DPRD ke Penegak Hukum Soal Bank Maluku, Usut Remunerasi Bodong
AMBON, Siwalimanews – Pembayaran remunerasi bagi direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut, disinyalir telah merugikan bank daerah. Aparat penegak hukum didesak segera bertindak.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku, Jantje Wenno menjelaskan, pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut mendahului persetujuan pemegang saham masuk dalam kategori perbuatan pidana.
Kebijakan direksi tersebut kata Wenno, tidak dapat dibenarkan sehingga proses hukum harus dilakukan baik oleh Kejaksaan maupun Kepolisian guna menjawab polemik.
“Bayar remunerasi mendahului aturan itu tidak dibenarkan dan masuk kategori perbuatan pidana dan karena itu aparat penegak hukum harus melakukan penyelidikan untuk membuktikan sinyalemen itu,” tegas Wenno kepada Siwalima, Rabu (23/8) siang.
Menurutnya, setiap kebijakan yang ditempuh dan tidak sesuai dengan aturan harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum agar ada efek jera bagi para direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut.
Baca Juga: Kareba : Dugaan Dana Hibah Kwarda Pramuka DidalamiHarus Jadi Perhatian
Desakan serupa juga disampaikan akademisi Hukum Unpatti Remon Supusepa. Ia menjelaskan pemberitaan media massa terjadi dugaan penyalahgunaan jabatan dilingkungan Bank Maluku-Malut harus mendapatkan atensi aparat penegak hukum.
Supusepa bilang, penetapan besaran gaji dan remunerasi bagi direksi, komisaris dan karyawan suatu BUMD harus dilakukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham.
UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas kata Supusepa, secara tegas mengatur tugas dan kewenangan masing-masing organ dalam PT baik RUPS, direksi maupun komisaris. Artinya penetapan besaran remunerasi menjadi kewenangan RUPS bukan kebijakan direksi.
“Aparat penegak hukum perlu untuk mengusut kasus ini, sebab pastinya aparat akan mengetahui di tahap penyelidikan apakah ada peristiwa pidana atau tidak, kalau memang yang dilakukan itu peristiwa pidana, maka harus dikembangkan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan,” ujar Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (23/8).
Mahkamah Konstitusi kata Supusepa, dalam salah satu putusannya secara tegas menyatakan, pengelolaan keuangan BUMD yang didalamnya terdapat keuangan daerah maka itu merupakan bagian dari keuangan negara sehingga akan dihubungkan dengan unsur kerugian keuangan negara.
Menurutnya, jika bertolak dari putusan MK tersebut, maka aparat penegak hukum harus melakukan pengusutan sebab anggaran yang digunakan untuk pembayaran remunerasi merupakan anggaran negara.
“Kenapa harus diusut, karena aparat penegak hukum harus menemukan apakah ada kerugian atau penyalahgunaan keuangan negara yang mengakibatkan tidak dibayarkan remunerasi,” ujar Supusepa.
Setidaknya, lanjut Supusepa, ada beberapa hal menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan, Pertama pembayaran remunerasi dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan bank Maluku sebagai BUMD.
Kedua, berkaitan dengan kejahatan perbankan oleh direksi dan komisaris yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana terkait penggelapan keuangan.
“Dua hal ini dapat digunakan sebagai dasar bagi aparat penegak hukum mengusut kasus ini, sebab kebijakan yang dilakukan tanpa adanya norma yang jelas merupakan penyalahgunaan jabatan dan masuk dalam unsur melawan hukum,” bebernya.
Terkait dengan kejahatan perbankan, jelasnya, harus dilihat peran masing-masing pelaku dalam hubungan dengan peristiwa pidana artinya unsur ini telah terpenuhi.
Sebab, sejak awal telah diketahui bahwa dengan tidak adanya suatu peraturan yang mengatur tentang remunerasi tetapi diambil kebijakan untuk melakukan pembayaran sehingga perbuatan tersebut itu melawan hukum.
“Jadi yang harus kita lihat adalah peristiwa pidana. Kalau telah terpenuhi maka akan dihubungkan dengan actus reus atau setiap perbuatan yang dirumuskan dalam UU. Yang pasti perbuatan ini bisa juga kategori sebagai kejahatan perbankan yang berujung pada perbuatan korupsi jika ada kerugian keuangan negara yang jelas dan aktual,” cetusnya.
Akal Bulus
Diberitakan sebelumnya, direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut, diduga melakukan praktik menyimpang yang tak boleh dilakukan oleh manejemen bank di era modern.
Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2023, tentang pemberian remunerasi kepada direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang bernilai fantastis.
Modusnya, mereka mencoba mengakali temuan OJK itu, dengan melakukan circular letter, yang didistribusikan ke seluruh bupati dan walikota, serta Gubernur Maluku dan Maluku Utara, sebagai pemegang saham.
Intinya, akal bulus direksi dan komisaris ini dilakukan untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.
Pelaksanaan RUPS secara sirkuler ini, pada intinya meminta persetujuan para pemegang saham tentang remunerasi bersifat variabel, berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hingga saat ini, namun belum mendapat persetujuan dari pemegang saham.
