DPRD Pastikan Tindaklanjuti Keluhan Tokoh Agama
AMBON, Siwalimanews – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Amir Rumra memastikan segera me-nindaklanjuti surat keluhan sejumlah tokoh agama yang disampaikan kepada DPRD terhadap kebijakan Penjabat Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat Andi, Chandra As’Aduddin.
Penegasan ini disampaikan Rumra kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (22/9) usai mendapatkan instruksi langsung pimpinan DPRD Provinsi Maluku, guna menindaklanjuti keluhan tokoh agama.
“Memang suratnya sudah disampaikan kepada DPRD Provinsi Maluku soal keluhan tokoh agama, maka kiita akan bahasa bila perlu kita lakukan on the spot di lapangan,” ujar Rumra.
Langkah tegas kata Rumra akan ditempuh oleh Komisi I terhadap persoalan kebijakan yang lakukan oleh Penjabat Bupati SBB dalam rangka menjaga keharmonisan antar umat beragama, yang selama ini telah terbangun di Maluku.
Lagipula, pemerintah pusat secara tegas juga telah mendorong moderasi beragama yang terimplementasi melalui keberadaan tokoh-tokoh agama disetiap daerah.
Baca Juga: Harga BBM di Buru Naik DrastisDiakui Rumra, pihaknya telah mendapatkan informasi bawah penertiban aset tersebut menindaklanjuti temuan BPK RI, tetapi cara yang dilakukan oleh Penjabat yang dinilai tidak tepat sebab hampir di semua kabupaten dan kota di Maluku, pemerintah daerah memberikan fasilitas kepada tokoh agama, tokoh masyarakat maupun tokoh adat.
Kata dia, pemberian mobil operasional kepada tokoh agama tersebut lantaran pemerintah daerah menyadari bahwa tokoh agama sangat membantu upaya pemerintah serta TNI dan Polri dalam meredam potensi konflik ditengah masyarakat.
“Tokoh agama itu garda terdepan dalam membantu pemerintah, TNI dan Polri dalam meredam potensi konflik, maka nantinya kita panggil pemerintah setempat,” tegas Rumra.
Sementara itu, ketua Fraksi PDIP Maluku, Benhur Watubun juga menyayangkan penarikan mobil dinas yang dilakukan oleh Penjabat Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat yang selama ini digunakan oleh tokoh agama.
“Sekalipun atas nama perintah UU untuk menarik pinjam pakai tapi tradisi ini tidak terjadi didaeeah lain misalnya Kota Ambon, Kabupaten Kepulauan Tanimbar maupun Buru yang dipimpin Penjabat,” ucap Watubun.
Watubun menegaskan atas kebijakan ini telah mengakibatkan kegaduhan di Kabupaten Seram Bagian Barat yang dapat berdampak pada ketidakharmonisan, maka DPRD harus merespon secara cepat keluhan yang disampaikan para tokoh agama.
Lapor Bupati
Lagi-lagi kebijakan Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Andri Chandra As’aduddin dikecam para pemimpin umat di Maluku.
Jika sebelumnya, Uskup Diosis Amboina, Mgr Seno Ngutra bersama para pemimpin umat melaporkan ke Mendagri melalui Gubernur Maluku, kali ini kebijakan dan tindakan mantan Kepala BIN Sulteng yang dinilai mencederai toleransi di Maluku, dikeluhkan para pemimpin umat yang terdiri dari, Ketua MUI Maluku, Abdullah Latuapo, Ketua Walubi (Perwakilan Umat Budha Indonesia) Provinsi Maluku, Wilhelmus Jauwerissa dan Kepala Kantor Wilayah Agama Maluku H Yamin.
Mereka melaporkan kelakuan karteker bupati yang tak lazim tersebut ke DPRD Maluku, Selasa (20/9).
Saat mendatangi Baileo Rakyat, Karang Panjang, mereka melaporkan kebijakan dan tindakan As’aduddin yang dinilai intoleransi di Kabupaten Saka Mese Nusa itu.
Kedatangan pemimpin umat itu ditemui langsung Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury serta pimpinan dan anggota Komisi IV yang diketuai Samson Atapary, di ruang Ketua DPRD Maluku.
Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary usai pertemuan tersebut mengungkapkan, para pemimpin umat ini menyampaikan berbagai persoalan yang terkait dengan kebijakan penjabat Bupati SBB yang berpotensi menciptakan ketidakharmonisan umat keagamaan di Kabupaten SBB.
“Mereka menyampaikan berbagai persoalan yang dinilai tidak kondusif terkait dengan kebijakan penjabat Bupati SBB yang berpotensi menciptakan ketidakharmonisan umat keagamaan, kata mereka intoleransi kebijakan yang dilakukan oleh Penjabat Bupati,” ungkap Atapary.
Dikatakan, beberapa hal yang diadukan pimpinan umat beragama, kata Atapary diantaranya, terkait dengan penataan aset yang berhubungan dengan 12 tahun lalu Pemda SBB memberikan pinjam pakai mobil operasional.
Pimpinan umat beragama tidak keberatan jika mobil operasional ditarik oleh pemda dalam kaitan dengan penataan aset, tetapi cara yang dilakukan oleh seorang penjabat bupati sangat tidak etis.
“Misalnya mobil pastor itu mereka ambil lalu dorong lalu beberapa di Ketua Klasis termasuk MUI, memerintahkan Satpol PP menarik tanpa suatu komunikasi dan koordinasi yang baik padahal mereka ini pimpinan lembaga keagamaan,” jelas Atapary.
Menurutnya, mobil operasional tersebut tidak dimintakan oleh tu pemimpin umat beragama tetapi atas inisiatif dari Pemkab SBB dibawah kepemimpinan Bupati Jacobus Putileihalat saat itu.
Bahkan, Ketua MUI dan Wakil Pastor di Kabupaten Seram Bagian Barat yang hendak koordinasi dengan penjabat bupati tetapi tidak dilayani secara baik oleh Penjabat Bupati.
“Mereka tunggu dari pagi sampai malam padahal ini koordinasi untuk kepentingan Pesparani di Tual yang merupakan event resmi, mestinya Penjabat harus paham itu,” tegas Atapary.
Selain itu, Kepala Kantor Wilayah Agama, H Yamin juga mengeluhkan pengelolaan haji yang agak berbeda dengan kabupaten lain, padahal dana hibah dari Pemda ditujukan kepada kantor agama sebagai penyelenggara haji.
Mestinya, dana hibah yang diberikan oleh pemkab tersebut diserahkan dan dikelola secara maksimal oleh panitia haji.
“Masa ini sampai ada pejabat kesra yang datang dan minta tas jamaah haji, artinya mekanismenya tidak sesuai dengan apa yang diharapakan,” bebernya.
Tak hanya itu, untuk acara MPP AMGPM yang sedianya akan digelar di Kaibobu dan dimintakan Penjabat Bupati memfasilitasi akses jalan, tetapi tidak ditanggapi oleh Penjabat Bupati sehingga disampaikan kepada gubernur dan diatasi.
Kebijakan As’aduddin ini telah menciptakan anomali dan mengakibatkan benturan di akar rumput, karena sudah kaitan dengan lembaga agama padahal tugas bupati melakukan pembinaan kepada umat beragama, termasuk melalui lembaga keagamaan.
“Kalau sudah terjadi seperti ini, maka bagaimana membangun SBB yang merupakan bagian dari umat keagamaan, mestinya beliau tahu jabatan bupati ini jabatan sipil maka harus menyesuaikan dengan karakter masyarakat disana,” ucapnya.
Atapary menegaskan, penjabat bupati harus mengetahui kondisi sosial di Maluku termasuk di SBB, bahwa dalam kaitan dengan pembangunan tidak bisa diserahkan kepada Pemkab saja, tetapi sinergitas dengan lembaga informal baik keagamaan, kemasyarakatan maupun adat menjadi penting.
“Mestinya bupati yang latar belakang intelijen harus memahami untuk bagaimana cara memimpin dengan berbagai komponen, agar orang merasa terwakili untuk saling membangun SBB yang masih tertinggal jauh dari berbagai aspek,” cetusnya.
Sementara itu para pemimpin umat yang ditemui wartawan untuk mewancarai menolak berkomentar karena sudah melaporkan ke DPRD Maluku. “Nanti dengan DPRD saja,” ujar mereka. (S-20)
Tinggalkan Balasan