Diduga Upaya Tutupi Temuan Mark Up
Mutasi Anggota Tipikor Polresta Ambon
AMBON, Siwalimanews – Lima anggota Satreskrim Polresta Ambon yang dimutasikan diduga sebagai upaya menutupi dugaan penyelewengan yang ditemukan di Gugus Tugas Covid-19 Kota Ambon.
Saat melakukan asistensi terhadap Gugus Tugas Covid-19 sesuai surat perintah yang diteken Kasat Reskrim, AKP Mindo J. Manik, kelima anggota unit Tipikor ini menemukan dugaan mark up data jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan jumlah tenaga kesehatan (nakes). Tak hanya itu, mereka juga menemukan hak-hak nakes dipotong.
Disaat bukti indikasi penyelewengan sudah di tangan, dan hendak ditindaklanjuti lebih lanjut, mereka dimutasikan oleh Kapolresta Kombes Leo Simatupang ke satker lain. Diduga itu diambil, karena ada intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Akademisi Hukum Pidana Unpatti, Jhon Pasalbessy mengatakan, biasanya mereka yang ditugaskan di lapangan akan berhadapan dengan kepentingan di atas. Ibarat maju kena, dan mundur kena. Artinya posisi sebagai anak buah, terkadang menjadi korban jika berhadapan dengan kepentingan di atas.
“Ada kepentingan-kepentingan di atas maka mereka yang di bawah saat diperintah harus dilaksanakan, tetapi ketika terjadi persoalan mereka menjadi korban juga,” tandas Pasalbessy, kepada Siwalima, Kamis (1/10).
Baca Juga: Dilaporkan Terima Suap, Eks Kacabjari Saparua Siap DiperiksaLanjut Pasalbessy, mungkin ada yang beranggapan mutasi kelima anggota Satreskrim Polresta Ambon dalam rangka untuk penyegaran. Tapi sebenarnya tidak seperti itu. Melainkan yang lebih tepat, mutasi dilakukan agar temuan mereka tidak dilanjutkan.
“Mutasi agar persoalan adanya temuan ini tidak menjadi rumit, sehingga tidak menimbulkan dampak, jika persoalan ini naik ke atas akan menjadi persoalan tersendiri,” ujarnya.
Pasalbessy menegaskan, seharusnya langkah yang dilakukan tim Satreskim Polresta Ambon harus diapresiasi. Sebab mereka telah melakukan tindakan untuk menyelamatkan keuangan negara.
“Kalau memang mereka memberikan sesuatu dalam rangka menyelamatkan sesuatu yang selama menurut aturan itu salah, itu harus diapresiasi,” tandasnya.
Ia menambahkan, mutasi yang dilakukan terhadap lima anggota Satreskrim Polresta Pulau haruslah beralasan.
“Prinsipnya semua persoalan harus dilakukan dengan penegakan hukum, tetapi kalau seandainya ada indikasi lima anggota polisi itu melanggar aturan, maka rujukan aturan yang digunakan seperti apa,” ujar Pasalbessy.
Anggota DPRD Maluku, Eddison Sarimanella mengatakan, alasan mendasar sehingga lima anggota Polresta Ambon dimutasikan dipertanyakan.
Ia menilai, tim yang dibentuk oleh Kasat Reskrim untuk melakukan asistensi terhadap Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Ambon adalah langkah yang sangat baik.
“Anggaran covid ini perlu diawasi. Kalau dalam asistensi ditemukan dugaan penyelewengan, dan ditindaklanjuti, masa tidak boleh?,” tandasnya.
Sarimanella mengatakan, pemerintah pusat telah mengingatkan agar anggaran Covid-19 jangan disalahgunakan. Karena itu, kalau ada temuan penyelewengan, tidak bisa didiamkan.
“Pimpinan Polda Maluku harus bisa melihat persoalan ini, dugaan penyelewengan harus disikapi serius,” ujarnya.
Akademisi Fisip Unpatti, Victor Ruhunlela mengatakan, mutasi lima anggota Polresta Ambon sangat disayangkan, jika alasannya mereka hendak menindaklanjuti temuan di lapangan.
