AMBON, Siwalimanews – Dinas Perhubungan Kota Ambon meminta Polresta mengusut karcis retribusi sampah ilegal yang dipatok dari pedagang sebesar Rp5000 dengan memakai cap Dishub.

Karcis ilegal itu dibuat oleh PT Bumi Perkasa Timur dan beredar luas di pedagang,dimana Dishub tidak pernah mengeluarkan karcis tersebut.

Permintaan ini disampaikan Ka­pala Terminal Mardika Ambon Petrus Ngeljaratan dalam rapat di DPRD Kota Ambon bersama Pemkot Ambon, Polresta Ambon, Asosiasi Pedagang Mardika Ambon (APMA) dan PT Bumi Perkasa Timur serta Komisi II dan Komisi III DPRD Kota Ambon, yang berlangsung di ruang Paripurna DPRD Kota Ambon, Senin (27/2).

“Kita tidak pernah membuat cap untuk itu. Kalau soal sampah cap­nya harus atas nama Dinas Ling­kungan Hidup dan Persampahan (DLHP) bukan perhubungan. Ma­kanya kita minta kalau ada pihak kepolisian silahkan tangkap dan poses, karena itu illegal,” tegasnya dalam rakor yang dipimpin Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta, didampingi Wakil Ketua I Geral Mailoa dan Wakil Ketua II, Rustam Latupono bersama Penjabat  Wali­kota Ambon, Bodewin Wattimena dan didampingi Kapolresta Pulau Ambon dan Pp. Lease, Alham me­ngaku, apa yang dilakukannya, atas izin mantan Walikota Ambon, Rhicard Louhenalessy sejak Tahun 2011 lalu.

Sementara itu, Mochtar yang mewakili PT. Bumi Perkasa Timur dalam rapat tersebut mengakui, beredarnya retribusi sampah senilai Rp5000 di pedagang.

Baca Juga: Giliran Tiga Saksi TPPU RL Diperiksa KPK

Kata dia, karcis itu dicetak oleh salah satu karyawan perusahaan  PT Bumi Perkasa Timur, dimana pihak perusahaan telah memecat karyawan tersebut.

“Kita kecolongan, itu dibuat oleh oknum karyawan kita, yang kini sudah dipecat oleh perusahaan, karena hal itu,”katanya.

Sebelumnya penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena me­nanggapi beredarnya karcis terse­but mengungkapkan, penagihan retribusi dari pedagang diluar yang dilakukan Pemerintah Kota Ambon adalah ilegal.

“Saya sudah bilang berkali-kali bahwa yang sah itu, yang dikeluar­kan oleh pemerintah. Diluar itu ya silahkan diterjemahkan sendiri. Senin besok ini kan kita ada rapat koordinasi bersama di DPRD Kota untuk bicara semua hal, terkait Terminal Mardika, disitu akan diketahui dimana batas-batas kewenangan kita,”jelas Wattimena kepada Siwa­lima usai membuka kegiatan GAMKI di Kantor Sinode, Sabtu (25/2).

Bangun lapak

Dalam rapat bersama di DPRD Kota Ambon itu terungkap, lapak-lapak yang dibangun dalam kawasan Terminal Mardika Ambon, ternyata dilakukan oleh Asosiasi Pedagang Mardika Ambon (APMA).

Pembangunan dilakukan kembali, setelah adanya pembongkaran oleh PT. Bumi Perkasa Timur.

Padahal diketahui, pembongkaran dilakukan pihak perusahaan, ber­tujuan untuk memperbaiki saluran got yang ada dibawah Lapak-lapak tersebut.

Namun sebelum dilakukan perbai­kan dimaksud, pihak APMA justru telah melajukan pemba­ngu­nan kembali Lapak-lapak yang diper­kirakan berjumlah 300 lebih itu.

Ironisnya, pembangunan dilaku­kan tanpa adanya koordinasi deng­an Pemerintah Kota Ambon. Alhasil, persoalan pembangunan menim­bulkan polimik antar pedagang dan sopir angkutan kota hingga meli­batkan pemerintah, baik kota mau­pun provinsi.

Ketua APMA, Alham Valleo me­ngakui, bahwa pihaknyalah yang membangun kembali lapak-lapak tersebut.

“Sebenarnya kita bukan mem­bangun, kita hanya menata bangu­nan yang sudah ada. Dan itu kita lakukan berdasarkan izin Pemerintah Kota Ambon sebelumnya (mantan Walikota) sejak Tahun 2011. Dengan itu, kita membangun, karena kita berpikir, pedagang ini harus tetap berjualan,”ujar Alham dalam forum tersebut.

Kebijakan Pemkot

Dalam rapat bersama tersebut memutuskan, pembangunan lapak masih dihentikan sementara, hingga adanya koordinasi Pemkot Ambon dengan Pemprov Maluku dan DPRD Provinsi Maluku.

Penjabat Walikota Ambon, Bo­dewin Wattimena dalam kesimpul­annya menyampaikan apa yang menjadi kebijakan dan solusi awal bagi para pedagang yakni, peda­gang diperbolehkan tetap berjualan dalam kawasan terminal, tetapi dimulai pukul 18.00 WIT atau jam 6 sore.

Kebijakan lainnya adalah proses pembangunan lapak dalam kawasan tersebut untuk sementara dihenti­kan, sampai dilakukan koordinasi antara Pemkot dan Pemprov bersama DPRD Maluku guna mencari solusi akhir terkait lokasi pemindahan lapak-lapak dimaksud.

Ditanya soal apakah lapak-lapak yang sekarang telah dibangun oleh pihak APMA menggunakan matetial baja itu akan dibongkar, Wattimena mengatakan, akan diketahui nanti usai rakor antara kota dan provinsi bersama DPRD Kota Ambon nantinya.

“Saya sudah bilang, saya tidak mau dibangun di terminal. Sehingga nanti kita cari solusi, terhadap persoalan ini. Tuntutan publik bahwa lapak harus dibongkar, saya setujuh itu, tapi kalau dibongkar pedagangnya kemana. Itu yang akan dicari solusinya, dengan berkoordinasi baik Pemprov maupun PT. BPT, dan akan divasilitasi oleh DPRD provinsi. Jadi pedagang harus bersabar,”tegasnya.

Wattimena menambahkan, per­soalan ini timbul akibat pembong­karan yang dilakukan PT BPT, padahal jika pembongkaran itu tidak dilakukan maka tentu tidak akan ada persoalan.

“Kalau lapak-lapak itu tidak dibongkar, saya kira tidak akan ada masalah sampai hari ini. Karena mereka bagian dari warga kota yang harus diperhatikan, untuk itu pemerintah hadir disini untuk menyelesaikan ini,”tandas Watti­mena. (S-25)