AMBON, Siwalimanews – Pemberian remunerasi bagi direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut tanpa perse­tujuan pemegang saham, adalah penyalahgunaan kewenangan serius.

Demikian dijelaskan praktisi hukum, Hendrik Lusikooy, kepada Siwalima, menyusul dinikmatinya remunerasi haram selama tiga tahun berturut-turut oleh para petinggi Bank Maluku Malut.

Menurutnya, dalam suatu korporasi, keputusan rapat umum pemegang saham merupakan keputusan tertinggi yang dipatuhi jajaran direksi dan komisaris Bank Maluku Malut.

Dijelaskan, jika persetujuan yang dikeluarkan pemegang saham yang baru dikeluarkan saat ada temuan OJK, maka keputusan tersebut tidak berlaku surut melainkan berlaku hanya kedepan.

“Jadi kalau tahun 2023 pemegang saham mengeluarkan circular letter untuk menyetujui pembayaran re­munerasi, maka hanya berlaku tahun-tahun kedepan, sedangkan pembaya­ran remunerasi sebelum persetujuan pemegang saham dika­tegorikan pe­nyalahgunaan kewena­ngan serius,” tegas Lusikooy, Se­lasa (15/8).

Baca Juga: 1.017 Napi Diusulkan Terima Remisi HUT RI

Menurutnya, kebijakan direksi dan komisaris terkait pemberian remunerasi yang mengikuti kebi­jakan direksi-direksi sebelumnya, adalah perbuatan melawan hukum penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan bank dirugikan.

Bahkan, kerugian tersebut juga dialami oleh masyarakat sebab se­bagian besar saham pada Bank Maluku Malut merupakan modal milik daerah, artinya uang daerah adalah uang rakyat. “Kalau bagi saya ini potensi ko­rupsi sudah ada, sebab keputusan pemegang saham tidak berlaku surut,” jelasnya.

Lanjutnya, solusi yang dike­luarkan Otoritas Jasa Keuangan agar direksi membuat circular letter merupakan solusi supaya kedepan­nya tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan lagi, tetapi tidak me­nghapus perbuatan melawan hukum yang dilakukan jajaran direksi, sehingga proses hukum harus jalan.

Peran SKAI Dipertanyakan

Dia juga mempertanyakan pera­nan Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) Bank Maluku Malut, sebab SKAI bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses pengen­dalian intern bank telah berjalan sebagaimana mestinya.

“Saya menduga sudah ada te­muan oleh SKAI tetapi sengaja ditu­tupi oleh direksi sehingga tidak ter­ekspos nantinya setelah OJK mela­kukan pemeriksaan baru ada temuan, ternyata pembayaran remunerasi tanpa dasar hukum,” ujarnya.

Terhadap persoalan ini, Lusikooy pun mendorong agar dilakukan audit penggunaan dana oleh jajaran direksi oleh lembaga independen, dan hasil­nya diserahkan ke aparat penegak hukum untuk dilakukan pengusutan kasus melalui audit investigasi.

“Kalau untuk bank sesuai UU Perseroan Terbatas maka yang di­min­takan adalah auditor indepen­den, hasil audit diserahkan kepada aparat penegak hukum barulah dilanjutkan dengan audit inves­tigasi, tetapi karena sudah ada te­muan OJK, maka aparat penegak hukum bisa menjadikan itu sebagai pintu masuk, nanti mekanisme penyelidikan seperti apa itu kewe­nangan penegak hukum.

Perbuatan Melawan Hukum

Terpisah, praktisi hukum Roni Samloy mengatakan berdasarkan UU Perseroan Terbatas maka kepu­tusan dan persetujuan pemegang saham merupakan keputusan ter­tinggi.

Konsekuensi dari ketentuan tersebut kata Samloy menyebabkan semua kebijakan yang ditempuh direksi tanpa ada persetujuan pe­me­gang saham masuk dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum.

“Kalau tidak ada persetujuan pemegang saham sedangkan direksi mengambil kebijakan untuk pem­bayaran remunerasi maka itu per­buatan melawan hukum,” tegasnya.

Menurutnya, persoalan pemba­yaran remunerasi tanpa dasar hu­kum berupa persetujuan pemegang saham harus diproses secara hukum agar ada efek jera.

