Dipolisikan, Pengacara: Kami Siap!
Harian Pagi Siwalima siap menghadapi langkah Gubernur Maluku, Murad Ismail yang melaporkan Siwalima ke Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Rabu (28/4).
Menurut kuasa hukum Siwalima, Lauritzke Mantulameten tindakan Gubernur Maluku yang melaporkan Siwalima atas pemberitaan terkait dengan pengadaan mobil dinas Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku, adalah sebuah tindakan yang tak berdasar hukum
Alasannya, Satu Koran Siwalima adalah perusahaan pers berbadan hukum yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik dan kantor berita yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan Informasi yang tepat, akurat dan benar sesuai Pasal 1 poin (2) UU No.40/1999 tentang Pers.
Dua, pemberitaan yang disampaikan oleh koran Siwalima merupakan pemberitaan yang sah dan dilindungi oleh UU, karena dalam Pasal 4 UU Pers No.40/1999, Pers mempunyai hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi yang didapat. Sebab salah satu fungsi pers adalah sebagai media informasi dan kontrol sosial terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dst;
Tiga, tindakan pelaporan Gubernur Maluku terkait pemberitaan koran Siwalima berpotensi mengancam kebebasan pers dan menghambat terpenuhinya hak masyarakat untuk memperoleh berita dan informasi yang tepat, akurat dan benar. Dalam melaksanakan profesi jurnalis mendapat perlindungan hukum sehingga jurnalis yang menjalankan profesinya, tidak dapat dipidanakan karena mereka bekerja untuk kepentingan Umum.
Baca Juga: Bunuh Istri, Tamher Divonis 10 Tahun Penjara“Pasal 4 UU Pers juga menyatakan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pers bekerja untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui segala informasi yang perlukan masyarakat termasuk penggunaan anggaran pemerintah untuk kepentingan umum ataukah kepentingan diluar kepentingan masyarakat,” jelas Matulameten kepada Siwalima, Rabu (28/4).
Empat, andaikata terdapat keberatan terhadap pemberitaan yang sampaikan oleh Koran Siwalima maka semestinya Gubernur Maluku menempuh mekanisme yang diatur dalam UU pers No.40/1999 untuk melakukan Hak Jawab dan Hak Koreksi terhadap Pemberitaan tersebut, apabila yang bersangkutan merasa dirugikan oleh pemberitaan tersebut. Selanjutnya bila mekanisme tersebut tidak menyelesaikan masalah pemberitaan dimaksud maka Gubernur Maluku dapat mengadukan Koran Siwalima ke Dewan Pers untuk dilakukan dimediasi. Nantinya Dewan pers yang berwenang menilai apakah pemberitaan tersebut melanggar kode etik jurnalis ataukah tidak, prosesnya harus begitu dinegara Republik Indonesia ini, bukan semena-mena melaporkan Koran Siwalima ke pihak kepolisian.
Lima pihak kepolisian dalam menerima pengaduan dan/atau pelaporan yang berkaitan dengan pemberitaan sebuah media cetak, tidak dapat secara langsung menerima pengaduan/pelaporan tersebut, karena berdasarkan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor : B/15/II/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan yang ditanda tangani langsung oleh Kapolri Tito Karnavian. Bila ada terdapat laporan kasus sengketa pemberitaan media, kepolisian semestinya mengarahkan pengadu/pelapor untuk menempuh hak jawab.
Enam, Lebih lanjut apabila pihak kepolisian tetap memaksakan untuk pengaduan/pelaporan Gubernur Maluku tetap ditindaklanjuti, maka seharusnya pihak kepolisian melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap pengelolaan anggaran pengadaan mobil jabatan Gubernur Dan Wakil Gubernur Maluku, apakah sesuai dengan ketentuan perundangan ataukah tidak, sehingga dari pemeriksaan awal tersebut dapat ditemukan fakta yang sebenarnya apakah pemberitaan Siwalima merupakan fakta ataukah fitnah, dan perkara ini tetap dipakai mekanisme UU Pers bukan KUHP.
