AMBON, Siwalimanews – DPRD Provinsi Maluku geram dengan sikap Pem­prov yang terkesan acuh de­ngan hak-hak tenaga kese­hatan di RS Haulussy.

Sikap cuek dan masa bo­doh Pemprov ini mengaki­batkan hingga kini hak tenaga kesehatan (Nakes) di RS Haulussy belum juga diselesaikan.

Karena itu, Wakil Ketua DPRD Maluku Melkias Sairdekut warning Pemprov, dan meminta untuk segera menuntaskan hak nakes.

Menurutnya, setiap kali ada keluhan yang disampai­kan tenaga kesehatan ke­pada DPRD terkait dengan persolaan di RS Haulussy, pimpinan DPRD terus minta komisi terkait untuk proaktif menindaklanjuti keluhan tersebut.

Namun, sayangannya hingga saat ini persoalan belum juga diselesaikan oleh pihak Direktur RS Haulussy, padahal anggaran telah tersedia dan tinggal dibayarakan kepada tenaga keseha­tan yang selama ini melayani pasien baik Covid-19 maupun non Covid-19.

Baca Juga: Belum Ganti Rugi, Pemilik Lahan Segel SD Nania

Atas pembangkangan yang dila­kukan manajemen RS Haulussy, maka DPRD Provinsi Maluku kata Sairdekut akan meminta langsung pertangungjawaban Pemprov seba­gai pemilik rumah sakit rujukan tersebut.

“Soal hak nakes ini penting, jadi nanti saat pembahasan APBD peru­bahan kami akan mempertanyakan soal hak-hak medis, sekaligus kita akan minta pertanggungjawaban Pemprov Maluku, tidak boleh tidak,” tegas Sairdekut kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Sabtu (15/10).

Diakuinya, memang komisi IV telah melakukan rapat secara intensif dengan Direktur RSUD Haulussy Nazaruddin dan jajaran tetapi belum juga membuahkan hasil dan masih ada keluhan dari tenaga kesehatan.

Sairdekut menegaskan pemba­yaran hak tenaga kesehatan di RSUD Haulussy harus diselesaikan dalam waktu dekat sebelum akhir tahun sebab jika tidak maka akan menimbulkan persoalan baru ditahun 2023.

“Karena di posisi akhir tahun, kami minta sebelum akhir tahun ini seluruh hak nakes diselesaikan apapun bentuk hak yang menjadi tanggungjawab Pemprov sehingga tidak menjadi utang untuk dibawah ke tahun 2023,” cetusnya.

Perlu Awasi

Sebelumnya, akademisi Fisip Unpatti Victor Ruhunlela meminta, DPRD Maluku mengawasi ketat manajemen RS Haulussy itu jika, Pemprov tidak memiliki niat untuk memperbaiki kondisi keberadaan rumah sakit tersebut.

Dikatakan, RS Haulussy merupa­kan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat dan merupakan tanggungjawab pemerintah daerah artinya, bila tidak ada kepedulian dari pemerintah daerah dan DPRD sebagai lembaga pengawasan maka sangat disayangkan.

Menurutnya, DPRD dan Pemprov Maluku tidak boleh menutup mata dengan semua persoalan yang saat ini membelenggu RS Haulussy, sebab harus diakui jika masyarakat sampai dengan saat ini masih sangat tergantung dengan RS Haulussy dalam melaksanakan proses pe­ngobatan.

Oleh karena itu, apapun juga permasalahan yang terjadi dengan RS Haulussy maka Pemda dan DPRD harus bertanggungjawab dengan memberikan perhatian penuh terhadap pengelolaan rumah sakit, dan jangan dibiarkan masalah seperti obat-obatan dan hak nakes dan dokter terus terjadi.

“Mestinya DPRD keras dan ngotot agar Pemda memperhatikan segera sebab sesuatu vital bagi masyarakat yang harus diperhatikan sungguh, lagi pula menyangkut kesehatan dan pendidikan sebab semua orang yang punya keterba­tasan kemampuan masih melakukan pengobatan di RS Haulussy, maka sangat diharapkan menjadi perha­tian khusus terhadap RS,” tegas Ruhunlela kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (24/9).

Pemprov Maluku, lanjut Ruhun­lela, jangan hanya memikirkan cara melakukan pergantian struktur, tetapi persoalan lain yang menjadi hak perawat dan masyarakat dike­sampingkan.

