AMBON, Siwalimanews – Polisi segera menentukan status David Katayane, usai diperiksa sebagai terlapor pelecehan seks oleh bawahannya.

Nasib Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Maluku, segera ditentukan, usai penyidik Polda Maluku menggelar perkara.

DK sebutan akrab David Katayane, Senin (24/7), menjalani periksaan dari pukul 10.00 WIT hingga sore hari oleh Subdit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Direskrimum Polda Maluku.

“Iya benar kemarin yang bersangkutan sudah diperiksa, setelah laporan resmi korban hari Selasa minggu lalu,” ungkap Direktur Reskrimum Polda Maluku, Kombes Andri Iskandar yang dikonfir­masi Siwalima di Ambon, Selasa (25/7).

Menurutnya, status DK saat diperiksa masih sebagai saksi dan status ini akan ditentukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dalam waktu dekat ini.

Baca Juga: Terbukti Membunuh, Pemuda Ini Dituntut 15 Tahun Penjara

“Status Kadis PPPA masih sebagai saksi, dan dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara,” tuturnya.

Selain DK, lanjutnya, penyidik juga sudah memeriksa korban, dimana proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi juga akan dilakukan.

Sedangkan terkait dengan pene­tapan tersangka, Iskandar kembali menegaskan akan digelar perkara.

DK diganjar dengan pasal 6 huruf b UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022

Adapun bunyi pasal 6 huruf b UU TPKS yaitu, setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Periksa Sejumlah Saksi

Seperti diberitakan sebelumnya, setelah turun dari jabatan sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Pe­rempuan dan Anak Provinsi Maluku, David Katayane belum boleh bernafas lega.

Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap salah satu pegawainya itu kini jadi atensi pihak kepolisian.

Sumber Siwalima di Polda Maluku menyebutkan, korban pelecehan yang langsung memberikan laporan, terhadap aksi tidak senonoh yang dilakukan Katayane.

Subdit PPA Ditreskrimum Polda Maluku sementara gencar mela­kukan penyelidikan dalam kasus tersebut.

“Untuk kasus ini sementara dalam penyelidikan,” jelas Dirkrimum Polda Maluku, Kombes Andri Iskandar kepada Siwalima di Mako Ditrimum Polda Maluku, Batu Meja, Kamis (20/7).

Untuk menguatkan dugaan pelecehan seksual tersebut, kini polisi telah menggarap keterangan dari sejumlah saksi.

“Sejumlah saksi sementara kita periksa,” ujarnya singkat.

Iskandar belum dapat memberikan komentar lebih jauh soal apakah ada keterangan saksi yang memberatkan perbuatan David Katayane yang harusnya memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak di Maluku sesuai fungsi dinas yang Ia pimpin itu. “Masih proses lidik,” tandasnya lagi.

Akan Surati Kapolda

Menyikapi dugaan pelecehan seksual yang dilakukan lKatayane, DPRD Maluku akan menyurati Kapolda Maluku Irjen Pol Lotaria Latif, guna meminta keseriusan dalam mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Katayane terhadap stafnya.

“Saya sudah telepon Kapolda Maluku dan kita minta kasus ini diproses secara hukum agar ada efeknya jera, baik terhadap pelaku maupun pembelajaran bagi yang lain termasuk anggota DPRD Maluku,” jelas Watubun kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Kamis (19/7).

Sebagai pimpinan DPRD, Watu­bun memastikan pihaknya akan mengawal ketat pengusutan kasus yang melibatkan anak buah Murad Ismail, agar sampai ke pengadilan sebagai bentuk pertanggung ja­waban politik dan moral kepada masyarakat Maluku khususnya para perempuan.

Selain menyurati Kapolda, lanjut Ketua DPD PDIP Maluku ini, seba­gai bentuk protes keras lembaga legislatif ini, maka Katayane tidak diperkenankan untuk hadir di lembaga DPRD.

“DPRD akan melanjutkan proses yang diajukan kepada semua pihak sebagai pertanggungjawaban politik atas kejahatan seksual yang dilakukan Kadis P3A termasuk menyurati Gubernur Maluku untuk meminta yang bersangkutan diber­hentikan dari jabatannya,” jelasnya.

Menurutnya, DPRD Maluku mengecam keras tindakan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan David Katayane sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

“DPRD telah menerima aspirasi gerak bersama perempuan Maluku dimana tuntutannya telah jelas dan terang benderang maka DPRD pun bersikap yang sama menuntut Gu­bernur untuk segera memberhenti­kan kadis P3A dari jabatannya,” tegas Watubun.

Perbuatan yang dilakukan Kata­yane, kata Watubun tidak dapat ditolerir dengan alasan apapun, sebab Kepala Dinas P3A mestinya menjaga kehormatan dari perem­puan bukan sebaliknya melakukan perbuatan yang melecehkan harkat dan martabat perempuan.

Watubun menambahkan, pem­berhentian Kadis P3A dari jabatan­nya, wajib dilakukan Gubernur Maluku Murad Ismail guna mem­permudah proses penegakan hukum yang akan dilakukan oleh Polda Maluku.

Mengundurkan Diri

Pasca mencuatnya laporan du­gaan kasus pelecehan seksual, David Katayane pun mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai kepala dinas.

