AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku ber­sikukuh penetapan tersangka kem­bali terhadap Ferry Tanaya atas kasus pengadaan lahan untuk pem­bangunan pembangkit listrik tenaga mesin gas 10MV tahun anggaran 2016 di Dusun Jiku Merasa Desa Namlea Kabupaten Buru, tidak menyalahi aturan.

Dalam sidang lanjutan prape­radilan Ferry Tanaya yang dipim­pin hakim tunggal Adam Idha  di Pengadilan Negeri Ambon Selasa (23/2), Kejati selaku termohon menyampaikan jawaban atas dua permohonan Ferry Tanaya me­lalui tim kuasa hukumnya.

Yang pertama terkait permintaan pen­cabutan status tersangka Tanaya untuk kedua kalinya, pihak kejaksaan melalui salah satu jaksa yakni Gunawan mengklaim tidak ada yang salah dengan penetapan tersangka tersebut. Penetapan tersangka diakui ma­sih berada dalam koridor hukum dan diatur dalam undang undang.

“Mahkamah konstitusi menyata­kan kalau sudah ada putusan pra­peradilan, penyidikan bisa dilakukan oleh penyidik berdasarkan alat bukti dan kelengkapan bukti lain se­bagaimana diatur dalam putusan MK,” jelas Gunawan.

Sementara terkait rehabilitasi nama baik Ferry Tanaya pasca pu­tusan praperadilan pertama, jaksa mengungkapkan bahwa hal tersebut bukanlah kewenangan kejaksaan melainkan menjadi kewenangan panitra.

Baca Juga: Senjata Polisi Dijual ke KKB Papua

“Terkait pelaksanaan rehabilitasi jelas diperaturan pemerintah menge­nai pelaksanaan KUHAP  menya­takan bahwa amar putusannya yang melaksanakan adalah panitra bukan kejaksaan,” pungkas jaksa Guna­wan.

Usai mendengar jawaban termo­hon, hakim selanjutnya menunda sidang hingga hari ini,  Rabu (24/2) dengan agenda menanggapi jawa­ban termohon.

Sebelumnya, setelah sebelumnya tertunda, sidang praperadilan Ferry Tanaya yang kedua akhirnya diha­diri tim jaksa. Sidang yang dipimpin hakim Adam Idha yang berlangsung di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Ambon, Senin (22/2) dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan oleh pemohon.

Terdapat dua permohonan yang disampaikan Tanaya melalui tim kuasa hukumnya yang terdiri dari Herman Koedoeboen, Firel Sahetapy dan Hendry Lusikooy.

Kedua permohonan tersebut yakni, pertama, meminta hakim membatalkan status tersangka ter­hadap Ferry Tanaya, pasca dinyata­kan menang pada sidang pra per­adilan pertama di tahun 2020 lalu, karena bertentangan dengan keten­tuan hukum, dimana perkara yang sama tidak dapat diulang kedua kalinya.

Selanjutnya pada poin kedua, Tanaya meminta Kejati mereha­bilitasi nama baiknya seperti sedia kala.

Usai membacakan poin permoho­nan, tim kuasa hukum menyerahkan permohonan ke majelis hakim, selanjutnya majelis hakim menunda sidang sampai hari ini, Selasa (23/2)  dengan agenda mendengar jawaban termohon.

Kuasa Hukum Tanaya, Hendry Lusikooy usai persidangan menje­laskan, berdasarkan ketentuam hu­kum, perkara yang sama tidak dapat diulang kedua kalinya atau Ne bis in idem.

“Keputusan pra Nomor 5 tahun 2020 pada poin dua menyatakan penetapan pemohon sebagai ter­sangka berdasarkan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tipikor itu, sama dengan proses penyidikan sekarang, dimana objek sama dan subjek juga sama, sehingga pene­tapan tersangka tidak sah,” jelas Lusikooy.

Selain pembatalan penetapan tersangka, Tanaya juga meminta nama baiknya yang terlanjut terce­mar dikembalikan seperti semula.

“Di poin permohonan kedua, kita minta supaya pemohon melaksa­nakan perintah butir 5 putusan pra­peradilan Nomor 5 tahun 2020 yang menyatakan merehabilitasi nama baik pemohon seperti sedia kala, karena sampai sekarang hal tersebut belum dilakukan Kejati Maluku, pasca putusan pra peradilan pertama,” pungkasnya.

Jaksa tak Hadiri Sidang

Setelah ditetapkan sebagai ter­sangka untuk kedua kalinya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan, Ferry Tanaya kem­bali menempuh jalur praper­adilan melawan pihak Kejaksaan Tinggi Maluku.

Tanaya dijadikan tersangka pe­ngadaan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mesin gas  10 MV tahun anggaran 2016 di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Ke­camatan Namlea, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.

Sayangnya, sidang yang berlang­sung di Pengadilan Tipikor Ambon, Selasa (16/2), tidak dihadiri jaksa selaku termohon dalam pra peradilan itu.

Dalam sidang yang diagendakan dilaksankan pada pukul 09.00 WIT itu, hanya terlihat Ferry Tanaya selaku pengugat dan tim kuasa hukumnya masing-masing Henri Lusikooy, Herman Koedoeboen dan Firel Sahetapy. Alhasil sidangpun ditunda hingga pekan depan.

Penundaan sidang merupakan bentuk toleransi dari Hakim Adam Adha selaku hakim ketua dalam sidang tersebut. Pada kesempatan itu, hakim menegaskan, jika pekan depan jaksa tidak juga hadir, maka sidang pra peradilan ini akan tetap dilangsungkan.

“Sidang harusnya jam 09.00 WIT, namun sampai saat ini pukul 10.30 WIT termohon tidak hadir. Kita beri toleransi hingga Senin (22/2) pekan depan, jika tidak hadir juga, maka sidang tetap jalan,” tegas Hakim sembari menskorsing sidang tersebut.

Usai persidangan, Kuasa Hukum Tanaya Henri Lusikooy kepada wartawan mengaku, sangat menya­yangkan ketidakhadiran jaksa dalam sidang tersebut.

Menurutnya, langkah prapera­dilan yang ditempuh ini untuk me­nguji penetapan kliennya sah atau tidak secara hukum. Pasalnya terdapat sejumlah kejanggalan, salah satunya diterbitkannya dua sprindik oleh Kejati Maluku. (S-45)