Hal ini diungkapkan kuasa Hukum Harian Pagi Siwalima menanggapi laporan dari kuasa hukum Gubernur Maluku, Murad Ismail, Yonathan Kainama.
Kainama usai melaporkan Siwalima mengungkapkan, pihaknya diberikan kuasa oleh Murad Ismail untuk mengajukan laporan atau pengaduan ke pihak kepolisian terkait pemberitaan Siwalima baik cetak maupun online yang pada intinya mencemarkan nama baik Murad Ismail secara pribadi.
Meskipun begitu Kainama mengaku belum ada laporan polisi (LP). Kenapa? Karena kasus ini delik aduan, pihak penyidik Satreskrim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease baru sebatas meminta klarifikasi dari pihaknya selaku pelapor.
Terkait dengan substansi laporan, Kainama menjelaskan kalau pihaknya melapor berkaitan dengan pencemaran nama baik pribadi seorang Murad Ismail (MI) soal pengadaan dan mobil milik pribadi.
Kainama mengaku, merujuk MoU antara Polri dengan dewan pers terdapat dua alternatif, pertama bisa menempuh hak jawab atau hak koreksi dan laporan kepada Dewan Pers. Kedua, bisa juga kalau pengaduan itu dapat langsung dilaporkan ke kepolisian.
Organisasi Pers Kecam
Menggapi sikap gubernur yang mengambil melaporkan Siwalima ke polisi, sejumlah kalangan baik organisasi pers dan praktisi media mengecam tindakan gubernur melaporkan Siwalima ke polisi.
Anggota Dewan Kehormatan Daerah PWI Maluku, Novi Pinantoan mengatakan, dari aspek pemberitaan yang disajikan Siwalima rasanya tidak berlebihan, usaha cheek dan ricek sudah dilakukan kepada pejabat yang berwenang, dalam hal ini Kepala Kantor Perwakilan Maluku di Jakarta.
“Menurut beta, dari aspek pemberitaan rasanya tidak ada yang berlebihan. Usaha check dan richeck juga sudah dilakukan kepada pejabat yang berwenang, dalam hal ini Kepala Kantor Perwakilan Maluku di Jakarta.
Dengan demikian, kata Pinantoan kepada Siwalima, Rabu (28/4) dari sisi kode etik jurnalistik dan UU Pers No 40 tahun 1999 tidak ada pelanggaran berat dalam berita Siwalima tentang pengadaan mobil dinas Gubernur Maluku. Apalagi Kepala Kantor Perwakilan di Jakarta juga ada komentar dalam berita. Meski terkesan menghindari substansi materi pemberitaan saat dikonfirmasi
Selain itu. berita tentang mobil dinas untuk gubernur Itu ranah ruang publik bukan provasi sehingga harusnya diklarifikasi oleh Pemprov atau Humas. “Kalaupun gubernur langsung yang beri klarifikasi, mestinya itu dilakukan dalam konteks hak jawab atau hak koreksi sesuai UU Pers No 40 tahun 1999 kepada media yang publikasi berita tersebut bukan beri klarifikasi di media lain, atau kenapa tidak bikin konferensi pers secara terbuka,” ujarnya.
Selain UU Pers, ada juga UU Nomor 14 tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Informasi dugaan penyalahgunaan pembelian mobil dinas itu bukan masuk kategori informasi yang dikecualikan, atau tidak boleh diekspos. Karena baik gubernur maupun pemprov itu lembaga publik. Jadi masyarakat juga aparatur pemerintahan harus tahu itu.
“Jadi kalau gubernur melaporkan ke polisi. Laporannya dalam kapasitas pribadi atau gubernur?. Disisi lain jangan lupa tentang sengketa pers itu harus diselesaikan dengan peraturan lex spesialis yakni UU Pers itu sendiri. Apa langkah awalnya sudah sampaikan hak jawab atau belum?, karena dengan hak jawab lembaga pers wajib publikasikan.
Dari berbagai pengalaman sengketa pemberitaan atau pers, lanjut Pinantoan, aparatur hukum akan gunakan mekanisme UU Pers tersebut serta dalam aspek etika, bila hak jawab sudah disampaikan maka lasimnya tidak ada kelanjutan proses hukum atau sering juga dilakukan mediasi kepada dua belah pihak yang berpatokan pada UU Pers juga.
