AMBON, Siwalimanews – Ancam mogok karyawan direspons. Direktur janji akan membahas seluruh hak nakes dan karyawan bersama pihak Yayasan

Pelaksana tugas Direktur Rumah Sakit Sumber Hidup, Elviana Pattia­sina meminta kelonggaran waktu dari Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Maluku untuk mem­bahas seluruh hak nakes dan pegawai rumah sakit tersebut dengan pihak yayasan.

Sumber Siwalima di RS Sum­ber Hidup, Rabu (15/9) siang mengatakan, PPNI Malu­ku te­lah melakukan pertemuan internal dengan  Elviana pada Selasa (14/9) pukul 17.00 WIT di rumah sakit milik GPM itu.

Dalam pertemuan tersebut kata sumber ini, Elviana meminta waktu untuk melakukan rapat ber­sama dengan pihak yayasan dalam dua hari, atau 2×24 jam.

“Jadi pihak PPNI telah menin­dak­lanjuti keluhan kami dengan mela­kukan rapat bersama ibu direktur hari Selasa tanggal 14, selanjutnya dalam rapat itu ibu direktur minta waktu 2×24 jam untuk membahas seluruh persoalan dengan pihak yayasan. Pengurus DPW menye­tujui permintaan ibu direktur,” ujar sumber itu.

Baca Juga: Kadishub Sapulette Kembali Keluarkan Kebijakan Kontroversial

Sumber itu menambahkan, nanti­nya jika direktur mengkir, maka PPNI akan menyurati kembali direktur menanyakan masalah itu.

“Setelah rapat dengan ibu direk­tur, selanjutnya malam hari rapat bersama bersama para nakes secara virtual dan disampaikan hasil per­temuan DPW dengan ibu direktur,” lanjutnya.

Masih kata sumber itu, pihak nakes berharap direktur segera me­nepati janjinya dan secepatnya membayar hak-hak mereka. Jika hal itu tidak dilaksanakan, aksi mogok tetap akan dilakukan pada 20 September. “Kita semua sudah siap dan tandatangan untuk aksi mogok juga sudah dilakukan,” yakinnya.

Pengaruhi Manajerial

Sementara itu, akademisi FISIP Unpatti, Paulus Koritelu mengung­kap­kan, rangkap jabatan yang di­sandang Elviana sebagai Plt Direk­tur RS Sumber Hidup dan Ketua Yayasan Kesehatan, serta peranan­nya sebagai anggota DPRD Maluku sangat menganggu tugas-tugas kerjanya.

Kata dia, kemampuan manajerial seorang pimpinan sangat ditentu­kan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal bu­kan hanya berkaitan dengan kemam­puan dan kecakapan seseorang dalam memimpin rumah sakit, tetapi soal kematangan emosional meru­pakan hal yang sangat penting artinya jika seseorang berada dalam lingkup tekanan tentu akan ter­ganggu.

“Situasi ini berkaitan dengan rangsangan publik cukup besar yang berhubungan dengan ketidak­beresan dalam manajemen sebelum­nya. Jadi sebelum ditunjuk menjadi pimpinan, faktor itu yang sebenar­nya membuat dia sangat berhati-hati atau serba salah dalam membuat segala sesuatu dan lainya, apalagi tekanan itu berhubungan dengan soal-soal ketidakberesan financial,” ungkap Koritelu kepada Siwalima, Rabu (15/9).

Menurutnya, kondisi inilah yang membuat banyak orang akan mengalami kesulitan yang luar biasa untuk mengoptimalkan kemampuan manajerial yang dimiliki, sehingga perlu mencari figur agar tidak ada tugas ganda.

Dijelaskan, dalam kapasitas seba­gai ketua yayasan kesehatan GPM dan kemudian merangkap sebagai pimpinan rumah sakit tentunya akan menyebabkan bukan saja kelebihan beban tetapi peran ganda.

Apalagi, dengan kondisi masya­rakat saat ini yang sedang sakit aki­bat ekonomi yang terpuruk sehing­ga dengan tugas ganda ini akan makin memperbesar tekan publik terhadap tugas yang dilakukan.

MPH Sinode, kata Koritelu tentu tahu langkah apa yang mesti diambil tetapi agar manajemen rumah sakit bisa berjalan dengan baik. Di lain pihak, persoalan ini berkaitan de­ngan nyawa orang, yang mem­bu­tuhkan kecepatan dalam pengam­bilan keputusan dalam rangka penyehatan manajemen termasuk aspek keuangan harus cepat dila­kukan oleh MPH Sinode.

“Karena berhubungan dengan hajat hidup orang banyak dan kepercayaan publik terhadap rumah sakit, MPH harus bertindak cepat,” tegasnya.

Ancam Mogok

Sebelumnya diberitakan, tak tahan dengan sikap masa bodoh yang di­tunjukan Yayasan maupun Sinode GPM, pegawai dan nakes akan melakukan mogok massal.

Puluhan pegawai dan tenaga kesehatan Sumber Hidup mengan­cam akan melakukan aksi mogok kerja, jika Yayasan Kesehatan GPM dan rumah sakit tidak juga mem­bayarkan hak-hak mereka.

Deadline bahkan sudah mereka beri bagi pihak yayasan hingga tanggal 20 September 2021. Jika pada tenggat waktu tersebut, hak mereka belum juga dibayarkan, maka aksi mogok kerja ini terpaksa dilak­sanakan.

