Bidik Tambang Tehoru, Kadis ESDM Dipanggil Ulang

AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku mengakui membidik kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang pasir granit di Negeri Haya, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah.
Kasus ini dibidik Kejati Maluku berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati Maluku nomor Print-03/Q.1/Fd.2/02/2025 tanggal 19 Februari 2025.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy mengakui, pihaknya sementara melakukan puldata dan pulbaket kasus tambang milik PT Waragonda Mineral Pratama (WMP) ini.
Kepada Siwalima melalui sambungan selulernya, Minggu (16/3) Ardy mengatakan, penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku telah melayangkan panggilan dan menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Abdul Haris, guna dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
“Benar kita telah melayangkan surat panggilan kepada yang bersangkutan (Abdul Haris-red). Pemanggilan ini juga sebatas mengklarifikasi beberapa poin yang kita temukan setelah dilakukan pulbaket dan puldata terkait persoalan PT WMP ini,” ungkapnya
Baca Juga: LSM Minta Polda Transparan Soal Kasus IrwasdaDia mengatakan, permintaan keterangan awal sudah disampaikan ke Kadis ESDM hanya tidak hadir, sehingga akan dipanggil lagi
“Kita jadwalkan untuk dipanggil ulang,” ujarnya singkat.
Jaksa Bidik
Seperti diberitakan sebelumnya, diam-diam Kejati Maluku mengusut dugaan tindak pidana korupsi tambang pasir granit di Negeri Haya, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah.
Jaksa menduga ada praktik korupsi dalam proses perijinan tambang milik PT Waragonda Mineral Pratama (WMP) ini.
Kasus ini dibidik Kejati Maluku berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati Maluku nomor Print-03/Q.1/Fd.2/02/2025 tanggal 19 Februari 2025.
Kejaksaan Tinggi Maluku bahkan telah melayangkan panggilan kepada Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Abdul Haris, guna dimintai keterangan kasus tersebut.
Informasi yang diperoleh Siwalima di Pemprov Maluku, Kadis ESDM mestinya dimintai keterangan pada Kamis (6/3) lalu. Kadis bahkan diminta untuk membawa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan izin kepada perusahaan tersebut, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan kasus tambang.
Kepala Dinas ESDM Maluku Abdul Haris, yang dikonfirmasi Siwalima, Selasa (11/3) usai menghadiri pelantikan tim penggerak PPK se Maluku membenarkan dirinya telah menerima surat panggilan dari Kejati.
Haris mengatakan surat panggilan Kejati Maluku tersebut telah diterimanya sejak pekan lalu, namun sampai saat ini masih menunggu informasi lanjutan. “Sudah saya terima surat panggilan itu dari Minggu lalu, tapi saya belum hadir karena masih menunggu informasi ulang terkait waktu pemberian keterangan,” ungkap Haris.
Menurutnya, jika sudah ada infomasi lanjutan dari Kejati Maluku terkait waktu maka dirinya akan hadir untuk memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Dinas ESDM.
Kendati telah menerima surat panggilan namun Haris mengaku belum mengetahui kasus galian C di Kabupaten Maluku Tengah mana yang sedang diusut Kejati. “Saya juga belum tahu di Kabupaten Maluku Tengah mana yang dimaksudkan Kejati, sebab dalam surat itu tidak disampaikan. Makanya saya tunggu waktu saja,” jelasnya.
Haris memastikan dirinya akan kooperatif jika dipanggil Kejati guna memberikan keterangan terkait kasus yang diusut. “Sebagai warga negara harus kooperatif,” terangnya.
Tuntut Cabut Izin
Sementara itu puluhan warga yang tergabung didalam Gerakan Masyarakat Adat Haya (GEMAH) menggelar aksi di Kantor Bupati Malteng,Rabu (12/3).
Mereka melakukan longmarch dari Tugu Pamahanu Nusa pada pukul 12.15 WIT, diawali dengan doa yang dipimpin Ustad Iwan Tuahan.
Mereka kemudian berjalan menuju Kantor Bupati Malteng, dikawal ketat aparat kepolisian.
Namun, massa tidak dapat masuk ke halaman kantor karena gerbang ditutup dan dijaga ketat oleh Satpol PP dan aparat kepolisian.
Meskipun demikian, para demonstran tetap menyampaikan orasi terkait dugaan perusakan lingkungan dan pelanggaran adat oleh PT WMP
Aksi berjalan kondusif, dengan pengamanan dari pihak kepolisian. Koordinator demo Reza Wailissa dalam tuntutannya kepada Wakil Bupati Malteng menuntut ganti rugi atas perusakan sasi adat senilai Rp 9.999.999.999.
Mereka juga meminta DPRD Malteng mengeluarkan rekomendasi dan mencabutan izin usaha PT WMP.
Mereka juga mendesak Bupati Malteng mengajukan rekomendasi pencabutan izin PT WMP kepada pemerintah provinsi dan pusat.
Serta meminta Polres Malteng menangkap dan memproses karyawan PTWMP yang diduga terlibat dalam perusakan sasi adat Negeri Haya serta menuntut Polres Malteng membebaskan dua warga yang ditahan.
Akan Evaluasi
Sementara itu, Wakil Bupati Malteng, Mario Lawalata saat menemui para pendemo berjanji akan mengevaluasi tuntutan masyarakat Negeri Haya, Kecamatan Tehoru, yang menuntut pencabutan izin usaha PT WMP.
“Kami menerima semua aspirasi yang disampaikan dan akan mengevaluasi ulang bersama Bupati Malteng. Saya memahami perasaan masyarakat, tetapi proses ini membutuhkan waktu dan kajian mendalam,” ujar Lawalata kepada massa aksi.
Lawalata juga meminta perwakilan masyarakat terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan perkembangan tuntutan mereka.
Pernyataan ini disampaikan setelah GEMAH menyerahkan pernyataan sikap resmi yang berisi tuntutan pencabutan izin perusahaan, ganti rugi atas perusakan sasi adat, serta pembebasan dua warga Haya yang ditahan oleh Polres Malteng. (S-26)
Tinggalkan Balasan