Hal lain, kata Pinontoan, jangan lupa pula peran dewan pers yang punya kewenangan menilai ada tidaknya pelanggaran kode etik dalam pemberitaan, sehingga suatu berita dinyatakan langgar kode etik dan diberi sanksi. Langkah-langkah itu sudah dilakukan pelapor atau belum?.
“Untuk itu mari pahami apa itu hak jawab?, hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Peraturan tentang hak jawab ini dimuat Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 dalam pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15,” katanya.
Pinantoan menegaskan, pers tidak bisa dibungkam dengan kriminalisasi pemberitaan. “Nah mari kita lihat selanjutnya. Intinya, beta mau bilang bahwa pers tidak bisa dibungkam dengan kriminalisasi pemberitaannya,” tegasnya.
Ancaman Kebebasan Pers
Ketua Asosiasi Jurnalistik Independen Maluku, Tajudin Buano menilai, sikap Gubernur Maluku, Murad Ismail yang melaporkan jurnalis terkait dengan pemberitaan dimedia masa merupakan ancaman bagi kebebasan pers di Maluku.
“Sebenarnya sikap gubernur ini menjadi alarm buruk untuk kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Maluku, karena kalau sampai melaporkan itu sebenarnya sudah terlalu berlebih gubernur merespon pemberitaan media dan akan menjadi ancaman bagi wartawan atau media lain untuk menulis berita yang mengkritik pemerintah,” ungkap Tajudin kepada Siwalima, Rabu (28/4).
Menurutnya, pemberitaan yang dilakukan oleh Siwalima bukan suatu tindakan menyerang pribadi dan sebagainya, melainkan sebagai bentuk kerja sebab kerja jurnalistik akan berada pada tahap klarifikasi dan konfirmasi.
Sikap yang diambil gubernur merupakan kekeliruan, sebab sampai saat ini pun gubernur belum berbicara secara resmi kepada media bahwa apa yang diberitakan tidaklah benar, namun sebaliknya mengambil langkah hukum.
“Seharusnya gubernur jangan dulu menempuh jalur hukum dan kalau bisa jangan menempuh jalur kepolisian, tetapi memiliki hak klarifikasi apabila merasa tudingan itu tidak benar maka gubernur harus melakukan klarifikasi dan dimuat kembali, dan kalau belum puaa maka ada dewan pers untuk diselesaikan dengan sengketa dewan pers bukan delik pidana,” tutupnya
Tindakan Intimidasi
Hal yang sama juga disampaikan pimpinan Redaksi Metro Maluku Max Aponno. Aponno menilai tindakan gubernur merupakan bentuk intimidasi dan pengekangan media di era transparansi saat ini.
Menurutnya, dizaman keterbukaan saat ini apa yang dilakukan Gubernur Maluku, Murad Ismail tidak dapat dibenarkan, karena sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers telah menyediakan ruang untuk memberikan tanggapan dan klarifikasi terhadap suatu berita yang diduga tidak benar.
Selain itu, jika terjadi ketidakpuasan atas pemberitaan suatu media, seharusnya gubernur melaporkan kepada dewan pers bukan sebaliknya melaporkan kepada kepolisian yang memang tidak memiliki kewenangan. “Jadi gubernur seharusnya memberikan tanggapan melalui sarana itu, tidak bisa langsung lapor ke polisi, karena ketika melaporkan ke polisi maka kepolisian tidak bisa bertindak. Tapi kalau dilaporkan kepada dewan pers maka itu merupakan hal yang tepat,” tegas Aponno.
Ditambahkan, gubernur sebagai pejabat publik harusnya bersedia dikritik bukan hanya ingin berita yang bersifat pujian saja.
“Gubernur sebagai pejabat publik harusnya bersedia dikritik, jangan mau dipuji dengan berita-berita yang baik saja. Tapi berita-berita yang mengoreksi, pak gubernur marah. Sebagai pejabat publik gubernur harus mengoreksi diri,” tandasnya.
