AMBON, Siwalimanews – Bentrok yang terjadi akhir-akhir ini pada se­jumlah daerah di Maluku mendapatkan perhatian serius dari DPRD Maluku

Sejumlah anggota DP­RD Maluku kemudian meminta agar akar masalah yang memicu terjadi bentrok itu diselesaikan oleh pemda termasuk pelaku bentrok dihukum agar ada efek jera

Pasalnya jika tak ada efek jera  maka bentrok apapun itu tak akan terhenti dan mengganggu stabilitas keamanan serta pemerin­tahan Gubernur, Hendrik Lewerissa dan Wakil Gu­bernur Maluku, Abdullah Vanath.

Penegasan itu disampaikan sejumlah anggota DPRD seperti, Alhidayat Wajo, Anos Yeremias dan Richard Rahakbauw saat paripur­na penyerahan LKPJ Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku, Tahun Anggaran 2024 yang berlangsung di Baileo rakyat Karang Panjang Ambon, Senin (14/4).

“Kami mengharapkan bentrok yang baru baru ini terjadi bukan hanya penyelesaian dan kemudian selesai sampai disitu. Harapan kami pak gubernur, akar permasa­lahannya yang harus kita sele­sai­kan,  yang pertama berkaitan de­ngan tapal batas itu harus dise­lesaikan.

Baca Juga: Angkutan Udara Meningkat Selama Lebaran

Karena tapal batas ini menjadi catatan bagi kami, untuk itu tapal batas desa ke desa, pada negeri-negeri yang ada di Maluku ini harus tuntas diselesaikan,” ungkap Al Hidayat Wajo, fraksi PDIP Dapil Maluku Tengah.

Senada dengan itu penegasan lainya disampaikan Anggota DPRD Maluku Fraksi Golkar, Anos Yere­mias.

Menurutnya jika konflik ini hanya sebatas penyelesaian maka pele­mahan akan terjadi pada kepe­mimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku yang sangat dimungkinkan tak akan.

Dia juga meminta pembangu­nan sejumlah Koramil serta pene­tapan Babinsa pada semua desa di Maluku.

“Dalam kurun waktu kurang dari 30 hari sesuai catatan kami, terjadi konflik horizontal kurang lebih 5 titik, pertanyaan kami sejauh mana koordinasi Gubernur, Polda Maluku dan Kodam 15 Pattimura sehingga kedepan tidak lagi terjadi konflik,” ujarnya.

Dikatakan,  Provinsi Maluku ini ada 1.018 kecamatan, apakah di se­luruh kecamatan sudah ada koramil atau sudah ada pos untuk memudahkan koordinasi antara TNI dan Polri

“Karena kalau dibilang intelijen lemah, itu juga karena memang di wilayah teritorial aparat keamanan tidak menjangkau wilayah-wilayah tertentu seperti yang terjadi konflik kemarin,” katanya

Dia minta Gubernur  berkoor­dinasi dengan Pangdam XV/Patti­mura terkait dengan penempatan posramil di kecamatan-kecamatan yang belum ada koramilnya, dalam catatan sudah ada bhabin­kam­tibmas dan babinsa namun tidak dilengkapi juga dengan alat-alat komunikasi.

Selain Anos, anggota Fraksi Gol­kar lainnya yakni Richard Rahak­bauw menegaskan agar semua pelaku konflik yang baru baru ini terjadi di Maluku harus diproses hukum tanpa pandang buluh.

Menurutnya. harus ada efek jera melalui lembaga peradilan bagi mereka yang dengan sengaja menciptakan konflik.

Penegakan hukum harus dila­kukan tanpa pandang bulu. Mereka bertikai, siapa yang bersalah ditangkap diproses sesuai hukum yang berlaku itu baru bisa meredah konfliknya.

Dia berharap selain dalam rang­ka menjaga ketertiban tetapi pro­ses penegakkan hukum terhadap pelaku-pelaku tindak pidana harus dilakukan secara transparan, tan­pa pandang buluh, sehingga me­nimbulkan efek jera bagi masya­rakat kalau ini tidak dilakukan,  maka percaya hukum rimba berlaku.

Mendengar ketegasan sejumlah anggota DPRD, Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa mengaku se­jumlah pelaku konflik yang terjadi baik di Maluku Tengah, hingga Tanimbar telah ditahan.

Ia juga mengaku siapa yang terlibat pasti dihukum sesuai ketentuan yang berlaku.

Dikatakan, konflik yang terjadi hanya personal namun kemudian dibawa menjadi konflik komunal antar kelompok.

“Soal pertanyaan pa Anos terkait apakah sudah ada babinsa, saya akan koordinasi dengan pa Pang­dam dan saya juga mau bilang begini, temuan kami di lapangan di negeri-negeri yang bertikai yaitu babinsa dan babinkamtibmas juga ada, tetapi apakah mereka adalah faktor determinan?,  tidak juga. Kan fakta empiris menunjukkan demi­kian apakah tidak ada babinsa?, ada, tapi kenapa berkonflik? masa­lahnya lain, akarnya lain, dan bukan cuma soal itu mau berapa banyak juga menempatkan babinsa tapi kan soal kesadaran kolektif kita masyarakat untuk ada pengen­dalian diri, menghormati hukum dan sebagainya, tidak menggiring masalah personal, masalah pribadi menjadi masalah komunal, masalah kampung,  masalah du­sun, masalah negeri dan seba­gainya,” ujar gubernur.

Gubernur menegaskan, masa­lah yang terjadi jika dibedah adalah masalah sepele

“Orang mabuk, jatuh dipukul misalnya itu kan personal, lapor polisi aja, nanti diproses hukum.  Saya bilang ke masyarakat de­mikian, bapak dan ibu lapor ke polisi kalau tak diproses saya akan pastikan proses hukum berjalan tapi jangan digiring menjadi masalah kampung, nah ini kita adalah mengeliminasi masalah personal yang dikirim menjadi masalah komunal seperti begitu,” katanya.

Selain masalah batas tanah, lanjut gubernur,  dari hasil iden­tifikasi yang paling banyak menjadi pemicu konflik antar negeri adalah batas tanah.

“Jika bermasalah soal batas tanah itu masalah perdata, bawa ke ranah hukum. Kalau tidak percaya soal hukum gunakan metode lain misalnya metode rekonsiliasi sebagai resolusi di luar hukum itu sah saja, karena ada banyak pilihan. Tetapi jika  bertikai soal seribu meter tanah, jumlah dia totalnya 1000 meter 10.000 atau 10 hektar tanah jumlahnya tinggal  bagi dua aja itu resolusi di luar pengadilan, itu kan contoh sebenarnya tapi apakah ini pernah diterapkan? , belum pernah dicoba tapi kalau dalam wawasan, dalam tataran wacana berpikir ini juga adalah alternatif tawaran kalau mereka tidak mau menyelesaikan masalah di pengadilan, tapi kalau mereka mempercayakan pengadilan sebagai institusi hukum untuk menyelesaikan sengketa pertikaian dan kalau putusannya inkrah harus menghormati putusan itu,” Tandas gubernur. (S-26)