“Prinsipnya kalau memang itu mereka lakukan baik, kemudian diambil langkah oleh Kapolres itu sangat disayangkan,” ujarnya.
Tetapi, dari pendekatan struktural, kata Ruhunlela, bisa saja langkah hukum yang mereka ambil, tanpa berkoordinasi dengan institusi induk, ketika menemukan indikasi penyelewengan.
“Tapi beta menduga, ketika mereka mau melakukan tindakan lanjutan, tapi tidak dilaporkan ke instansi induk, apalagi data ini sensitif dengan tekanan psikologi yang tinggi,” ujarnya.
Praktisi hukum Syukur Kaliky mengatakan, harusnya diberi acungan jempol kepada lima anggota Satreskrim Polresta Ambon itu. Mutasi mereka patut dipertanyakan.
“Kalau mereka dimutasi karena kesalahan, itu sah-sah saja. Tapi karena menemukan adanya kecurigaan di gustu, lalu dimutasi, itu salah. Masyarakat akan bertanya-tanya. Padahal mereka menemukan pidana itu. Kenapa harus dipindahkan?,” ujarnya.
Dia berharap, dugaan penyelewengan di gugus tugas tidak ditutup. Apalagi, bukti indikasi penyelewengan sudah di tangan. “Jangan mau lindungi siapapun,” kata Kaliky.
Hal yang sama juga disampaikan praktisi hukum, Djidon Batmamolin. Dia mengatakan, polisi sebagai aparat penegak hukum memiliki kewajiban melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana.
“Undang-undang memberikan ruang untuk mereka. Kalau ada dugaan penyalahgunaan itu, maka itu harus diproses,” ujarnya.
Menurutnya, kelima anggota polisi harus didukung dan diberi apresiasi. Jangan malah diberik sanksi.
Dimutasikan
Seperti diberitakan, langkah lima anggota Satreskrim Polresta Ambon mengusut dugaan penyelewengan di Gugus Tugas Covid-19 harusnya diapresiasi. Tetapi malah, mereka dimutasikan.
Setelah dimutasikan Kapolresta Pulau Ambon Kombes Leo Simatupang, mereka kini menjalani pemeriksaan di Propam Polda Maluku.
Sumber Siwalima di Polda Maluku menyebutkan, mutasi kelima anggota unit Tipikor Polrestas Ambon itu berawal dari surat perintah Nomor: SP/VIII/2020/Reskrim yang diteken Kasat Reskrim, AKP Mindo J. Manik.
Berdasarkan surat perintah itu, mereka diperintahkan untuk melakukan serangkaian tindakan kepolisian selama masa pancegahan Covid-19 dan melakukan asistensi dengan dinas terkait dan atau gugus tugas percepatan penanggulangan Covid-19 meliputi; anggaran yang dipergunakan untuk kegiatan Covid-19, pengadaan alat kesehatan, bantuan langsung tunai (BLT) dan insentif untuk tenaga medis.
Saat melakukan asistensi, mereka menemukan dugaan mark up data jumlah kasus ODP, PDP, dan jumlah nakes. Tak hanya itu, mereka juga menemukan hak-hak nakes dipotong.
Disaat bukti indikasi penyelewengan sudah di tangan, dan hendak ditindaklanjuti lebih lanjut, mereka malah dimutasikan.
“Iya benar ada penyidik di Reskrim Polresta yang sudah dimutasikan ke satker lain, gara-gara usut dana covid,” kata sumber itu kepada Siwalima, Rabu (30/9).
Ia menyayangkan penyidik-penyidik berkualitas di unit Tipikor Polresta Ambon itu dimutasikan hanya karena usut dugaan penyelewengan dana Covid-19.
“Itu kan wajar kalau polisi menemukan hal-hal yang tidak beres atau mencurigakan wajar dong polisi cari tahu atau usut. Kan begitu,” ujarnya.
Tidak hanya itu, sumber itu mengaku, para penyidik tersebut juga diperiksa oleh Propam Polda Maluku. Alasannya, surat perintah yang dikeluarkan hanya untuk pendampingan atau asistensi, namun saat menemukan dugaan penyelewengan mereka langkah hukum lanjutan.
