AMBON, Siwalimanews – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Per­wakilan Maluku diminta, percepat audit kerugian negara kasus du­gaan korupsi repo saham Bank Maluku Malut tahun 2014 dan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Tual tahun 2016-2017.

Penuntasan dua kasus kasus korupsi bernilai jumbo ini tersen­dat, akibat terganjal audit penghi­tungan kerugian negara di BPKP Maluku

Kasus dugaan korupsi repo obli­gasi Bank Maluku kepada PT Anda­lan Artha Advisindo (AAA) Securitas tahun 2014 senilai Rp.238,5 miliar. Kejati Maluku telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu mantan Dirut Bank Maluku, Idris Rolobessy dan mantan Direktur Kepatuhan Bank Maluku, Izaac Thenu. Sampai saat ini pihak kejati masih menunggu hasil audit BPKP.

Sementara kasus dugaan ko­rupsi penyaluran CBP Kota Tual dilaporkan ke Polda Maluku oleh Hamid Rahayaan selaku Plt Wali­kota Tual, dan warga Tual Dedy Lesmana pada Selasa, 19 Juni 2018 lalu, dengan terlapor Walikota Tual Adam Rahayaan.

Dalam laporannya disebutkan, Adam Rahayaan sebagai walikota diduga telah melakukan penipuan dan pembohongan atas CBP di Kota Tual.

Baca Juga: Kongkalikong Ferry Tanaya, Jaksa tak Sentuh PLN

Ia menyalahgunakan kewena­ngan­nya selaku Walikota Tual, yang dengan sengaja membuat berita palsu guna mendapatkan CBP. Adam membuat surat perin­tah tugas Nomor 841.5/612 guna melakukan koordinasi dengan Bulog Divre Wilayah II Tual dan Provinsi Maluku, dimana surat tugas tersebut bertentangan de­ngan kewenangan yang dimiliki oleh Dinas Sosial.

Selain itu pula, beras yang telah didistribusikan sebanyak 199.920 kg, sepanjang tahun 2016-2017 tidak pernah sampai kepada warga yang membutuhkan.

Praktisi hukum, Marnix Salmon meminta BPKP mempercepat pro­ses audit kerugian negara dua kasus jumbo tersebut.

Menurutnya,  BPKP harus mem­bantu jaksa dan polisi untuk pe­nuntasan kasus tersebut. Paling tidak, terus berkoordinasi jika doku­men yang dipasok penyidik kejak­saan maupun kepolisian berku­rang.

“Tidak ada alasan untuk me­nunda  audit. Apalagi kalau sean­dainya jaksa sudah koordinasi dan menyerahkan dokumen,” jelas Salmon, Rabu (10/6).

Menurutnya, hasil audit penting untuk penuntasan suatu kasus korupsi, karena menyangkut de­ngan status hukum seseorang.

“Ini soal kepastian hukum. Maka­nya BPKP harus bantu untuk segera audit. Jangan sampai orang berpikir ini tebang pilih,” kata Salmon.

Pegiat Antikorupsi Jan Sariwa­ting mengatakan, BPKP diharap­kan bekerja profesional sesuai ama­nah undang-undang.

“BPKP jangan mau diintervensi oleh kekuatan politik manapun dalam melakukan audit terhadap kasus korupsi,” katanya.

Menurutnya, kepastian soal ter­jadinya tindak pidana dalam kasus dugaan korupsi, didapat setelah mengetahui negara mengalami kerugian negara.

Sementara itu, Kordinator Peng­awasan Bidang Investigasi Perwa­kilan Maluku, Afandi yang dihubungi Siwalima melalui telepon selu­lernya beberapa kali tak merepons, begitu juga melalui pesan Whats-Appnya namun tidak direspon.

Terganjal BPKP

Penuntasan dua kasus korupsi bernilai jumbo tersendat. Ini akibat terganjal audit penghitungan ke­rugian negara di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku.

Kedua kasus korupsi tersebut ada­lah repo obligasi Bank Maluku ke­pada PT Andalan Artha Advisindo (AAA) Se­curitas tahun 2014 senilai Rp.238,5 miliar, dan kasus dugaan ko­rupsi dis­tribusi Cadangan Beras Peme­rintah (CBP) Tual tahun 2016-2017.

Kasus dugaan korupsi penya­luran CBP Kota Tual dilaporkan ke Polda Maluku oleh Hamid Raha­yaan selaku Plt Walikota Tual, dan warga Tual Dedy Lesmana pada Selasa, 19 Juni 2018 lalu, dengan terlapor Walikota Tual Adam Rahayaan.

Dalam laporannya disebutkan, Adam Rahayaan sebagai walikota diduga telah melakukan penipuan dan pembohongan atas CBP di Kota Tual.

Ia menyalahgunakan kewena­ngan­nya selaku Walikota Tual, yang dengan sengaja membuat berita palsu guna mendapatkan CBP. Adam membuat surat perin­tah tugas Nomor 841.5/612 guna melakukan koordinasi dengan Bulog Divre Wilayah II Tual dan Provinsi Maluku, dimana surat tugas tersebut bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Dinas Sosial.

Selain itu pula, beras yang telah didistribusikan sebanyak 199.920 kg, sepanjang tahun 2016-2017 tidak pernah sampai kepada warga yang membutuhkan.

Sementara dalam kasus repo obligasi Bank Maluku kepada PT AAA Securitas, Kejati Maluku telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu mantan Dirut Bank Maluku, Idris Rolobessy dan mantan Direktur Kepatuhan Bank Maluku, Izaac Thenu.

Kordinator Pengawasan Bidang Investigasi Perwakilan Maluku, Afandi yang dihubungi beberapa kali melalui telepon selulernya, tak merepons.

Sementara Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette menga­takan, pihaknya masih menunggu hasil audit kerugian dari BPKP untuk menentukan langkah lanju­tan penanganan kasus repo obli­gasi Bank Maluku. “Kami masih menunggu hasil auditnya, baru bisa ke tahap selanjutnya,” jelas Sapulette, Sabtu (6/6) singkat.

Sebelumnya Kepala Seksi Penyi­dikan, Kejati Maluku Y.E Ahmadaly mengaku, pihaknya sudah mela­kukan koordinasi untuk percepatan penghitungan kerugian negara.

Menurutnya, koordinasi dilaku­kan setiap saat dan bersama tim audit, penyidik melakukan perte­muan guna membahas penghitu­ngan kerugian negara. “Ada atau tidaknya kerugian negara harus berdasarkan audit atau hasil pemeriksaan keuangan negara,” ujarnya.

Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku juga masih menunggu hasil audit kerugian negara du­gaan korupsi CBP Kota Tual dari BPKP Perwakilan Maluku. Sebe­lumnya dokumen untuk kepen­tingan audit sudah diserahkan semuanya.

“Kita masih menunggu hasil audit dari BPKP. Nanti setelah hasil au­dit kita terima, baru diekspos siapa yang bertanggungjawab da­lam kasus ini,” kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat.

Ohoirat mengakui, pihaknya su­dah memenuhi semua permin­taan BPKP Perwakilan Maluku terkait audit kerugian negara dugaan korupsi CBP Kota Tual. “Dokumen yang dimintakan BPKP semuanya sudah dipenuhi dan diserahkan kepada pihak auditor,” tegasnya. (Mg-2)