AMBON, Siwalimanews – Akademisi Fisip UKIM, Amelia Tahitu meminta, DP­RD Maluku untuk bertindak tegas terhadap Pemprov Ma­lu­ku yang tidak mengajukan Rancangan APBD Perubahan yang selanjutnya dibahas dan ditetapkan menjadi APBD perubahan tahun 2022.

Tindakan tegas ini mesti dilakukan, sehingga lembaga wakil rakyat itu dihargai dan diindahkan.

Tahitu mengakui bingung dengan tata kelola pemerintahan diperiode ini, sebab banyak hal yang dilakukan tidak lagi sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Menurutnya, dalam konteks pe­nyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan UU 23 Tahun 2014 Ten­tang Pemda, secara tegas disampai­kan jika Pemerintah Daerah terdiri atas Gubernur dan DPRD namun dalam kenyataannya DPRD kurang menjalankan tugas dengan baik.

“Saya juga bingung dengan pe­ngelolaan pemerintahan periode ini sebab DPRD kelihatannya kurang berani dengan Pemerintah Provinsi Maluku, terbukti Kepala OPD saja dipanggil tidak datang,” ujar Tahitu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, pekan kemarin.

Baca Juga: Maspaitella Berharap Pemulangan Pengungsi Kariu Jadi Komitmen Bersama

DPRD dalam fungsi pemerintahan, lanjut Tahitu bertugas melakukan check dan balance terhadap guber­nur, artinya jika ada kebijakan yang tidak sesuai maka harus ada tinda­kan tegas atas nama rakyat.

Menurutnya, APBD Perubahan memang berdasarkan regulasi tidak bersifat wajib dilakukan sepanjang asumsi KUA-PPAS tidak mengalami perubahan, tetapi lazim harus dilaku­kan guna mengakomodir kepenti­ngan masyarakat yang sangat mendesak.

DPRD Provinsi Maluku sebagai lembaga perwakilan rakyat, ujarnya, mestinya tegas dan berani menja­lankan tugas dan fungsi termasuk jika eksekutif salah maka harus dilakukan hak interpelasi atau hak lainnya agar didapatkan penjelasan yang resmi terkait dengan tidak adanya APBD Perubahan.

Interpelasi, tambahnya, bukan dimaksudkan untuk mempermalukan eksekutif tetapi dilakukan guna mengembalikan proses penyeleng­garaan pemerintahan sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik, sebab jika tidak maka eksekutif bisa saja mengendalikan dewan.

Pemprov Siap

Sekretaris Daerah Provinsi Malu­ku, Sadli Ie memastikan, pihaknya siap dipanggil DPRD guna membe­rikan penjelasan terkait dengan tidak adanya APBD Perubahan.

Penegasan ini disampaikan Sadli Ie kepada wartawan di Hotel Santika Premiere, Jumat (4/11) merepons polemik tidak adanya pengusulan APBD Perubahan tahun 2022 yang menuai kecaman dari berbagai kalangan.

Sadli menjelaskan, tidak dilakukan APBD Perubahan di tahun 2022 sebenarnya terdapat ruang yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 2020 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Kemarin memang kita terlambat dalam pengusulan APBD Perubahan dan kalau kita paksakan untuk me­ngusulkan pasti ada konsekuensi yang harus kita terima, Tidak ada masalah kan ada ruang yang diatur dalam UU,” ujar Sadli.

Kata dia, salah satunya konse­kuensi yang akan diterima Pemprov Maluku jika terlambat melakukan pengusulan APBD Perubahan, yakni berdampak pada penundaan pemba­yaran Dana Alokasi Umum (DAU), maka kebijakan yang diambil tidak mengajukan APBD-P dan digantikan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Menurutnya, bukan hanya Malu­ku yang memilih untuk tidak me­ngajukan APBD Perubahan tetapi terdapat beberapa provinsi lain, seperti DKI Jakarta dan Papua yang tidak ada APBD Perubahan melain­kan melaksanakan Perkada.

“Kalau konsekuensi yang diteri­ma penundaan DAU misalnya November dan Desember maka akan ber­dampak besar terhadap per­soalan seperti, pembayaran gaji pegawai yang juga ikut terhambat,” beber Sadli.

Sadli menegaskan, walaupun tidak ada APBD Perubahan tetapi dalam Peraturan Kepala Daerah yang memuat penjelasan APBD-P tetap akan mengakomodir hal-hal yang sifatnya mendesak untuk kebutuhan masyarakat seperti, bencana alam termasuk edaran Menteri Keuangan terkait pengalokasian dua persen dari APBD untuk penangangan dampak inflasi.

Lanjut Sadli, Perkada yang nantinya diterbitkan di bulan November ini tetap akan melibatkan DPRD Provinsi Maluku sebagai wakil rakyat artinya, koordinasi dan komunikasi akan intensif dilakukan termasuk jika dipanggil untuk memberikan penjelasan.

“Perkada dalam bulan ini akan diterbitkan. Kemarin kita sudah berkoordinasi dengan DPRD dan sudah selesai kita akan menanda­tangani Perkada, kalau dipanggil TAPD akan hadir,” cetusnya.

Tergantung Situasional

Sementara itu, akademisi Ekonomi UKIM Elia Radianto mengatakan, perubahan terhadap APBD dapat dilakukan dalam setiap pos perenca­naan pembangunan bila terdapat perubahan anggaran dan merupa­kan kerja dari masing-masing instansi terkait.

Diakuinya, perencanaan pemba­ngu­nan daerah memang telah dila­kukan dalam Musrembang, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk ada perubahan ketika adanya kebutuhan mendesak sehingga perlu ada perubahan.

“Memang perubahan APBD itu tergantung situasional misalnya adanya perubahan harga di pasaran yang memicu stabilitas perekono­mian sehingga perlu ada penyesu­aian terhadap pos belanja,” jelas Radianto.

Namun, yang menjadi dasar mema­salahkan apakah kinerja dari masing-masing OPD yang meren­canakan pembangunan itu sudah maksimal atau belum, sehingga dapat memasti­kan keputusan tidak merubah APBD Perubahan tidak akan mempengaruhi pembangunan Maluku kedepan.

Tetapi sebaliknya, jika pemda me­nganggap tidak ada masalah dan tidak perlu ada perubahan APBD sementara ada kebutuhan pembangunan dalam perencanaan kedepan, maka itu akan berdampak terhadap pembangunan di Maluku walaupun dimasukkan dalam Perkada. “Intinya, APBD perubahan adalah bagian dari upaya Pemerintah dalam mengantisipasi pembangunan kedepan artinya, karena keadaan situasional tertentu maka OPD untuk merevisi APBD,” tegasnya. (S-20)