Komisi I DPRD Provinsi Maluku mendesak Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon, untuk segera mengembalikan hak-hak masyarakat Negeri Tawiri pasca dikeluarkannya, sertifikat hak pakai Nomor 6 Tahun 2010.

Desakan ini disampaikan Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Amir Rumra dalam rapat dengar pendapat bersama antara pihak BPN Kota Ambon dan masyarakat Negeri Tawiri, Senin (11/10).

“BPN Harus Tanggung mengembalikan hak masyarakat adat,” tegas Rumra.

Menurutnya, BPN jangan mengeluarkan sertifikat tanah yang pada akhirnya menghadapkan TNI dan masyarakat, sebab dari aspek kekuatan sudah pasti masyarakat sangat lemah, sehingga sebagai bagian dari negara, BPN harus melindungi masyarakat Negeri Tawiri.

Apalagi, sertifikat hak pakai Nomor 06 Tahun 2010 yang dikeluarkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional dan digunakan sebagai dasar oleh TNI AU untuk mengklaim kepemilikan tanah seluas 209 hektar tersebut dikeluarkan dalam waktu yang cukup singkat.

Baca Juga: Bupati: Kemitraan Golkar dan Pemda Terus Dibangun

“Masyarakat Maluku memang membutuhkan TNI AU sebagai institusi negara, akan tetapi hak-hak masyarakat harus dilindungi, lagi pula masyarakat yang saat ini menduduki tanah yang diklaim TNI AU telah memiliki sertifikat hak milik yang diterbitkan sebelum adanya sertifikat hak pakai Nomor 06 Tahun 2010,” tandas Rumra.

Tak hanya itu, lokasi yang menjadi permasalahan tidak termasuk dalam tanah yang dijadikan sengketa antara TNI AU dan pihak pemerintah Negeri Laha, sehingga masyarakat Negeri Tawiri tidak boleh tunduk pada putusan tersebut.

Karena itu, Komisi I mengingatkan pihak BPN Kota Ambon untuk tidak boleh melakukan pengembalian batas dengan menggunakan sertifikat hak pakai Nomor 06 Tahun 2010, sebagaimana yang dimiliki oleh TNI AU, melainkan wajib menggunakan sertifikat hak milik yang dipegang oleh masyarakat Tawiri. “Kami ingatkan BPN untuk pengambilan batas nanti tdak boleh menggunakan sertifikat 06 tahun 2010,” tegasnya.

Rumra juga berjanji, Komisi I akan menyampaikan persoalan ini dalam agenda penyampaian aspirasi kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN guna membatalkan sertifikat hak pakai Nomor 06 tahun 2010, agar hak-hak masyarakat juga tetap terjaga dengan baik. (S-50)