AMBON, Siwalimanews – Pemprov Maluku ditu­ding tidak memiliki niat untuk melakukan eva­luasi dan perbaikan ter­hadap kondisi RS Hau­lussy yang saat terancam bangkrut.

Pasalnya, persoalan yang membelenggu RS Haulussy bukan baru ter­jadi hari ini, melainkan te­lah terjadi selama berta­hun-tahun tetapi tetap di­biarkan begitu saja tanpa ada niat untuk memper­baiki rumah sakit milik pemerintah itu.

Segudang persoalan yang membelenggu RS mulai dari utang pihak ketiga yang mencapai pu­luhan miliar rupiah, hingga pembayaran hak-hak tenaga kesehatan yang masih tersendat, merupakan bentuk dari ketidakmampuan Pem­prov Maluku dalam menem­pat­kan manajemen di RS terse­but.

“Kondisi rumah sakit RS seperti itu karena Pemprov tidak punya niat baik untuk membenahi jadi hasil­nya memang seperti itu,” ungkap Ketua Fraksi Partai Perindo Amanat Berkarya, Jantje Wenno saat di wawancarai Siwalima di Ambon, Kamis (22/9).

Bagi Wenno, RS Haulussy se­bagai bagian dari kepemilikan daerah mestinya Pemprov Maluku mendukung secara penuh rumah sakit ini dengan cara, melakukan evaluasi termasuk menempatkan direktur yang memiliki kemampuan mumpuni.

Baca Juga: Mahasiswa Unpatti Tewas Gantung Diri di Rumah Kosong

“Mau evaluasi seperti apa lagi kalau tidak didukung oleh Pemprov juga sama saja, memang harus evaluasi menyeluruh dan tempat­kan mereka yang benar-benar te­pat untuk benahi manajemen RS tersebut,” tegas Wenno.

Menurut Wenno, jika Pemprov tidak selektif dalam menempatkan pemimpin di RS Haulussy, maka kondisi rumah sakit tidak akan me­ngalami perubahan tetapi sebalik­nya justru semakin bermasalah apalagi persoalan utang yang belum tuntas.

Karena itu Wenno mendesak Pemprov Maluku untuk segera turun tangan mengatasi permasa­lahan yang terjadi di RS, agar dapat kembali berjalan termasuk dengan membantu peralatan medis.

DPRD Kecam

Seperti diberitakan sebelumnya, kondisi RS Haulussy yang teran­cam bangkrut karena dililit banyak utang rupanya tidak menjadi per­hatian serius Direktur RS Haulussy Nazaruddin.

Sebagaimana diketahui, utang RS Haulussy saat ini mencapai Rp31 miliar dan jajaran mana­ge­men dinilai tak punya kemampuan untuk mengelola dan memajukan rumah sakit tersebut, dibuktikan dengan pengangkatan tim jasa dan komite medik yang tak sesuai kesepakatan.

Padahal dalam kesepakatan dengan Komisi IV DPRD Maluku saat rapat dengar pendapat pada Rabu, 3 Agustus 2022 lalu ber­sama dengan tim jasa dan komite medik, Nazaruddin berjanji bahwa tidak akan membentuk tim jasa yang baru dan tetap memakai tim jasa yang lama. Ternyata hanyalah isapan jembol semata.

Betapa tidak, diam-diam Direktur RS Haulussy menganulir kepu­tusan bersama dewan tersebut, dan membentuk tim jasa yang baru yang diketuai dokter Helfi Nikijuluw pada 15 September 2022.

Mirisnya, tim jasa yang baru ini sebagian besar adalah staf keua­ngan pada RS Haulussy dan di­duga berbau KKN  karena mudah diatur oleh direktur.

“Waktu rapat di DPRD sudah ada kesepakatan bahwa tim jasa yang lama yakni ibu Dokter Bella Huli­selan dkk tidak akan diganti, tetap dipakai dan tidak boleh memben­tuk tim yang baru. Dan itu juga diinstruksikan DPRD, ternyata tim baru sudah dibentuk dan tim ini baru ini adalah sebagai besar ba­gian keuangan. Bagaimana mung­kin mereka dikeuangan dimasu­kan dalam tim ini. Supaya mudah di­atur oleh direktur,” ungkap sum­ber kepada Siwalima, Rabu (21/9).

Kata sumber ini, hingga saat ini pembagian jasa pelayanan bagi tenaga medis belum dilakukan, karena ternyata ada tarik ulur yang terjadi dimana tim jasa yang lama sudah diberhentikan oleh Direktur dan dibentuk tim baru yang diduga bisa diatur oleh direktur.

Dikatakan, tim yang lama adalah para dokter yang sangat indepen, sehingga pembentukan yang baru ini juga banyak dikeluhkan oleh para perawat maupun tenaga medis.

Diduga, untuk mengakomodir kepentingannya Direktur meminta jatah pembagian jasa lebih dari tim jasa yang bukan saja miliknya tetapi juga diduga ada jatah untuk pihak-pihak lainnya.

Kecam

Menanggapi hal ini, Komisi IV DPRD Maluku mengecam Direktur RS Haulussy atas kebijakannya dan tidak mengindahkan kesepa­katan bersama dengan dewan.

Nazaruddin bersama Komisi IV DPRD Provinsi Maluku beberapa waktu lalu telah menyepakati agar tim pembagian jasa medis harus mengakomodir jasa sebelumnya yang dipecat secara sepihak, karena permintaan direktur sebesar 30 persen dari bagian struktural tidak dipenuhi oleh tim.

Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Rovik Akbar Afifuddin keputusan bersama dengan pihak dewan adalah keputusan yang mestinya dijalankan oileh Direktur dan bukan sebaliknya.

“Jika direktur dan pihak tim baru menilai keputusan dewan itu hanya politik saja, maka direktur dan tim perlu belajar lagi terkait dengan keputusan politik,” kecamnya.

Dijelaskan, seluruh keputusan yang diambil dalam pengelolaan pemerintahan daerah merupakan keputusan politik, sehingga alasan tersebut tidak beralasan dan terkesan ngaur.

“Dia harus belajar soal keputusan politik lebih tuntas agar jangan sama dengan awam yang definisikan politik sebagai sesuatu yang jelek, saya khawatir direktur juga punya pikiran seakan-akan politik itu sebuah anonim yang jelek,” kesal Rovik saat diwawancarai Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang, Rabu (21/9).

Direktur kata Rovik harus menyadari jika nantinya pembayaran utang  RS Haulussy bila ada pengakuan utang dari Pemerintah Daerah termasuk  anggaran yang dialokasikan lewat APBD kepada RS Haulussy adalah keputusan politik.

Rovik mengakui, belum mengetahui tim pembagi jasa medis yang baru karena itu pihaknya akan menyurati manajemen RSUD untuk segera menyampaikan nama tim untuk dilakukan pengawasan lebih lanjut.

Ditanya soal adanya kekhawa­tiran tim yang dibentuk akan me­-ng­akomodir permintaan 30 per­-sen, Rovik memastikan pihaknya akan mengawasi betul mekanis­me pembagian jasa agar tidak merugikan hak orang lain. “Nanti kita akan minta hasil kerja tim dan kita akan awasi ketat itu,” tegas politisi PPP Maluku ini.

Sementara itu, Direktur RS Haulussy, Nazaruddin yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya tidak merespon, begitupun dengan pesan Whats­App juga tidak dibalas. (S-20)