AMBON, Siwalimanews – Kejati Maluku diminta jangan bernafsu me­ngejar kasus korupsi baru, se­men­tara banyak kasus lama  terbengkalai dan belum dituntaskan.

Sejumlah ka­sus lama yang masih di berada meja Kejati Maluku diantaranya, Repo Obli­gasi Bank Maluku kepada PT Andalan Artha Advisio­ndo (AAA) Securitas,  dugaan korupsi pembelian lahan PL­TG Namlea,  korupsi Taman Kota Kabupaten Kepulau­an Tanimbar, dugaan korupsi dana hibah pembangunan Pastori Waai dan dugaan korupsi gaji Satpol PP Maluku.

Kendati banyak kasus lama belum tuntas, Korps Adhyaksa sudah mengejar kasus du­gaan raibnya sebagian dana konsinyasi dalam per­kara perdata yang melibat­kan ASDP Liang, yang di­titipkan di Pengadilan Ne­geri Ambon sebesar Rp 1,142 miliar.

Praktisi Hukum, Djidon Batma­molin mengatakan, kejati jangan hanya memburu banyak kasus, tetapi sulit untuk dituntaskan.

“Sebaiknya jangan kejar kasus  dulu dengan melakukan penyelidi­kan kasus baru, sementara kasus lama masih terbengkalai dan belum tahu kejelasannya,” kata Batmamolin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (10/11).

Baca Juga: Hasil Audit Kasus Repo Saham Belum Diterima Jaksa

Ia meminta, kejati fokus mena­ngani kasus dugaan korupsi yang lama, jangan  mengejar kasus baru, sehingga akhirnya menumpuk.

Ia berharap, kejati dalam mela­kukan penyelidikan dan penyi­dikan tidak disusupi kepentingan apapun, sehingga kasus-kasus du­gaan korupsi itu bisa dituntaskan.

Senada dengan itu, Ketua Laskar Anti Korupsi (LAKI) Maluku, Ronny Aipassa juga meminta agar jaksa lebih fokus untuk menun­taskan kasus-kasus dugaan korupsi yang lama.

“Kan, masih banyak kasus dugaan korupsi yang belum tuntas. Selesai­kan dulu, baru sidik kasus yang baru supaya tidak terkatung-katung penanganannya,” tandas Aipassa, ke­pada Siwalima, melalui telepon selulernya, Selasa (10/11).

Menurutnya, jika jaksa hanya mengejar target sementara penanga­nan perkaranya terkatung-katung maka akan menimbulkan persepsi buruk dalam penanganan perkara korupsi.

“Pasti akan ada image yang buruk terhadap kinerja jaksa bahwa hanya kejar target atau jumlah kasus, tapi tidak ada penyelesaiannya,” ujarnya.

Bidik

Seperti diberitakan, Kejati Maluku membidik kasus dugaan raibnya sebagian dana kon­si­nyasi dalam perkara perdata yang melibatkan ASDP Liang, yang dititipkan di Pengadilan Negeri Ambon sebesar Rp 1,142 miliar.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette mengakui, kasus tersebut sementara dilakukan pengumpulan data dan keterangan dari sejumlah saksi. “Benar kasus ini sedang dalam tahapan penyelidikan oleh Kejati Maluku, dengan agenda per­min­taan keterangan dari beberapa pihak,” jelas Sapulette kepada Siwa­lima, Senin (9/11).

Dalam proses penyelidikan ter­sebut, lanjut Sapulette, kejari mela­kukan pengumpulan data dan kete­rangan dari sejumlah saksi.

“Kasus itu masih dalam tahap puldata dan pulbaket. Sehingga belum dapat dipublikasikan secara luas bagi masyarakat,” ujar Sapu­lette.

Pengadilan Negeri Ambon diduga menghilangkan uang senilai Rp 1,141 M dari dana konsinyasi Rp 6,8 M yang dititipkan.

Dana yang dititipkan di Penga­dilan ini untuk pembayaran ganti rugi lahan seluas 4,6 Hektar di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabu­paten Malteng yang sedang dalam proses hukum.

Hal ini disampaikan Wenly Tua­puttimain selaku kuasa hukum Abdul Samad Lessy.

Wenly menyebutkan, kliennya Abdul Samat Lessy, telah memasuk­kan gugatan perkara perdata terkait lahan dermaga ferry Liang terhadap Pama Lessy, Muhamad Lessy, Daud Hahuan dan ASDP Indonesia Ferry (Persero), serta BPN Maluku Tengah sebagai tergugat.

Pihaknya kemudian menyurati pengadilan dengan melampirkan nomor gugatan, agar tidak dilaku­kan pembayaran kepada pihak manapun, sambil menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). ASDP kemudian menyetor dana sebesar Rp 6,8 M ke pengadilan di tahun 2018.

Secara hukum lanjut Wendy, pemilik sah dari lahan dermaga ferry Liang seluas 4,6 hektar (versi ASDP) adalah Abdul Samad Lessy. Dan hal ini diperkuat dengan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara nomor 537 tahun 2020.

Sementara itu, Humas PN Ambon, Lucky Rombot Kalalo yang ditemui wartawan mengatakan, uang terse­but bukan raib.

Saat perkara ini berproses saat diajukan gugatan oleh, Abdul Sa­mad Lessy pada tahun 2017 atas lahan seluas 4,6 Hektar di Desa Liang. Sebelum ada putusan Kasasi dari Mahkamah Agung, sudah dilakukan pembayaran ke salah satu tergugat yakni, Saleh Lessy atas permohonan ganti rugi ke ASDP Ferry Indonesia.

Kalalo menjelaskan, lahan seluas 4,6 Hektar itu dibeli oleh PT ASDP Indonesia dengan nilai Rp. 6,8 miliar. Namun, saat tanah ini dibeli, sudah ada sertifikat lahan atas atas nama Saleh Lessy (tergugat) dan sudah di­dirikan bangunan, rumah dan pe­nginapan dan pohon kelapa. (S-16)