bukti laporan polisi yang dilakukan saudara Kanit, sebagaimana diatur dalam pasal 216 dan 221 KUHP,” kata Hendro Waas, penasehat hukum Piet Saimima, Adser Lamba dan H.M Sopacua, kepada wartawan di Ambon Senin, (19/10). (Cr-2/Cr-1/S-45)
Tinggalkan Balasan