AMBON, Siwalimanews – Dua orang tewas dan 14 lainnya termasuk 9 petugas polisi, luka-luka, saat bentrok antar dua kelompok pemuda, di Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Bentrokan antar kelompok pemuda pecah di Taman Landmark, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, Minggu (16/3) dini hari.

Insiden ini mengakibatkan dua warga meninggal dunia, serta 14 orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk tujuh warga dan sembilan anggota kepolisian.

Bentrokan terjadi antara pemuda dari Lorong Karang Tagepe dan Lorong Perumda, diawali saat sekelompok pemuda Perumda mencoba menyerang kelompok Karang Tagepe dengan busur panah. Namun aparat kepolisian yang berjaga di lokasi berhasil membubarkan massa.

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Areis Aminnulla dalam rilisnya kepada Siwalima mengungkapkan, aparat kepolisian yang berjaga di lokasi berhasil membubarkan dua kelompok massa, tetapi ketegangan terus berlanjut.

“Kelompok pemuda dari Perumda kemudian berkumpul di depan kantor DPRD dan kembali berusaha menyerang kompleks Ohoijang atau Karang Tagepe, namun kembali dihalau oleh personel Polres Maluku Tenggara,” ujar Areis.

Baca Juga: LSM Minta Polda Transparan Soal Kasus Irwasda

Upaya aparat kepolisian untuk meredam bentrokan tidak membuah­kan hasil. Justru, sejumlah anggota polisi turut menjadi sasaran sera­ngan menggunakan senapan angin, panah dan parang oleh orang tak dikenal.

“Pada pukul 02.10 WIT, seorang anggota Reskrim yang hendak me­lerai massa diparangi di bagian kepala. Saat mencoba menangkap pelaku, anggota tersebut kembali diserang dengan panah dan sena­pan angin oleh warga, yang meng­akibatkan beberapa anggota lainnya mengalami luka-luka,” tambahnya.

Saat ini, lanjut Aries, situasi di lokasi kejadian dilaporkan sudah kondusif. Polisi tengah melakukan penyelidikan untuk mengungkap motif bentrokan, serta telah meng­antongi identitas pelaku pemba­cokan terhadap salah satu anggota kepolisian.

“Kami mengimbau keluarga pelaku untuk segera menyerahkan yang bersangkutan ke Polres Maluku Tenggara. Kepolisian akan menin­dak tegas siapa pun yang terlibat dalam bentrokan ini sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.

Aries mengatakan, peristiwa ini bukan kali pertama terjadi di wilayah Maluku Tenggara. Pada 5 Maret 2024 lalu, bentrokan serupa terjadi antara pemuda kompleks Pemda dan Pokarina di Kecamatan Kei Kecil, yang diduga dipicu oleh provokasi dan pengaruh minuman keras.

Selain itu, pada 22 Februari 2024, dua bentrokan terjadi dalam sehari di wilayah yang sama, menyebabkan empat orang luka-luka dan satu korban meninggal dunia.

Aries bilang, saat ini pihak kepolisian terus berupaya menjaga stabilitas keamanan di Maluku Tenggara dan mengajak seluruh masyarakat untuk menahan diri serta menghindari tindakan provokatif yang dapat memicu konflik di masa mendatang.

Minta Kapolda Serius

Sementara itu, Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun meminta, Kapolda Maluku untuk serius mena­nggani masalah ini.

Benhur sangat prihatin dan me­nyayangkan bentrok antar pemuda kembali terjadi di Kabupaten Ma­luku Tenggara, seakan-akan Kapolda Maluku tidak serius menang­ga­ninya.

Saya sangat prihatin dan menya­yangkan bentrok ini kembali terjadi, saya minta supaya Kapolda serius menanggani masalah bentrok ini. Bentrok terjadi berulang kali di Kabupaten Malra, kok tidak bisa selesaikan sampai terjadi,” ujar Benhur saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (16/3).

Karena itu, dia meminta Kapolda untuk mengevalusi Kapolres Malra, AKBP Frans Duma, yang dinilai gagal menanggani masalah bentrok berulang di Kabupaten Malra.

“Ini bentrok terjadi berulang kali, kenapa tidak selesaikan sampai ke akar-akar masalah, saya melihat ini tidak selesai sampai ke akar-akarnya. Kapolres kalau tidak mampu di­evaluasi saja,” ujar Benhur.

Putra asli Kei ini meminta agar Kapolda Maluku mengambil alih penanganan kasus bentrok di Malra.

“Sekali lagi saya sangat prihatin, Kapolda harus mengambil alih penanganan kasus ini, evaluasi Kapolres, karena ini terjadi berulang kali, tidak ada sweeping senjata tajam, penanganan kasus bentrok juga sangat prematur,” ujarnya.

Apalagi tambah dia, bentrok sampai sudah menimbulkan korban jiwa, sehingga Kapolda harus turun tangan mengatasi masalah ini.

“Penanganan sama sekali tidak menyentuh akar masalah, bikin peta masalah, bikin skema penanganan,” katanya.

Benhur meminta Kapolda lebih serius dan jangan anggap masalah bentrok ini biasa, bila perlu sele­sai­kan sampai ke akar-akarnya. Aparat intelejen di lapangan, juga harus difungsikan maksimal,” pintanya.

Jaga Falsafah Ain Ni Ain

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Ma­luku, Fauzan Rahawarin menghim­bau kepada seluruh masyarakat Kei untuk kembali menghayati dan mengamalkan falsafah hidup yang telah diwariskan oleh leluhur, yaitu Ain Ni Ain dan budaya Fangnanan.

Dalam rilis kepada Siwalima, Minggu (16/2) Fauzan menegaskan bahwa orang Kei itu besar karena menjunjung tinggi falsafah Ain Ni Ain, yang berarti kebersamaan dan persaudaraan di atas segala perbe­daan. Nilai ini harus terus dirawat dan dijaga baik di tanah Evav maupun di tanah rantau.

“Kita tidak boleh melupakan ajaran leluhur bahwa orang Kei adalah satu saudara. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, semua adalah keluarga. Budaya Fangna­nan menuntun kita untuk hidup dalam kasih sayang, saling mendu­kung, dan menjauhi tindakan yang dapat memecah belah persauda­raan,” ujarnya.

Fauzan mengingatkan bahwa konflik hanya akan meninggalkan perpecahan, sementara perpecahan akan membawa ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.

“Ada pepatah, menang jadi abu, kalah jadi arang, yang menegaskan bahwa tidak ada pihak yang benar-benar menang dalam pertikaian, karena yang tersisa hanyalah kehancuran dan luka bagi semua pihak,” katanya.

Fauzan mengajak seluruh masyarakat Kei, terutama generasi muda, untuk menahan diri dan menyelesaikan setiap permasalahan dengan kepala dingin. “Jangan sampai kita kehilangan jati diri sebagai orang Kei yang dikenal dengan nilai persaudaraan yang kuat,” imbaunya.

Fauzan juga meminta agar semua pihak mempercayakan penyelesaian kasus ini kepada aparat keamanan dan tidak mengambil tindakan di luar hukum.

Dia berharap pemerintah daerah, tokoh adat, dan pemuka agama dapat bersinergi dalam meredam ketegangan serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga perdamaian.

“Mari kita bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban di tanah Evav. Kita harus terus merawat warisan budaya kita agar tidak punah akibat pertikaian yang tidak bermanfaat. Mari kita jadikan tragedi ini sebagai pelajaran agar tidak terulang di masa depan,” pintanya. (S-26/S-27)