Hal ini tentu saja melanggar ketentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material.
Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.
Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam aturan tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan.
Bila nantinya direksi dan komisaris tidak melakukan penyetoran kembali, atau mengembalikan seluruh biaya yang sudah mereka terima selama ini, otomatis bank akan mengalami kerugian materiil dan hal ini dapat dipersamakan dengan tindakan fraud dan atu kejahatan perbankan.
Sumber Siwalima di Bank Maluku menyebutkan, kebijakan circular letter ini dilakukan, setelah manajemen mengetahui bahwa telah terjadi kesalahan dalam pembayaran remunerasi selama ini.
Sumber yang meminta namanya tidak ditulis itu menduga, circular letter ini dilakukan atas arahan dan petunjuk OJK, atas temuan mereka.
Circular Resolution
Dokumen sirkular letter yang digagas manajemen Bank Maluku-Malut itu dicetak dalam dua halaman, dan dikirim ke seluruh pemegang saham.
Direksi, komisaris maupun pimpinan cabang, ditugaskan khusus untuk mengantar dokumen yang mereka kategorikan super rahasia itu langsung ke tangan pemegang saham.
Tak tanggung-tanggung, Direktur Utama Syahrisal Imbar yang langsung memberikan arahan kepada si pengantar dokumen super rahasia itu melalui pesan WhatsApp.
“All PC/PCP yg satu daerah dengan pemegang saham, terkait dengan rups sirkuler mengenai keputusan persetujuan pemegang saham atas komponen bonus dan tunjangan kepada pegawai dan pengurus, agar mengusakan mendapatkan persetujuan masing pemegang saham sesuai wilayah masing. Jika ada pertanyaan dari pemegang saham mengenai persetujuan sirkuler ini, dapat dijawab bahwa ojk mengharapkan agar keputusan atas tunjangan/bonus kepada pegawai dan pengurus yg sebelumnya dibuat secara terpisah, agar dijadikan satu keputusan. Dapat diinformasikan bahwa item bonus dan tunjangan tsb pada pernyataan sirkuler sudah berlangsung sejak lama dan lazim di bpd lain di seluruh indonesia. Jd hanya ingin digabungkan jadi satu lembar keputusan. Tdk terpisah per komponen. Jd jelaskan dgn bijak,” tulis Dirut dalam pesan teks WhatsApp di grup percakapan khusus.
Selain itu si pengantar juga diharuskan bisa menerangkan secara detail, maksud dan tujuan penandatanganan dokumen tersebut.
Salah satu poin dalam dokumen itu menyebutkan, “Menyetujui pemberian remunerasi sebagai berikut:
- Remunerasi bersifat tetap kepada Pegawai Tetap, Direksi (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Direksi meliputi Direktur Utama dan para Direktur lainnya) serta Dewan Komisaris (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Dewan Komisaris meliputi Komisaris Utama dan para Komisaris lainnya), sebagai berikut:
- Bagi Pegawai Tetap: Ditentukan lebih lanjut melalui Keputusan Direksi.
- Bagi Direksi dan Dewan Komisaris, sebagai berikut:
- Gaji telah ditetapkan melalui RUPS Luar Biasa pada tanggal 27 September 2022;
- Tunjungan setiap tahun buku, berupa:
(a) Tunjangan Hari Ulang Tahun sebesar 1 (satu) kali gaji;
(b) Tunjangan Hari Raya sebesar 3 (tiga) kali gaji;
(c) Tunjangan Cuti sebesar 1 (satu) kali gaji;
(d) Tunjangan Rumah Dinas atau Sewa Rumah Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji ;
(e) Tunjangan Pakaian Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji”.
Poin lainnya berbunyi: “Bahwa Pemegang Saham Perseroan menyetujui bahwa Keputusan Sirkuler ini juga merupakan pemberitahuan secara tertulis kepada Pemegang Saham Perseroan. Oleh karena itu, tidak diperlukan lagi pemberitahuan sebelumnya, dan Pemegang Saham Perseroan menyadari dan telah mengetahui seluruh usul yang diajukan”
Hanya Menyatukan
Kepada Siwalima, Syahrisal mengungkapkan, langkah yang dilakukan dengan menyurati seluruh pemegang saham Bank Maluku Malut adalah hanya untuk menyatukan saja dan bukan karena ada penyimpangan.
“Tidak, kita RUPS setiap tahun. Betul kita surati dan itu hanya untuk menyatukan saja, karena selama ini terpisah-pisah,” ujar Syarizal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (13/8).
Menurutnya, pihaknya melaksanakan RUPS setiap tahun dan seluruh laporan keuangan diterima oleh seluruh pemegang saham dalam RUPS tersebut, sehingga langkah yang dilakukan dengan melakukan circular letter adalah untuk menyatukan saja.
“Iya kita lakukan C/L itu atas usul dan saran komisaris karena selama ini kan terpisah-pisah karena banyak itu pemegang saham, sehingga dilakukan untuk menyatukan, dan tidak ada penyimpangan karena laporan keuangan kita kan Wajar Tanpa Pengecualian,” ujarnya. (S-20)
Tinggalkan Balasan