Polisi Diminta tak Usut
Sedangkan Pimpinan Media Online Sentral Timur.com Suryanto mengatakan, jika pada akhirnya gubernur melalui kuasa hukum mempidanakan Siwalima, maka sebagai pekerja media minta polisi menahan diri tidak memproses pengaduan yang terkait dengan pemberitaan itu.
Hal ini disebabkan karena, produk yang dihasilkan oleh Siwalima baik dalam bentuk berita merupakan hasil karya jurnalistik yang dihasilkan oleh media.
Perselisihan diakibatkan pemberitaan itu seharusnya diselesaikan berdasarkan mekanisme yang diatur dalam UU Pers yaitu dewan pers bukan kepada pihak kepolisian, karena UU Pers Nomor 40 menegaskan soal itu.
“Kami minta kepada aparat kepolisian jangan serta merta karena yang melapor itu penguasa dan mengabaikan UU pers. Beta lebih banyak penekanan kepada UU Pers tetapi juga dalam pasal 4 menyebutkan, menjamin kerja pers pasal 6 dan pasal 8,” tuturnya.
Untuk itu, lanjut dia, kepolisian dalam hal ini Polresta Pulau Ambon dan Pp Lease menggunakan prosedur yang telah diatur dalam UU Pers, bukan memakai rana pidana umum. Ini bukan pencemaran nama baik tetapi karya jurnalistik.
Menurut Yanto, sebenarnya gubernur paham tentang UU Pers tidak bisa langsung serta merta lapor ke polisi tetapi ada tahapan klarifikasi, hak jawab lebih dahulu, dan jika tidak direspon oleh media terkait, maka bisa menggunakan tahapan selanjutnya yaitu melapor ke dewan pers.
“Pada akhirnya nanti polisi merespon laporan gubernur kemudian memproses hukum Siwalima, maka akan membuka peluang terjadinya kriminalisasi terhadap junaslis dan media di Maluku, bukan saja kepada Siwalima mungkin saja kedepan ada pejabat yang merasa terusik dengan karya jusnalistik kemudian melapor maka tentu saja akan terjadi kriminalisasi pers, padahal hal itu bertentangan dengan UU Pers.
Langkah gubernur ini juga mengancam tugas dan kerja dalam pilar demokrasi di indonesia. Tetapi langkah ini juga mengancam semua media di Maluku, jadi saya mau tekankan bahwa dalam UU Pers itu ketidakpuasan dalam sebuah berita harus diselesaikan dalam UU pers sesuai mekanisme, hak jawab, memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang dianggap merugikan dia, dan selanjutnya kewajiban media memberitakan hak jawab itu secara profesional.
Dia meminta, semua pihak baik pejabat di pusat, daerah hingga masyarakat untuk menghormati kerja pers dalam menjalankan profesinya, bila ada yang tidak puas dalam pemberitaan hingga terjadi perselisian harus menyelesaikan masalah ini dengan UU pers.
Harus Klarifikasi
Dihubungi terpisah, praktisi hukum, Nelson Sianressy mengatakan lazimnya pengadaan suatu proyek pemerintah tidak bisa dilakukan oleh pemda langsung, tetapi harus melalui proses tender yang dilakukan secara terbuka. Jika tidak dilakukan tender terhadap proyek pengadaan dengan nilai anggaran miliaran rupiah, maka hal itu bertentangan dengan aturan dan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi. “Kalau tidak tender tetapi penunjukan langsung maka hal itu bertentangan dengan aturan dan berpotensi terjadi tindak pidana korupsi,” ujar Sianressy.
Sianressy menegaskan, jika Pemprov Maluku dalam hal ini Sekretaris Daerah harus bertanggungjawab selaku kuasa pengguna anggaran walaupun dalam praktiknya, tidak terlepas dari perintah atau instruksi dari gubernur.
“Kalau ada perintah dari gubernur, maka gubernur juga harus bertanggungjawab,” tuturnya.
Menurutnya, Pemprov Maluku dalam hal ini gubernur harus dapat mengklarifikasi bukan sebaliknya melaporkan media yang memberitakan ke polisi.