“Jadi begini, mereka itu diperiksa di Bid Propam terkait dengan surat perintah yang sifatnya asistensi atau pendampingan, tapi ditindaklanjuti dengan melakukan pengusutan. Itu yang saya tahu,” ujar sumber lagi.
Dalam surat perintah itu jelas untuk asistensi. Tetapi mereka melakukan tindakan hukum lanjutan. Langkah ini didengar Pemkot Ambon. Selanjutnya dilaporkan ke gugus tugas dan Pemprov Maluku. Diduga ada intervensi, sehingga lima anggota polisi itu dimutasikan.
“Diduga ada intervensi, makanya para penyidik ini menghentikan pengusutan dan akhirnya dimutasikan dari reskrim,” tandasnya.
Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat yang dikonfirmasi mengatakan, langkah yang dilakukan penyidik Satreskrim adalah pendampingan atau asistensi.
“Jika dalam asistensi atau pendampingan tersebut ditemukan adanya ketidakberesan, ya, namanya juga asistensi adalah memberikan pendampingan. Kalau menemukan kekurangan atau kejanggalan tentunya kita memberitahukan ada kekurangan di sini, tolong dibetulkan. Nah, itu yang penyidik kami sudah lakukan, dan terlalu jauh dari surat perintah itu,” kata Ohoirat.
Temuan Bukti
Seperti diberitakan, saat tim Satreskrim Polresta Ambon melakukan asistensi terhadap gugus tugas, khususnya Dinas Kesehatan ditemukan sejumlah dugaan penyelewengan.
Pejabat Dinas Kesehatan mengarahkan agar data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon.
Misalnya di puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leitimur Selatan, banyak nama yang dimasukan dalam daftar positif corona, ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecamatan setempat. Padahal setelah ditelusuri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.
Jumlah kasus positif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas. Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksanakan tugas, maka pengusulan untuk pembayaran insentif semakin besar.
Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Kesehatan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.
BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.
Data yang dihimpun dari 21 kepala puskesmas di Ambon, total dana yang sudah diterima Rp 1.708.500. 000,00. Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang.
Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima intensif sebanyak 200 orang kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. Jadi totalnya 414 orang.
Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutumuri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif. Jumlah 239 ini diduga fiktif, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran.
Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah.
Bantah Mark Up
Kadis Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy membantah ada mark up data pasien maupun dana penanganan Covid serta pemotongan insentif nakes.
“Hal yang disampaikan itu tidak benar, saya selaku kepala dinas saja tidak dapat insentif,” kata Pelupessy kepada wartawan, usai rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPRD Kota Ambon, di Baileo Rakyat Belakang Soya, Kamis (1/10).
Menurutnya, berdasarkan Permenkes insentif nakes untuk dokter umum sebesar Rp 10 juta. Namun dibayar Rp 4,5 juta sesuai Perwali. Jadi bukan dipotong.
“Yang ditransfer ke para nakes sebesar 4,5 juta sesuai dengan Perwali. Jadi bukan pemotongan. Silahkan tanya ke Gustu saja biar jelas,” ujar Wendy.
Soal temuan adanya dugaan mark up data pasien ODP dan PDP, Wendy juga membantah. Ia mengatakan, adanya nama-nama ODP dan PDP dalam daftar di Puskesmas Kilang, tetapi bukan warga Desa Kilang, karena pendekatannya bukan kewilayahan, tetapi epidemiologi.
“Bisa saja pelaku perjalanan ada di Kota Ambon dan sementara dipantau di Puskesmas Kilang, karena dalam kondisi itu tidak berdasarkan kewilayahan tetapi berdasarkan kondisi epidemiologi, jadi bukan kita fiktif datanya, biar lebih jelas tanya saja ke gugus tugas,” tandasnya.
Wendy mengaku, semua data dari setiap puskesmas sudah diverifikasi oleh tim verifikator tingkat kota maupun provinsi. (Cr-2/Cr-1/Mg-5)
Tinggalkan Balasan