Kepastian pengunduran diri dari jabatannya, dibenarkan Katayane. Kepada Siwalima melalui pesan WhatsApp, Rabu (17/7), Katayane mengaku telah memasukan surat pengunduran diri dari jabatannya, kepada Gubernur Murad Ismail.

“Iyah, benar saya telah mengaju­kan pengunduran diri,” ungkap Katayane.

Adapun surat pengunduran diri dari jabatannya disampaikan Katayane, Selasa (18/7).

Katayane pun memastikan jika dirinya belum mengetahui jika ada laporan polisi terkait dengan kasus dugaan pelecehan seksual.

“Maaf beta belum tau tentang laporan polisi,” jelasnya.

Mantan Kasatpol PP Maluku ini enggan berkomentar lebih lanjut bahkan terkait dengan proses hukum yang sedang dilakukan oleh Polda Maluku sesuai perintah Kapolda Maluku Irjen Pol Lotaria Latif.

Aktivis Demo

Setelah ditekan aksi demo, pelaku tindak pelecehan seksual itu langsung mengundurkan diri dari jabatannya.

Beberapa saat sebelum mundur, dua kelompok berbeda melakukan demo menuntut Katayane, diber­hentikan dari jabatannya.

Ratusan aktivis perempuan di Maluku mengecam keras tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Katayane.

Mereka turun ke jalan dengan menggelar demonstrasi di Kantor Gubernur Maluku, Selasa (18/7), menuntut Gubernur Maluku, Murad Ismail, mencopot David Katayane dari jabatannya sebagai kepala dinas.

Sebelumnya, mereka juga mema­sang sejumlah poster dan meme di Dinas PPA, Jalan Raya Pattimura, menentang aksi tak senonoh yang dilakukan Katayane terhadap staf perempuannya.

Selain aktifis perempuan, ratusan aktivis millennial yang tergabung dalam 6 Organisasi Pemuda yakni, GMKI Cabang Ambon, Kohati Cabang Ambon, DPC GMNI Cabang Ambon, KOPRI PMII, Suara Milenial Maluku dan IMM bersama ma­syarakat sipil, mengeluarkan per­nyataan sikap terhadap kasus dimaksud.

Adapun pernyataan sikapnya yaitu, mengutuk tindakan kekerasan seksual yang dialami oleh korban pada kantor ini, meski kadis sempat meminta maaf dan mengatakan siap menerima sanksi yang diberikan.

Koordinator, Sukma Patty selaku Kopri PMII menegaskan, keenam organisasi dan lembaga tersebut mengecam keras tindakan yang dilakukan Katayane.

Karena sebagai ASN dan dengan jabatannya sebagai kepala dinas yang melekat, mestinya menjadi tanggungjawab moriil dan etika untuk menjaga marwah ASN dan jabatannya.

Kecam Menteri 

Menteri Pemberdayaan Perem­puan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengecam keras dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Kepala Dinas PPPA Provinsi.

Menteri menegaskan, pihaknya akan mengawal kasus tersebut bersama OPD yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlin­dungan Perempuan dan Anak Maluku, yang secara fungsional memiliki tugas yang sama dengan KemenPPPA dalam melakukan pelayanan, khususnya penjang­kauan korban serta pendampingan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan bantuan hukum.

“Kami akan terus mendorong aparat   ai peraturan perundang-un­dangan yang berlaku,”tegas Men­teri dalam siaran pers nomor: B-264/SETMEN/HM.02.04/7/2023, yang diterima Siwalima. Selasa (17/7).

Pihaknya menilai, korban meng­alami tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tin­dak Pidana Kekerasan Seksual yaitu pada pasal 5 apabila kekerasan seksual non-fisik atau pasal 6 apabila kekerasan fisik.

Dikatakan, terduga pelaku yang merupakan ASN, sehingga telah melanggar peraturan sebagai ASN dan dapat dijatuhi hukuman disiplin.

“ASN sebagai profesi, berlan­daskan pada prinsip nilai dasar, kode etik dan kode prilaku yang diatur dalam pasal 3 sampai dengan pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN,” jelasnya.

Selanjutnya untuk menciptakan kenyaman bagi terduga korban, maka OPD dimana terduga pelaku dan korban bekerja, wajib mem­berikan perlindungan dan peme­nuhan hak atas keadilan bagi korban, termasuk pemulihan jika korban mengalami trauma secara psikis, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 66 UU TPKS.

Menteri kembali menegaskan, tidak ada toleransi sekecil apapun bagi tindak kekerasan seksual.

Selain itu, pihaknya menyampai­kan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Maluku atas gerak cepat penanganan kasus ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

“Kami meminta Pemerintah Pro­vinsi Maluku untuk terus meng­awasi dan menginvestigasi dugaan kasus tersebut. Pola dalam kasus ini sudah termasuk dalam kategori kriminalitas dan kejahatan paling serius atau ‘graviora delicta’ yang harus segera ditangani.

Tindak pidana kekerasan seksual ini bukan hanya adanya relasi kuasa, tetapi karena yang melakukan kejahatan ini adalah seseorang yang memiliki profesi terhormat yang harusnya melindungi bukan seba­liknya dan hal ini bertentangan dengan UU TPKS,” tegasnya.(S-20)