“Karena ini terjadi perbuatan melawan hukum maka patut di­mintakan pertanggungjawaban me­la­lui mekanisme hukum,” cetusnya.

Sebelumnya, akademisi Hukum Unpatti, George Leasa mengatakan, tidak ada dasar hukum yang dipakai oleh Bank Maluku Malut melakukan pembayaran remunerasi bagi pega­wai tetap, direksi maupun komisaris, ka­rena keputusan tertinggi adalah RUPS.

Mirisnya lagi, jika pembayaran remunerasi yang sudah berlangsung lama dan tanpa ada dasar hukum, maka tentu negara telah dirugikan begitu banyak.

“Kalau persetujuan besaran remu­nerasi tidak ada, tetapi dilakukan pembayaran atas dasar kebijakan direksi maka itu melanggar hukum sebab, hukum tertinggi adalah kepu­tusan pemegang saham,” ungkap Leasa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (14/8).

Menurutnya, RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam Bank Maluku dan Maluku Utara, dimana setiap keputusan yang diambil oleh pemegang saham merupakan landasan hukum bagi manajemen Bank Maluku untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Tugas RUPS kata Leasa, yakni menetapkan pendapatan, belanja dari bank termasuk persetujuan besaran remunerasi bagi direksi dan komisaris.

Leasa mengatakan, apa yang di­lakukan dewan direksi dan komisaris dalam bank merupakan satu per­buatan melawan hukum kendati pun OJK kemudian memerintahkan agar diminta persetujuan circular letter kepada pemegang saham.

“OJK kan baru minta sekarang tetapi pembayaran telah dilakukan, artinya sudah terjadi dugaan penyelewengan atau penggelapan baru diminta buat persetujuan, itu bagaimana,” ucap Lessa.

Lanjut Leasa, walaupun nanti seluruh pemegang saham setuju dengan circular letter, maka mesti­nya persetujuan tersebut berlaku sejak dokumen tersebut ditandata­ngani oleh pemegang saham, bukan untuk perbuatan yang sudah terjadi di tahun kemarin.

“Apakah persetujuan pemegang saham ini berlaku surut? Tidak mungkin berlaku surut karena ini soal untuk ruginya perusahaan,” jelasnya.

Leassa pun menegaskan, akibat dari kebijakan direksi telah meng­akibatkan Bank Maluku dan Maluku Utara mengalami kerugian sebab perbuatan yang dilakukan  menya­lahi ketentuan.

“Semua keputusan yang diambil terkait dengan kebijakan yang dilaku­kan oleh direksi dan komisaris harus tunduk pada keputusan pemegang saham melalui RUPS yang dilakukan setiap tahun, per­nyataannya kenapa soal remunerasi ini tidak menjadi persetujuan RUPS,” kesalnya

Belum Disetujui

Terpisah, Kepala Otoritas Jasa Ke­uangan Perwakilan Maluku, Ronny Nazar mengakui menemukan pembayaran remunerasi bagi pe­gawai, direksi maupun komisaris Bank Maluku Malut.

Pasalnya, pembayaran remunerasi tersebut belum memenuhi syarat administrasi yakni persetujuan pemegang saham.

Walau demikian, hal itu bukanlah merupakan kejahatan perbankan dalam proses pembayaran remu­nerasi tersebut.

Kata dia, hasil temuan OJK ter­hadap pembayaran remunerasi me­rupakan isu rahasia antara otoritas dengan bank dalam rangka peme­riksaan atau pengawasan.

Demikian kata Nazar kepada wartawan di ruang rapat lantai 4 gedung OJK, Karang Panjang, Ambon, Senin (14/8).

Menurutnya, remunerasi yang diterima oleh direksi dan komisaris Bank Maluku merupakan hal yang normal dan hampir terjadi seluruh BPD maupun bank lain dengan pola pemberian remunerasi seperti itu.

Bahkan, pembayaran remunerasi bagi direksi dan komisaris Bank Ma­luku Malut bukan baru berlangsung dua tahun belakangan tetapi sejak ta­hun 2012. Artinya, periode pemba­ya­ran remunerasi di Bank Maluku Malut telah terjadi sejak lama dan sudah hal yang bisa di Bank Maluku bahkan diketahui oleh pemegang saham.