Informasi yang diterima Siwalima dari nakes di rumah sakit tersebut, Selasa (14/9), diketahui aksi mogok ini dilakukan karena pihak yayasan cenderung tak mau tahu dengan apa yang dikeluhkan, padahal mereka setiap saat melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Menurut sumber itu, aksi mogok akan melibatkan seluruh tenaga dokter dan perawat. Saat ini timnya sementara melakukan tanda tangan persetujuan dari para dokter.

“Kami kasih waktu sampai dengan tanggal 20 September ini, kalau tidak kami lakukan aksi mogok. Seluruh tenaga dokter dan perawat akan mogok kerja. Kami sedang meng­umpulkan tanda tangan dari dokter. Kalau perawat semua sudah, tinggal dari beberapa dokter saja yang belum,” ujarnya.

Masih kata sumber ini, mereka juga akan membentuk serikat pekerja RS Sumber Hidup karena selama ini belum terbentuk. “Kami akan bentuk serikat kerja untuk menyiapkan la­poran ke Disnaker,” ujarnya singkat.

Mogok kerja bukan hal baru bagi karyawan dan nakes Sumber Hidup. Aksi serupa pernah mereka lakukan, Kamis (24/12) lalu, tepatnya sehari jelang perayaan Natal.

Aksi itu bahkan melibatkan se­luruh pegawai baik tenaga medis, maupun pegawai non medis. Mereka menuntut hak mereka berupa jasa medis selama satu tahun yang belum dibayarkan, serta kekurangan gaji 30 persen, sebab sejak Agustus 2019 yang diterima hanya sebesar 70 persen saja.

Selain itu, aksi protes itu dilaku­kan untuk meminta perhatian dari kepada Pimpinan Yayasan Keseha­tan, dikarenakan mereka belum menerima THR, padahal tinggal menghitung jam umat Kristiani sudah memasuki perayaan Natal.

Aksi kedua dilakukan Senin, 28 De­sember 2020, masih dengan tuntutan serupa. Koordinator aksi Carlos Manuhuttu saat ditemui Siwalima di Sumber Hidup Senin (28/12) me­ngaku, Direktur dr Heny Tipka ber­janji akan membayar seluruh hak kar­yawan hari ini. Untuk itu semua kar­yawan masih menanti janji direktur.

“Direktur janjinya mau bayar 160 lebih karyawan RS Sumber Hidup yang terdiri dari tenaga medis dan non medis,” ucap Manuhuttu kala itu.

Sikap GAMKI dan GMKI

Dua organisasi kemasyarakatan pemuda yang GAMKI dan GMKI, juga menaruh perhatian penuh terhadap persoalan yang dialami nakes dan karyawan Sumber Hidup.

Ketua GAMKI Maluku, Happy Leo­nard Lelepari mengatakan, ke­inginan para pegawai dan tenaga kesehatan RS Sumber Hidup untuk melakukan pengaduan terkait de­ngan belum dibayarkan hak-hak dinilai sebagai sebuah langkah yang tepat.

Dia juga menyesalkan sikap pim­pinan Sinode GPM yang seperti mengabaikan persoalan aset milik GPM tersebut. “Ini milik gereja. Jika yayasan bermasalah, harus lapor ke pimpinan gereja. Jika semua langkah telah dilakukan kepada pimpinan gereja dan belum ada tindakan solutif, maka langkah dari pegawai dan tenaga kesehatan tersebut da­pat dibenarkan,” ujar Lelepari ke­pada Siwalima, Senin (13/9).

Karenanya, Lelepari mendorong agar pihak manajemen Sumber Hidup segera menyelesaikan hak-hak tenaga kesehatan agar tidak menjadi panjang.

Terpisah, Ketua Gerakan Maha­siswa Kristen Indonesia Cabang Ambon, Josias Tiven, mendukung langkah karyawan dan nakes yang bakal melaporkan manajemen Sumber Hidup kepada Disnakertrans Provinsi Maluku.

Menurut Tiven, apa yang dilaku­kan pegawai dan nakes merupakan langkah yang tepat, untuk dapat mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (13/9), Tiven me­ngungkapkan, GPM sebagai pemilik yayasan dan Sumber Hidup, harus serius melihat masalah ini,” ujarnya.

Dikatakan, Sumber Hidup meru­pakan rumah sakit dengan tata kelola serta manajemen keuangan yang baik, sehingga menjadi salah satu RS kebanggaan warga Kota Ambon. “Namun tiga tahun terakhir Sumber Hidup mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Kemunduran tersebut akibat dari pada pergantian pimpinan yayasan dengan harapan agar dapat mengatasi masalah, akan tetapi sampai saat ini belum bisa diselesaikan,” ujarnya.

Karenanya, tambah dia wajar saja bila ada dokter yang berhenti kerja serta tenaga medis dan karyawan yang protes dan mengeluh karena mereka telah menjalankan kewajiban mereka namun hak-hak mereka tidak dipenuhi.

Ia berharap pihak Sinode GPM harus mengambil langkah cepat untuk membenahi manajemen RS Sumber Hidup, bila perlu Ketua yayasan diganti dengan orang yang lebih profesional.

“Kalau bisa jangan lagi dari kalangan politisi. Sinode GPM harus secapat mengambil langkah tegas dan tepat dalam membenahi tata kelola serta manajemen keuangan Sumber Hidup. Karena ini juga menyangkut nama baik GPM di mata warga Kota Ambon,” tandas Tiven. (S-50)