AMBON, Siwalimanews – Kepala Desa Air Kasar, Kecamatan Tutuk Tolu, Kabupaten Seram Bagian Timur Rusman Ali, harus duduk dikursi peasakitan di Pengadilan Negeri Ambon untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dana desa dan alokasi dana desa tahun 2020 hingga 2022.

Sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Hakim Wilson Shiver didampingi dua hakim anggota itu, berlangsung dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU Kejari SBT, Senin (10/2).

Dalam dakwaanya JPU memaparkan, di tahun 2020 hingga 2022 Desa Air Kasar memperoleh DD dan ADD dengan perincian, tahun 2020 Kabupaten SBT mengalokasi anggaran sebesar Rp1.007.799.720 dengan rincian yang terdiri dari DD Rp710.748.000 dan ADD Rp297.051.720.

Kemudian, pada tahun 2021 dianggarkan Rp 925.791.051 dengan rincian yang terdiri dari, DD Rp643.005.000,2,  ADD Rp 282.786.051. Selanjutnya di tahun 2022 dikucurkan lagi oleh kabupaten setempat sebesar Rp 1.147.471,722 dengan rincian DD Rp. 880.380.280 dan ADD Rp267.091.442.

Selanjutnya atas DD maupun ADD yang diterima oleh desa tersebut, berdasarkan aturan mesti dicairkan dalam 3 tahap, yakni tahap pertama 40 persen, tahap dua 40 persen dan tahap tiga 20 persen.”

Baca Juga: Desersi, Tiga Anggota Polresta Ambon Dipecat

Dalam proses pengelolaan DD dan ADD Air Kasar, tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, pada setiap pencairan terdakwa bersama-sama dengan bendahara desa yakni Abdullah Kelimagun (tersangka lain) melakukan pencairan ke Bank Maluku-Maluku Utara Cabang Bula.

Setelah dilakukan pencairan, terdakwa dan bendahara menuju ke rumah untuk menyimpan dana tersebut dalam rumah terdakwa. Penyimpanan tersebut dilakukan atas inisiatif terdakwa dengan alasan keamanan, sehingga dana yang telah dicairkan tersebut tidak disimpan di Kantor Desa Air Kasar.

“Dalam realisasi anggaran, ada pembelanjaan yang dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan seperti pembelian bahan-bahan bangunan, dan bahan-bahan bantuan kegiatan pembinaan dan pemberdayaan dan penyertaan modal BumDes, dilakukan oleh terdakwa bersama-sama dengan bendahara desa,” beber JPU dalam dakwaanya.

Padahal, sesuai aturan yang berlaku, terdakwa mesti menyerahkan hal itu kepada masing-masing kepala seksi yang merupakan perangkat desa setempat.

Alhasil, akibat dari pembelanjaan tanpa mempedomani Rencana Anggaran Biaya (RAB) sehingga terdapat kelebihan dana.

“Mestinya, terkait kelebihan dana itu, terdakwa harus menyetorkan kembali ke kas desa. Tetapi karena dana tersebut disimpan di rumahnya, maka ada dana yang dipergunakan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya,” ungkap JPU.

Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan bendahara desa dalam penggunaan DD dan ADD tahun 2000 sampai dengan 2022 dilaksanakan sesuai dengan APB Desa Air Kasar tahun anggaran 2020 sampai dengan 2022.

“Namun, didalam laporan pertanggungjawaban. terdapat mark up nilai dan harga pada bukti pertanggungjawaban,” jelas JPU.

Akibat perbuatan terdakwa dalam pelaksanaan pengelolaan anggaran serta pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa tersebut tahun 2020 sampai dengan 2022 yang anggarannya telah dicairkan 100 persen, namun ditemukan adanya banyak kegiatan yang tidak dilaksanakan maupun ada kegiatan yang terjadi mark up.

Akibatnya terjadi selisih anggaran yang menyakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp508.283.288 dengan dengan rincian, total penyimpangan penggunaan DD-ADD 2020 Rp62.317.550, tahun 2021 kerugian keuangan negara Rp64.910.000, dan total kerugian negara di tahun 2022 Rp381.055.738.

Terdakwa dijerat dengan pasal 3 Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Usai membacakan dakwaan, majelis hakim kemudian menunda sidang hingga, Senin (17/2) dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.(S-29)