Bidikan Jaksa di Kasus Bank Maluku
Menyikapi desakan berbagai kalangan agar aparat penegak hukum mengusut kasus dugaan korupsi di Bank Maluku-Malut akhirnya direspons Kejati Maluku.
Kini kasus dugaan korupsi pada bank berplat merah itu masukan dalam bidikan Kejati Maluku.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Edward Kaban, pihaknya akan mendalami kasus tersebut.
Respon Kejati Maluku, yang akan mendalami pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisaris pada Bank Maluku Malut patutlah diapresiasi.
Pernyataan Kajati sebagai bentuk keseriusan dan kepedulian aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan Tinggi Maluku dalam menegakan supremasi hukum di negeri raja-raja ini terutama dalam menuntaskan kasus korupsi yang semakin marak terjadi akhir-akhir ini.
Baca Juga: Ketidakmampuan RS Haulussy Bayar Jasa NakesPenyusutan kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisaris Bank Maluku Malut yang dilakukan sudah tiga tahun sejak 2021 tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Padahal sesuai aturan haruslah melalui RUPS.
Desakan agar Kejati Maluku usut juga disuarakan oleh akademisi Fakultas Hukum, organisasi pemuda, maupun praktisi hukum, menyusul dugaan remunerasi tak halal yang diterima direksi Bank Maluku-Malut.
Mereka mendesak aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi, maupun KPK, tidak tinggal diam terkait pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisari yang diduga sarat dengan pelanggaran hukum.
Pembayaran remunerasi yang dilakukan sejak tahun 2020-2023 kepada jajaran direksi maupun komisaris, ternyata tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Berdasarkan Pasal 96 dan pasal 113 UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas secara tegas mengatur bahwa, penetapan besaran gaji dan tunjangan dewan direksi dan dewan komisaris ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
Ketentuan hukum tersebut secara langsung memberikan batas bahwa pembayaran remunerasi wajib dilakukan melalui keputusan para pemegang saham, sebab RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam perseroan terbatas termasuk Bank Maluku-Malut.
Apapun alasannya penetapan gaji dan tunjangan wajib dilakukan melalui RUPS sebab UU PT itu memberikan kewenangan bagi RUPS. Diluar itu merupakan pelanggaran hukum
Dewan direksi berdasarkan UU, hanya diberikan kewenangan untuk mengeksekusi pembayaran gaji dan tunjangan/remunerasi yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.
Jika RUPS tidak memutuskan besaran tunjangan atau remunerasi, maka direksi tidak boleh mengambil kebijakan apapun, sebab akan bertentangan dengan aturan hukum.
Dengan adanya persoalan ini maka aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian tidak boleh diam, tetapi harus mengusut kasus tersebut.
Pengusutan kasus pembayaran remunerasi jajaran direksi dan komisaris Bank Maluku Malut perlu dilakukan, guna mengetahui lebih jauh terkait peristiwa pidana yang dilakukan dalam pembayaran remunerasi.
Terkait dengan circular letter yang dikeluarkan Direksi Bank Maluku-Malut, jika penerbitan circular letter tidak berlaku ke belakang melainkan kedepan artinya, keberlakuan sebuah perjanjian atau persetujuan setelah ditandatangani.
Circular letter juga tidak dapat menghapus perbuatan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan yang dilakukan direksi, sebab pembayaran remunerasi yang telah dilakukan telah menyalahi ketentuan.
Karena itu langkah Kejati membidik kasus ini merupakan langkah hukum yang tepat dan patut didukung penuh.(*)
Tinggalkan Balasan