Bonus Jumbo di Bank Maluku, Segera Copot Direksi
AMBON, Siwalima – Pemberian bonus dengan nilai yang cukup fantastis kepada direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut mendapat sorotan tajam.
Pasalnya, kebijakan tersebut dilakukan di tengah kondisi Bank Maluku-Malut yang masih diperhadapkan dengan masalah modal inti Rp3 triliun sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan.
Praktisi Hukum Rony Samloy mengatakan, pemberian bonus dengan nilai yang besar ini dapat menimbulkan penilaian atau praduga dari masyarakat jelang pergantian gubernur dan wakil gubernur.
“Kami menduga proses bagi-bagi bonus dengan nilai yang cukup fantastis ini bagian dari ketakutan atau kekhawatiran para direksi dan komisaris ketika terjadi pergantian gubernur sebagai pemegang saham mayoritas yang sudah pasti akan mengganti orang-orang di bank Maluku,” ujar Samloy kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (18/1).
Menurut Samloy ketika kondisi Bank Maluku-Malut yang lagi sulit terkait dengan keuangan tetapi direksi mengamuk-hamburkan uang dengan memberikan bonus jumbo, maka ini sesuatu yang semestinya sangat bertentangan dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Baca Juga: Waduh! Tol Laut tak Singgahi BandaSamloy bilang, menjadi tanggung jawab gubernur baru nanti untuk mengevaluasi para pejabat yang tidak becus dalam bekerja tetapi hanya memperhitungkan kepentingan pribadi dan kelompok.
“Kalau bisa direksi dan komisaris seperti ini diganti sebab membuat kebijakan ditengah bank Maluku-Malut harus bertahan ditengah kondisi Bank yang tidak baik-baik saja menyangkut modal inti itu,” ujar Samloy.
Gubernur baru nanti kata Samloy harus memilih orang-orang yang memiliki kapabilitas yang jujur dan berintegritas agar sistem perbankan di bank Maluku itu bisa diatur dengan baik.
Apalagi Bank Maluku-Malut harus membantu pembangunan daerah sebab saham yang ada merupakan uang daerah yang disertakan sebagai modal dasar
Harus Rasional
Akademisi Ekonomi Unpatti, Teddy Leasiwal menjelaskan, pemberian penghargaan berupa bonus dalam lembaga perbankan merupakan hal yang wajar dan diperoleh sesuai aturan.
Namun kebijakan tersebut harus diikuti dengan memperhatikan kondisi bank, artinya besaran bonus yang diberikan harus rasional.
“Pemberian penghargaan bukan berarti tidak boleh, tetapi sebaiknya harus lebih memperhatikan prioritas dan besaran yang lebih rasional,” ungkap Leasiwal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (18/1).
Dikatakan, jika memang benar terjadi pemberian bonus kepada direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut yang mencapai miliaran rupiah maka kebijakan tersebut kurang tepat.
Apalagi bonus miliaran rupiah tersebut diberikan disaat bank Maluku-Malut masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi modal inti sebesar Rp3 triliun.
“Pemberian penghargaan semacam itu sebagai kebijakan yang kurang tepat disaat bank masih menghadapi tantangan modal inti itu,” tegasnya.
Kebijakan seperti ini kata Leasiwal dapat membuat bank lebih sulit untuk memenuhi standar minimal modal inti dan bahkan potensial merugikan kelangsungan bank sendiri.
Guru besar ekonomi Unpatti ini melihat sebaiknya kebijakan Bank Maluku-Malut diarahkan pada pemenuhan modal inti dari pada kepentingan individu dalam bentuk penghargaan.
Bank Maluku-Malut menurut Leasiwal harusnya lebih menggenjot kebijakan atau program permodalan bagi UMKM, kerja sama fokus pada sektor potensial di Maluku dan Malut seperti sektor perikanan, pertanian dan pariwisata.
Selain itu direksi Bank Maluku-Malut harus juga berinovasi dalam menghadirkan produk perbankan dan memperbaiki layanan perbankan kepada masyarakat.
“Hal seperi ini tentu memerlukan biaya jadi sebaiknya pengeluaran bank fokus pada pengeluaran yang efektif dan produktif,” tegasnya.
Kritik ke Direksi
Kinerja Bank Maluku-Malut pada tahun 2024, menunjukkan peningkatan signifikan yang ditandai dengan pertumbuhan laba dan penguatan indikator finansial lainnya.
Sayangnya, di balik capaian tersebut muncul kritik tajam terhadap fungsi manajerial direksi dan komisaris yang dinilai lemah dalam menjalankan fungsi kontrol.
Seorang pensiunan Bank Maluku-Malut malah menyoroti minimnya kehadiran direksi yang berdampak pada kurangnya fungsi kontrol serta tidak dapat menjalankan fungsi manajerial dengan baik, adalah masalah utama yang menggerogoti bank milik daerah itu.