“Tidak pernah menjadi isu bagi pemegang saham kecuali ini terjadi­nya satu tahun terakhir,” ujarnya.

Namun, berdasarkan hasil peme­riksaan OJK menemukan adanya pembayaran remunerasi kepada direksi dan komisaris tetapi belum memenuhi syarat administrasi yakni persetujuan pemegang saham.

Untuk menyelesaikan masalah ini, lanjut Nazar dapat dilakukan dengan dua cara, yakni diselesaikan melalui circular letter atau melalui RUPS.

“Supaya ini tidak menjadi isu secara administrasi, sehingga kami minta ada dua cara yakni RUPS secara fisik dan melalui circular,” bebernya.

Menurut Nazar, baik RUPS mau­pun circular letter memiliki kekuatan yang sama sebab dijamin oleh UU Tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

Namun, mengingat waktu yang tidak memungkinkan, maka OJK menyarankan agar dilakukan melalui circular letter, sebab jika melalui RUPS pasti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengum­pulkan seluruh pemegang saham.

“Kami ingin segera secepatnya diselesaikan masalah administrasi ini, makanya kalau diberikan circular itu lebih baik dan informasinya tinggal dua pemegang saham yang belum tanda tangan, karena berada diluar kota. Lagi pula nilai kekuatan sama cuma caranya saja yang berbeda,” tegasnya.

Nazar pun memastikan tidak ada bentuk kejahatan perbankan yang dilakukan oleh manajemen Bank Maluku Malut, sebab remunerasi merupakan hak yang dapat diterima oleh pengurus.

“Mereka menerima yang mestinya mereka terima tapi secara admini­strasi belum dilengkapi dalam doku­men resmi yang disetujui oleh pe­megang saham. Makanya kita minta bikin statement tertulis dari peme­gang saham,” paparnya.

Selain itu, lanjut Nazar, circular letter tidak merubah apapun hanya melengkapi secara administrasi dan mempertegas bahwa hak yang diterima sudah diketahui dan dise­tujui oleh pemegang saham.

OJK lanjut Nazar juga meminta agar dievaluasi dan dilengkapi administrasi supaya tata kelola dari masalah remunerasi ini lebih baik.

Salahi Aturan

Seperti diberitakan sebelumnya, Direksi dan komisaris Bank Maluku Malut, diduga melakukan praktik menyimpang yang tak boleh dilakukan oleh manajemen bank di era modern.

Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Keua­ngan tahun 2023, tentang pemberian remunerasi kepada Direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang dinilai telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Mereka mencoba mengakali te­muan OJK itu, dengan modus men­jalankan circular letter, yang didis­tribusikan ke seluruh bupati dan walikota, serta Gubernur Maluku dan Maluku Utara, sebagai peme­gang saham.

Pelaksanaan RUPS Sirkuler ini, pada intinya meminta persetujuan para pemegang saham tentang remu­nerasi bersifat variabel berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hi­ngga saat ini, namun belum men­dapat persetujuan dari pemegang saham.

Praktik busuk ini dilakukan untuk mengakali pemberian bonus triwu­lan kepada direksi dan komisaris yang telah berlangsung sejak tahun 2021 sampai 2023, namun belum pernah disetujui pemegang saham sama sekali. Dengan kata lain, direksi dan komisaris meminta persetujuan untuk dilakukan pemutihan seluruh dana yang sudah masuk ke kantong mereka tahun 2021.

Hal ini tentu saja melanggar ke­tentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material dengan nilai yang cukup fantastis.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang( Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.

Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam atu­ran tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan.

Bila nantinya direksi dan komi­saris tidak melakukan penyetoran kem­bali, atau mengembalikan selu­ruh biaya yang sudah mereka terima selama ini, otomatis bank akan mengalami kerugian materiil dan hal ini dapat dipersamakan dengan tindakan fraud dan atu kejahatan perbankan.

Sumber Siwalima di Bank Maluku menyebutkan, kebijakan circular letter ini dilakukan, setelah manajemen mengetahui bahwa telah terjadi kesalahan dalam pembayaran remunerasi selama ini.

