AMBON, Siwalimanews –  Seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Kota Ambon diminta, untuk turut membantu korban kebarakan di Lorong Pabrik Tahu, Kawasan Mardika, Kelurahan Rijali, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.

Bantuan kepada korban kebakaran bisa menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan bagi warga.

“Saya meminta agar BUMN bisa turut membantu korban kebakaran. Kalo dari Telkom itu ada dana internal sendiri dari mereka soal bencana tanggap darurat dan mereka sudah lakukan itu, BUMN yang lain bisa menyesuaikan,” jelas Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Christianto Laturiuw kepada wartawan di Gedung DPRD Kota Ambon, Senin (12/12).

Dikatakan, BUMN jangan hanya hadir secara fisik kelembagaan di Kota Ambon semata, tetapi turut berpartisipasi aktif terhadap warga jika sewaktu-waktu diperlukan.

“Kita hadir di Kota Ambon bukan hanya soal fisik kelembagaan, tapi program dan partisipasi aktif juga diperlukan untuk dinikmati oleh warga masyarakat, ”tuturnya.

Baca Juga: Pelatihan Pengolahan Hasil Perikanan dan Sagu Digelar

Ia meminta, seluruh BUMN segera berkoordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) Kota Ambon untuk melihat hal apa saja yang masih dibutuhkan para korban kebakaran untuk kemudian ditindaklanjuti melalui dana CSR.

“Tadi kami juga sudah sampaikan kepada seluruh BUMN untuk koordinasi dengan Dinsos agar melihat hal apa saja yang masih dibutuhkan,” tandasnya.

Diketahui, kebakaran tersebut mengakibatkan puluhan bangunan, baik rumah, lapak usaha dan kos-kosan ikut terbakar. Dua orang dilaporkan meninggal dunia, dan satu orang lainnya mengalami luka bakar dan kini di rawat di RS. Bhyangkara, Tantui, Ambon.

Kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah. Dan data sementara, tercatat kurang lebih 845 jiwa mengungsi.

Rapat Tertutup dengan BUMN

Komisi II DPRD Kota Ambon mengundang seluruh BUMN di Kota Ambon, untuk membahas perihal Corporate Sosial Responsibility (CSR).

Rapat tersebut berlangsung di ruang paripurna utama Gedung DPRD Kota Ambon, dan dipimpin Sekretaris Komisi II, Taha Abubakar dan didampingi Ketua Komisi II, Christianto Laturiuw serta dihadiri seluruh anggota komisi II

Namun saat hendak diliput sejumlah wartawan, anehnya tidak diperbolehkan oleh salah satu anggota komisi, yakni Zeth Pormes.

Pormes meminta salah satu pendamping Komisi II untuk meminta wartawan untuk keluar dari ruang rapat tersebut dengan alasan, bahwa rapat tersebut tertutup dan tidak dapat diliput.

Sementara diketahui, Zeth Pormes bukan pimpinan komisi apalagi pimpinan rapat yang dapat mengeluarkan perintah demikian.

Lagipula, secara normatif, semua rapat DPRD itu pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup. Seperti pada ketentuan pasal 126 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah junto Pasal 90 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota (PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD). Namun Pasal 90 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2018 tersebut, tidaklah berdiri sendiri. Sebab ketentuan pasal 90 ayat (2) PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD, menyebutkan secara eksplisit bahwa, “Rapat paripurna dan rapat dengar pendapat umum, wajib dilakukan secara terbuka”. Frase kata “wajib” dalam ketentuan tersebut, berarti tanpa pengecualian, alias tidak boleh tidak, harus dilakukan secara terbuka oleh DPRD.

Hal ini bertujuan untuk membuka ruang bagi publik untuk mengawasi setiap materi yang dibahas oleh DPRD.

Diluar kedua jenis rapat tersebut, DPRD diberikan kemungkinan untuk menggelar rapat secara tertutup, dengan catatan mendapatkan persetujuan bersama. Dalam ketentuan pasal 90 ayat (3) PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD, disebutkan bahwa, “Selain rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rapat DPRD dinyatakan terbuka atau tertutup oleh pimpinan rapat berdasarkan kesepakatan peserta rapat”.

Dengan itu, sepanjang tidak dimaknai “rapat paripurna” dan “rapat dengar pendapat umum”, maka DPRD diberikan opsi untuk menggelar rapat tertutup.

Selain norma yang diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD, rapat-rapat yang digelar tertutup juga bertentangan dengan norma yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kebabasan Informasi Publik (UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP).

Dimana sebagai badan publik, DPRD punya tanggung jawab penuh untuk membuka dan menyediakan informasi secara layak kepada publik. Salah satunya adalah informasi menyangkut dinamika yang terjadi dalam setiap rapat-rapat yang digelar oleh DPRD.

Diketahui, CSR merupakan komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk berkontribusi kepada pengembangan ekonomi demi meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi komunitas setempat atau masyarakat luas.

CSR adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya. Tanggung jawab ini berupa kepedulian sosial maupun tanggung jawab lingkungan dengan tidak mengabaikan kemampuan perusahaan.

Pelaksanaan CSR akan berdampak pada keberlangsungan perusahaan. Sebuah perusahaan harus mendasarkan keputusannya tidak hanya pada faktor keuangan, seperti keuntungan, namun juga pada konsekuensi sosial di lingkungannya untuk saat ini maupun jangka panjang.

Ngaku Bercanda

Anggota Komisi II DPRD Kota Ambon, Zeth Pormes mengaku, hanya sekedar bercanda saat meminta wartawan untuk tidak meliput Rapat Komisi II DPRD Kota Ambon dengan pihak BUM.

“Saya sudah tanya, kenapa suruh wartawan keluar, lalu zeth bilang hanya bercanda,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Christianto Laturiuw, saat dikonfirmasi Siwalima perihal larangan tersebut.

Justru Laturiuw mengaku, rapat tersebut harus diliput, karena berbicara CSR, merupakan komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk berkontribusi kepada pengembangan ekonomi demi meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi komunitas setempat atau masyarakat luas.

CSR adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya.

“Sehingga itu mestinya diketahui publik melalui pemberitaan media,”jelasnya.(S-25)