“Harus mengklarifikasi bukan sebaliknya melaporkan media yang memberitakan ke polisi. Gubernur harus memahami bahwa menurut UU Pers tidak boleh langsung dilaporkan ke polisi, tetapi harus melakukan hak jawab dahulu,” pungkasnya.
Praktisi hukum lainnya, Fistos Noya mengatakan, Pemprov seharusnya tunduk pada ketentuan hukum yang terjadi. Artinya, jika Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatakan harus tender maka harus dilakukan tender. “Harus patuh pada ketentuan karena itu harus tender karena proses diatas maka harus ditender,” ujarnya.
Kata Noya, proses penujukan langsung dapat dilakukan bila terdapat keadaan darurat yang tidak dapat dihindarkan. Olehnya gubernur harus dapat memberikan klarifikasi bukan sebalikanya melaporkan media yang memberitakan kesalahan secara hukum yang telah dilakukan oleh Pemprov Maluku.
“Jadi pemerintah harus bertanggungjawab, ini kepentingan masyarakat dan masyarakat harus mengetahui sampai mengapa bukan mobil baru tapi mobil bekas. Apalagi dari pendekatan yuridis ini sudah salah bukannya melaporkan media,” tegasnya.
Seharusnya kata Noya, Gubernur Maluku Murad Ismail harus mengambil keputusan untuk melapokan media dimaksud ke dewan pers bukan ke kepolisian.
Diusut Penegak Hukum
Tokoh masyarakat Maluku, Hamid Rahayaan mengatakan, apapun yang dilakukan yang berhubungan dengan keuangan negara itu harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Gubernur dan Wakil Gubernur mereka adalah pimpinan daerah provinsi ini tidak boleh sewenang-wenang, mentang-mentang berkuasa lalu seenaknya membuat kebijakan diluar aturan. Harus diingat bahwa jabatan yang diemban itu adalah amanah dan harus dipertanggungjawabkan kepada manusia dan Tuhan,” jelas Rahayaan.
Kata mantan Wakil Walikota Tual ini, sebagai kepala daerah tidak boleh buat kebijakan yang bertentangan dengan aturan. Selain itu, masalah ini menjadi masukan bagi aparat penegak hukum baik KPK, kejaksaan dan kepolisian untuk tidak boleh tutup mata.
“Aparat penegakan hukum tidak boleh tutup mata dan tidak boleh tinggal diam. Jangan karena gubernur mantan polisi lalu dilindungi. Kalau Polda tidak mengambil langkah, maka bisa saja rakyat merasa tidak percaya dengan polisi. Karena itu penegak hukum harus mengambil langkah karena prosesnya salah,” tegasnya.
Rahayaan berharap, polda dan kejaksaan jangan diam mengambil langkah karena pengadaan mobil dinas dilakukan tidak sesuai dengan aturan. “Jangan karena kepala daerah sipil lalu secepatnya ambil langkah, tapi kalau berasal dari aparat kepolisian terus dibiarkan begitu. Nanti akhirnya rakyat tidak percaya dengan aparat penegak hukum,” tegas dia.
Rahayaan menilai, telah terjadii penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri yang menjurus pada dugaan tindak pidana korupsi.
“Masakan mobil bekas. Ini masalahnya tidak boleh pengadaan mobil bekas. Karenanya polda harus mengambil langkah,” tegasnya.
“Saya minta kepada Polda Maluku kalau masalah ini tidak ditangani, maka jangan lagi melakukan proses hukum pada kasus-kasus yang lain, karena tidak berlaku adil dalam menangani masalah.
Jika gubernur karena kasus pengadaan mobil dinas tersebut kemudian melaporkan Siwalima ke polisi, kata dia, polisi harus berlaku adil. Ini kan benar dan tugas media untuk mengungkapkan sesuatu kebenaran. Kebenaran itu harus ditingkatkan dan ini fungsi kontrol dari media dan ini dijamin oleh peraturan perundang-undangan khusunya Undang-Undang Pers. (S-19/S-39/S-50)
Tinggalkan Balasan