Ruhunlela juga mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk segera me­manggil Pemprov dan Direktur RS Haulussy untuk mencari jalan keluar terhadap persolaan yang terjadi, dengan melakukan evaluasi secara menyeluruh.

“Kalau sampai masalah ini melebar dan  Pempus tahu pasti ditegur maka DPRD harus tegas melakukan evaluasi terhadap RSUD Haulussy,” tandas mantan Wakil Dekan 3 Fisip Unpatti ini.

Terpisah, akademisi Fisip UKIM Amelia Tahitu juga menyayangkan sikap Pemprov Maluku yang ter­kesan tidak peduli dengan kondisi yang menimpa RSUD dr M Haulussy.

Dijelaskan, RSUD Haulussy merupakan aset milik daerah artinya apapun yang terjadi dengan mana­jemen rumah sakit, pemerintah daerah maupun DPRD Maluku harus ikut bertanggungjawab.

DPRD Provinsi Maluku memiliki peranan penting dalam mengawal setiap kebijakan yang diambil oleh Gubernur khususnya terkait dengan pengelolaan aset.

“Kalau ada permasalahan maka mereka harus bertanggungjawab, DPRD harus mendesak pemerintah provinsi Maluku untuk mengambil solusi terbaik untuk menangani,” ucap Tahitu.

Menurutnya, Pemerintah dan DPRD Provinsi Maluku tidak boleh menutup mata dengan persoalan ini artinya, pemda harus fokus mena­ngani masalah ini tidak boleh bertele-tele dan mengorbankan masyarakat.

“Tugas pmerintah daerah bukan saja hanya mengatur pembangunan tetapi masalah yang berhubungan dengan pelayanan dasar masyarakat Maluku, harus juga menjadi per­hatian serius,” tegas Tahitu.

Dia pun mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RS Hualussy  yang sangat amburadul dalam melakukan pengelolaan keuangan.

“Masa rumah sakit sekelas RSUD Haulussy ada hutangnya, evaluasi saja manajemennya,” cetus politisi senior PDIP Maluku ini

Kecam

Komisi IV Mengecam Direktur RS Haulussy atas kebijakannya dan tidak mengindahkan kesepakatan bersama dengan dewan.

Nazaruddin bersama Komisi IV DPRD Provinsi Maluku beberapa waktu lalu telah menyepakati agar tim pembagian jasa medis harus mengakomodir jasa sebelumnya yang dipecat secara sepihak, karena pemerintaan direktur sebesar 30 persen dari bagian struktural tidak dipenuhi oleh tim.

Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Rovik Akbar Afifu­ddin keputusan bersama dengan pihak dewan adalah keputusan yang mestinya dijalankan oileh Direktur dan bukan sebaliknya.

“Jika direktur dan pihak tim baru menilai keputusan dewan itu hanya politik saja, maka direktur dan tim perlu belajar lagi terkait dengan keputusan politik,” kecamnya.

Dijelaskan, seluruh keputusan yang diambil dalam pengelolaan pemerintahan daerah merupakan keputusan politik, sehingga alasan tersebut tidak beralasan dan terkesan ngaur.

“Dia harus belajar soal keputusan politik lebih tuntas agar jangan sama dengan awam yang definisikan politik sebagai sesuatu yang jelek, saya khawatir direktur juga punya pikiran seakan-akan politik itu sebuah anonim yang jelek,” kesal Rovik saat diwawancarai Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang, Rabu (21/9).

Direktur kata Rovik harus menya­dari jika nantinya pembayaran utang  RS Haulussy bila ada pengakuan utang dari Pemerintah Daerah ter­masuk  anggaran yang dialokasikan lewat APBD kepada RS Haulussy adalah keputusan politik.

Rovik mengakui, belum mengeta­hui tim pembagi jasa medis yang baru karena itu pihaknya akan me­nyurati manajemen RSUD untuk segera menyampaikan nama tim untuk dilakukan pengawasan lebih lanjut.

Ditanya soal adanya kekhawatiran tim yang dibentuk akan mengako­modir permintaan 30 persen, Rovik memastikan pihaknya akan meng­awasi betul mekanisme pembagian jasa agar tidak merugikan hak orang lain.

“Nanti kita akan minta hasil kerja tim dan kita akan awasi ketat itu,” tegas politisi PPP Maluku ini.

Sementara itu, Direktur RS Hau­lussy, Nazaruddin yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya tidak merespon, begitupun dengan pesan WhatsApp juga tidak dibalas. (S-20)