“Pencapaian Bank Maluku-Malut yang digmbor-gemborkan Direktur Utama Syahrisal Imbar, lebih merupakan hasil kerja keras seluruh pegawai, bukan buah dari kepemimpinan direksi dan komisaris semata,” ujar dia Sabtu (18/1), sambil meminta namanya tidak ditulis.
Dengan kata lain, lanjutnya, kinerja operasional yang meningkat dikarenakan dedikasi seluruh tim, sementara lemahnya fungsi kontrol manajerial justru menyebabkan lonjakan non performing loan (NPL) yang patut menjadi perhatian.
Peningkatan NPL dari 3,11% pada tahun 2023 ke angka yang lebih tinggi pada tahun 2024, menunjukkan adanya peningkatan risiko kredit.
Kenaikan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan faktor yang paling menonjol manajemen risiko kredit yang kurang optimal.
NPL yang lebih tinggi menunjukan peningkatan jumlah pinjaman bermasalah, yang berpotensi mengurangi profitabilitas bank akibat peningkatan beban pencadangan kerugian kredit.
“Hal ini disebabkan oleh penurunan kualitas kredit sebagai akibat dari lemahnya fungsi kontrol dalam menjaga kualitas kredit, tambahnya.
Mantan pejabat Bank Maluku-Malut itu bilang, walau NPL masih di bawah ambang batas yang ditetapkan regulator, tren kenaikan ini perlu diantisipasi dengan strategi pengelolaan risiko yang lebih baik untuk menjaga stabilitas sektor perbankan dan mengurangi potensi dampaknya terhadap kepercayaan publik.
“Mestinya situasi ini menjadi sinyal bahwa meski secara keseluruhan kinerja bank meningkat, perbaikan mendasar dalam tata kelola manajemen sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan yang lebih sehat di masa mendatang, bukan malah tepuk dada dan menyombongkan diri seperti yang dilakukan dirut,” lanjutnya.
Protes Bonus Jumbo
Diberitakan sebelumnya, walau kinerjanya tidak menggembirakan, direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut ngotot menerima penghargaan akhir tahun yang bernilai fatastis.
Di tengah situasi yang tidak menentu menyangkut Kelompok Usaha Bank yang belum jelas, jajaran direksi dan komisaris masih mengeluarkan Rp10 miliar lebih untuk dinikmati bersama di awal tahun ini.
Seluruh penghargaan tersebut, malah sudah ditransfer masuk ke rekening masing-masing pejabat, Selasa (14/1), dengan rincian, direktur utama memperoleh Rp1.200.000.000, sedangkan tiga direktur lain, masing-masing direktur pemasaran, direktur kepatuhan dan direktur umum mendapat Rp1.080.000.000.
Di jajaran pengawas, komisaris utama memperoleh Rp972.000.000 sedangkan dua komisaris lainnya masing-masing mendapat 874.800.000.
Berdasarkan sejumlah fakta, realisasi pemberian remunerasi variabel yang dilakukan, sama sekali tidak sepadan dengan kinerja mereka dan bertentangan dengan rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan, serta melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Rekomendasi OJK secara tegas menyatakan bahwa pemberian remunerasi variabel harus dilakukan setelah penetapan laporan keua- ngan setelah diaudit oleh kantor akuntan publik, baik laporan keuangan semester maupun tahunan.
Selain itu, remunerasi variabel tersebut, semestinya mendapat persetujuan dalam rapat umum pemegang saham, sesuai dengan ketentuan undang-undang. Hal ini dinilai remunerasi variabel yang dicadangkan setiap tahun berbeda, tergantung pada kinerja perusahaan yang dilaporkan dalam RUPS, bahwa pemberian penghargaan tahun 2024 harus mendapat persetujuan RUPS Tahunan tahun 2025.
Sesuai Undang Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, Pasal 96 menyebutkan, gaji, tunjangan, dan remunerasi lain bagi direksi harus ditentukan berdasarkan keputusan RUPS. Hal ini juga berlaku untuk komisaris sebagaimana diatur dalam Pasal 113, dimana besaran dan bentuk remunerasi harus mendapat persetujuan pemegang saham melalui RUPS.
Pemberian penghargaan juga tidak dilakukan seenak perut, namun didasarkan pada perhitungan key performance indicator yang diterapkan untuk menilai kinerja. Sayangnya, mekanisme tersebut tidak diberlakukan terhadap direksi dan komisaris.
Pemberian remunerasi variabel ini telah memicu ketidak puasan dan protes dari internal Bank Maluku-Malut sendiri. Pasalnya telah terjadi ketimpangan dalam besaran pembayaran pegawai hanya menerima 50% dari remunerasi variabel, sementara besaran penghargaan untuk direksi dan komisaris dinilai terlalu besar dan tidak memiliki standar perhitungan yang jelas berdasarkan kinerja.
Tidak adanya standar perhitungan kinerja untuk penghargaan ini memicu ketidakpuasan di kalangan pegawai.