Sumber yang meminta namanya tidak ditulis itu menduga, circular letter ini dilakukan atas arahan dan petunjuk OJK, atas temuan mereka.

Sumber yang sesehari bekerja di lantai 3 Kantor Bank Maluku Malut, meminta aparat penegak hukum untuk segera bertindak dan mem­bongkar langkah yang bisa mem­bawa dampak buruk ke bank.

“Penegak hukum, KPK, jaksa atau polisi, harus mengungkap kasus ini agar tidak merugikan bank dan daerah,” harapnya.

Circular Resolution

Dokumen sirkular letter yang digagas manajemen bank pelat merah itu dicetak dalam dua hala­man, dan dikirim ke seluruh peme­gang saham.

Direksi, komisaris maupun pim­pinan cabang, ditugaskan khusus untuk mengantar dokumen yang mereka kategorikan super rahasia itu langsung ke tangan pemegang saham.

Tak tanggung-tanggung, jajaran direksi yang langsung memberikan arahan kepada si pengantar doku­men super rahasia itu melalui pesan WhatsApp.

Selain itu si pengantar juga diha­ruskan bisa menerangkan secara detail, maksud dan tujuan penanda­tanganan dokumen tersebut.

Salah satu poin dalam dokumen itu menyebutkan, “Menyetujui pem­berian remunerasi sebagai berikut:

  1. Remunerasi bersifat tetap kepada Pegawai Tetap, Direksi (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Direksi meliputi Direktur Utama dan para Direktur lainnya) serta Dewan Komisaris (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Dewan Komisaris meliputi Komisaris Utama dan para Komisaris lainnya), sebagai berikut:
  2. Bagi Pegawai Tetap: Ditentukan lebih lanjut melalui Keputusan Direksi.
  3. Bagi Direksi dan Dewan Ko­misaris, sebagai berikut:
  4. Gaji telah ditetapkan melalui RUPS Luar Biasa pada tanggal 27 September 2022;
  5. Tunjungan setiap tahun buku, berupa:

(a) Tunjangan Hari Ulang Tahun sebesar 1 (satu) kali gaji ;

(b) Tunjangan Hari Raya sebesar 3 (tiga) kali gaji;

(c) Tunjangan Cuti sebesar 1 (satu) kali gaji;

(d) Tunjangan Rumah Dinas atau Sewa Rumah Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji ;

(e) Tunjangan Pakaian Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji”.

Poin lainnya berbunyi: “Bahwa Pemegang Saham Perseroan menye­tujui bahwa Keputusan Sirkuler ini juga merupakan pemberitahuan se­cara tertulis kepada Pemegang Saham Perseroan. Oleh karena itu, tidak diper­lukan lagi pemberitahuan sebelumnya, dan Pemegang Saham Perseroan menyadari dan telah mengetahui seluruh usul yang diajukan”.

Hanya Menyatukan

Dihubungi terpisah, Direktur Bank Maluku Malut, Syahrizal Im­bran yang dikonfirmasi Siwalima mengungkap­kan, langkah yang dilakukan dengan menyurati selu­ruh pemegang saham Bank Maluku Malut adalah hanya untuk menyatukan saja dan bukan karena ada penyimpangan.

“Tidak, kita RUPS setiap tahun. Betul kita surati dan itu hanya untuk menyatukan saja, karena selama ini terpisah-pisah,” ujar Syarizal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (13/8).

Menurutnya, pihaknya melaksa­nakan RUPS setiap tahun dan seluruh laporan keuangan diterima oleh se­luruh pemegang saham dalam RUPS tersebut, sehingga langkah yang dilakukan dengan melakukan circular letter adalah untuk menyatukan saja.

“Iya kita lakukan C/L itu atas usul dan saran komisaris karena selama ini kan terpisah-pisah karena banyak itu pemegang saham, sehingga dilakukan untuk menyatukan, dan tidak ada penyimpangan karena laporan keua­ngan kita kan Wajar Tanpa Penge­cualian,” ujarnya.

Ketika ditanyakan apakah kebijakan C/L ini dilakukan kepada sejumlah pemegang saham di Provinsi Maluku dan Maluku Utara karena adanya te­muan dari OJK, Syarizal memban­tahnya, karena tidak ada temuan tetapi kebijakan itu dilakukan. (S-20)