AMBON, Siwalimanews –  Lantaran dituding melakukan penganiayaan, boss PT Pasifik Dok Maluku Alfred Betaubun, akan melaporkan Nahkoda KM Sabuk Nusantara 34 Marthen Laitera ke Polda Maluku.

Langkah ini dilakukan untuk menjawab semua tudingan miring dan persepsi masyarakat Maluku terkait moralitas Alfred Betaubun.

Kuasa Hukum Alfred Betaubun Firel Sahetapy dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Senin (23/8) menjelaskan, kliennya sangat dirugikan dengan pemberitaan baik di media sosial maupun di media massa.

Menurut Firel, pihaknya tidak hanya mangambil langkah hukum memproses nahkoda KM Sanus 34, melainkan akun facebook Eli Paklioy Tuamain yang ikut menyebarkan informasi sepihak juga akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Bukan itu saja, langkah hukum lainnya jelas Firel juga menyangkut dengan nilai kerugian yang timbul akibat ulah nahkoda yang enggan beranjak dari kawasan dermaga.

Baca Juga: Atapary Akui SDM Jadi Masalah Kesehatan di Maluku

“Klien saya sangat dirugikan akibat tudingan-tudingan miring baik di media sosial maupun di media massa. Tindakan nakhoda yang tidak mau dengan sikap bersikeras untuk tidak melaksanakan kewajiban dalam kapasitas selaku pemimpin di atas kapal yang bertanggungjawab penuh atas keselamatan kapal sebagai tanggung jawab utama. Terhadap hal itu, kami akan laporkan secara pidana dengan kualifikasi dengan sengaja dan tanpa hak telah membuat hingga rusaknya barang orang lain yang secara nyata-nyata, bahkan didepan matanya sendiri yang berakibat merugikan orang lain tersebut pada persektif hukum pidana dan juga hukum perdata yang berkualifikasi perbuatan melawan hukum yang mendatangkan kerugian (tuntutan ganti rugi),” tegas Firel.

Firel menjelaskan, kronologi peristiwa hingga kliennya dituding menganiaya Laitera yakni KM Sanus 34 telah turun dok pada Rabu (18/8), namun nakhoda meminta izin sandar sementara di dermaga PT Pasifik Dok Maluku dalam rangka pengisian air tawar pada Kamis (19/8).

Selesai pengisian air tawar, nakhoda diminta untuk keluarkan kapal, dengan pertimbangan rasional, terkait cuaca dalam rangka keselamatan kapal maupun rel ( slipway), akan tetapi permintaan untuk segera keluarkan kapal sama sekali tidak diindahkan Laitera, bahkan sedikitpun tidak digubrisnya.

“Padahal Laitera selaku nahkoda bertanggungjawab penuh atas kapal dan ABK serta hal-hal lain yang berpotensi terjadi,” ujar Firel.

Firel mengaku, pada Jumat (20/8), nakhoda diminta kembali untuk segera mengeluarkan kapal, permintaan yang kedua ini tidak sedikit pun ditanggapi yang bersangkutan.

“Nakhoda mengajukan alasan baru, bahwa kapal mengalami gangguan mesin yang butuh waktu perbaikan dan keberadaan kapal tetap di tempat sampai Sabtu (21/8),” beber Firel.

Kemudian kata Firel, pada Sabtu (21/8) sekitar puku 13.30 WIT, KKM mengabari pihak PT Pasifik Dok Maluku, bahwa mesin induk kiri sudah selesai diperbaiki dan pada pukul 17.00 WIT, kapal keluar untuk berlabuh di depan PT Pasifik Dok Maluku.

Namun, pada pukul 17.00 WIT, tidak ada reaksi apapun dan kapal tetap pada tempatnya, hingga pukul 18.00 WIT, ombak makin kencang dan besar yang membuat Bottom (dasar kapal) menghantam balok slipway sampai membentur rell slipway kapal.

“Pada pukul 18.30 WIT, klien kami, selaku orang yang bertanggung jawab penuh atas PT Pasifik Dok Maluku, memeriksa kondisi kapal dan menemukan dasar sampai tepi kapal sisi kiri bagian haluan tengah dan buritan secara bergantian dan terus menerus manghantam balok slipway akibat gelombang surut,” ungkap Sahetapy.

“Dalam kondisi itu, klien kami memerintahkan karyawannya untuk segera dengan cepat memanggil nahkoda ke darat agar dengan mata kepalanya dapat secara langsung melihat kondisi kapalnya yang mulai kandas,” tambah Firel.

Namun lanjut Firel, nahkoda baru datang ke darat  untuk melihat slipway sekitar pukul 19:45 WIT dan menyaksikan secara langsung kondisi kapal, slipway dan gelombang air surut.

“Saat berhadapan dengan nakhoda, klien kami bermohon agar sang nahkoda itu segera keluarkan kapalnya dari dermaga, dengan maksud untuk menghentikan kerusakan lanjut akibat benturan kapal dengan balok slipway yang akan merusak secara timbal balik. Maksud dan kehendak baik klien kami ditolak mentah-mentah oleh nakhoda,” tutur Firel.

Nahkoda saat itu beralasan, kedua mesin induk rusak, alasan ini tentunya sangat tidak berdasar, karena bertolak belakang dengan kabar atau informasi KKM kepada kliennya, bahwa mesin dalam kondisi baik-baik saja.

Olehnya itu, berdasarkan fakta-fakta tersebut, Firel menegaskan, pihaknya akan menempuh jalur hukum, lantaran nama baik kliennya telah dicemarkan. (S-32)