Salah satu pegawai Bank Maluku-Malut, kepada Siwalima, Kamis (16/1) mengaku sangat kaget dengan remunerasi variabel yang diterima direksi dan komisaris.
Pegawai yang minta namanya tidak ditulis ini mengaku, sebagian besar karyawan protes atas kebijakam direksi dan komisaris dinilai terlalu besar dan tidak memiliki standar perhitungan yang jelas berdasarkan kinerja.
Tidak adanya standar perhitungan kinerja untuk penghargaan ini memicu ketidakpuasan di kalangan pegawai.
Salah satu pegawai Bank Maluku-Malut, kepada Siwalima, Kamis (16/1) mengaku sangat kaget dengan remunerasi variabel yang diterima direksi dan komisaris.
Pegawai yang minta namanya tidak ditulis ini mengaku, sebagian besar karyawan protes atas kebijakam direksi dan komisaris yang hanya mengutamakan pendapatan mereka.
Dia bilang, semestinya yang menjadi tolak ukur dalam perhitungan kinerja direksi dan komisaris adalah kehadiran mereka, dimana sorotan utama adalah tingkat kehadiran direksi yang dinilai sangat rendah.
Dia lalu mencontohkan, kehadiran Direktur Pemasaran Yeti Likur, di kantor hanya selama 52 hari dalam dalam tahun 2024, atau rata-rata 1 hingga 2 hari per minggu.
Masih menurut sumber ini, berdasarkan Peraturan OJK No. 45/POJK.03/2015 tentang Tata Kelola dalam Pemberian Remunerasi bagi Bank Umum Pasal 12 mengatur bahwa pemberian remunerasi variabel harus berdasarkan capaian kinerja yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, dengan mempertimbangkan risiko yang diambil selama periode kinerja, kondisi keuangan perusahaan, dan keberlanjutan jangka panjang serta mendapatkan persetujuan dari RUPS.
Mengapa persetujuan RUPS sangat penting?
“RUPS adalah forum pengambilan keputusan tertinggi bagi pemegang saham untuk memberikan persetujuan terhadap kebijakan strategis perusahaan, termasuk kebijakan remunerasi direksi dan komisaris. Artinya persetujuan RUPS memastikan bahwa pemberian remunerasi tidak merugikan kepentingan pemegang saham, terutama dalam hal alokasi keuntungan perusahaan,” tandas sumber itu.
Ngaku Bank Sehat
Terpisah, Dirut Bank Maluku-Malut, Syahrisal Imbrar yang kepada Siwalima mengaku, pemberian penghargaan tersebut itu disepakati RUPS dan sesuai dengan Peraturan OJK maupun Undang Undang Nomor 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan.
“Itu benar pemberian penghargaan dan ini sesuai RUPS maupun POJK serta UU tentang Ketenagakerjaan,” jelas dia melalui telepon selulernya, Kamis (17/1).
Menurut Syarisal, pemberian penghargaan tersebut sudah sesuai POJK, dan jika tidak diberikan itu melanggar hak asasi.
“Nilainya bisa mencapai itu karena dihitung satu kali gaji dikali 12 bulan, dan itu berlaku semua untuk perbankan. Ini juga sesuai dengan PJOK, karena kita diawasi oleh OJK, karena jika tidak diberikan itu tentu melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.
Ditanya soal KUB yang tidak jelas, sehingga Gubernur Maluku terpilih Hendrik Lewerissa juga harus turun tangan langsung menanggani masalah ini, Syarisal membenarkannya.
“Benar pak gubernur terpilih turun membantu memberikan perhatian serta semangat dan membantu proses tersebut,” tuturnya.
Dikatakan, KUB telah disepakati dengan Bank DKI, dan oleh Bank DKI juga sudah melakukan pertemuan langsung dengan Bank Maluku Malut.
“Untuk KUB dan Bank DKI, kita sudah selesai tanggal 30 Desember 2024 lalu, dan tanggal 15 Januari kemarin tim dari Bank DKI sudah turun ke Ambon bertemu bersama dengan kita,” katanya.
Menurut dia, kinerja Bank Maluku-Malut saat ini tumbuh sehat, hal ini dibuktikan dengan laba sebelum pajak tahun 2023 sebesar Rp174,5 miliar, laba sebelum pajak (un audited) Tahun 2024 Rp223,2 miliar dimana mengalami peningkatan 28%. CAR 31,80%, ROA 2,50%, meningkat dibanding Tahun 2023 sebesar 1,85%.
“Tingkat kesehatan bank kami oleh OJK dinyatakan PK 2 atau sehat,” sebutnya sembari menambahkan kinerja tumbuh sehat
dinyatakan PK 2 atau sehat,” sebutnya sembari menambahkan kinerja tumbuh sehat ini sudah sejak awal tahun 2022 lalu. (S-20)
Tinggalkan Balasan