AMBON, Siwalimanews – Ketua Bawaslu Malu­ku, Subair mengatakan Bawaslu Maluku telah merekomendasikan pemungutan suara ulang (PSU) di 12 TPS di Maluku, dimana 7 TPS telah ditin­dak­lan­juti KPU.

PSU Pilkada Guber­nur Maluku-Wakil Gu­ber­nur, Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota di TPS 01 Desa Kanikeh, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah pada 29 November 2024, TPS 02 Desa Bebar Kecamatan Damer, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) pada 2 Desember 2024.

TPS 7 Desa Kairatu, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat pada 2 Desember 2024, TPS 004 Kelurahan Saumlaki Utara Kecamatan Tanimbar Selatan Ka­bupaten Kepulauan Tanimbar pada 4 Desember 2024, dan TPS 001 Desa Mun Ohoiir Kecamatan Kei Besar Utara Barat Kabupaten Maluku Tenggara (Malra).

Sementara untuk dua reko­mendasi PSU, lanjut Subair yaitu di TPS 01 dan TPS 02 Desa Danar Ternate, Kabupaten Malra akan dilaksanakan 7 Desember 2024 kemarin.

Subair menjelaskan, persoalan PSU dinamis di beberapa daerah. Se­luruhnya sudah terlaksana, na­mun Kabupaten Maluku Tenggara memang bertambah setiap hari.

Baca Juga: Cuaca Buruk di Ambon, Garuda Batal Landing

“Kita memang evaluasi seperti apa dinamikanya sampai Bawaslu Malra dalam beberapa hari ini mengeluarkan rekomendasi PSU,” tandas Subair.

Hingga saat ini lanjut Subair, yang belum ditindaklanjuti reko­mendasi PSU oleh KPU yaitu dua rekomendasi di Kabupaten Seram Bagian Timur, satu di Kabupaten Buru Selatan, serta 10 rekomen­dasi PSU di Malra.

“Kami baru saja terima surat untuk PSU di Malra. Bahwa tiga rekomendasi PSU ditolak KPU karena tidak terpenuhi unsur. Gelombang keduanya, itu ada dua rekomendasi yang diterima, sisa­nya ditolak,” jelasnya.

Khusus di Malra kata Subair, memang menjadi atensi Bawaslu Maluku. Yang mengharapkan tidak lagi ada masalah dan situasi Kamtibmas bisa segera mereda dengan adanya PSU yang digelar.

“Dari 12 rekomendasi PSU yang dikeluarkan Bawaslu Kabupaten/Kota, Malra yang belum penuhi syarat semua, per kemarin. Hari ini ada tambah lagi empat rekomen­dasi PSU, tapi ditolak KPU semua,” jelasnya.

Subair menambahkan, reko­men­dasi PSU yang belum men­dapat respon KPU untuk dilak­sanakan yaitu di TPS 001 Lahema, Kecamatan Kesui Watubela dan TPS 02 Kilkoda Kecamatan Gorom Timur, Kabupaten SBT, serta di TPS 02 Desa Deborwae Kecamatan Waelata Kabupaten Buru.

“Kita masih menunggu untuk tiga itu. Apakah nanti ditindaklanjuti KPU atau tidak untuk PSU. Kita juga belum tahu karena belum ada ja­waban dari KPU setempat,” katanya.

Terima 148 Pelanggaran

Hingga kini Bawaslu Maluku telah menerima laporan dan te­muan sebanyak 148  pelanggaran yang terjadi pada pilkada serentak 27 November 2024 lalu. Dengan rincian sebanyak 125 laporan serta 23 temuan.

“Pada proses selanjutnya perlu kami sampaikan bahwa dari pembahasan yang dilakukan maka laporan yang telah di registrasi sebanyak 63 tersebut pelanggaran berjumlah 29. Bukan pelanggaran 34 dan kasus pidana 11 dan yang di lanjutkan ke pembahasan kedua sebanyak 6 kasus,” ungkap Kordiv Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Maluku, Astuti Usman dalam rilis yang diterima Siwalima, Sabtu (7/12).

Selanjutnya, pembahasan ke tiga sebanyak 4 kasus, pelang­garan ASN ada 4, pelanggaran administrasi sebanyak 17, pela­nggaran hukum lainnya 4 kasus dan kode etik sebanyak 4 kasus.

“Sampai saat ini dibeberapa kabupaten kota masih melakukan penanganan pelanggaran,” ungkap Astuti

Pelanggaran pemilihan, kata Tuti, adalah suatu tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait pemilu dan pemilihan bahwa pelanggaran pemilihan dapat berasal dari te­muan atau laporan.

Temuan pelanggaran pemilihan merupakan hasil pengawasan aktif dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Ka­bupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada setiap tahapan penyele­nggaraan pemilu.

Selain berdasarkan temuan Bawaslu, laporan pelanggaran pe­milihan bisa langsung dilaporkan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah mempunyai hak pilih, peserta pemilu, dan peman­tau pemilu kepada Bawaslu, Ba­waslu Provinsi, Bawaslu Kabu­paten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan/atau Pengawas TPS.

“Laporan pelanggaran pemi­lihan disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu, tempat kejadian perkara dan uraian kejadian. Laporan pela­nggaran pemilihan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui terjadinya dugaan adanya pelanggaran pemilihan,” jelas Asuti.

Menurutnya, berdasarkan Un­dang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Kepala Daerah, terdapat tiga jenis pela­nggaran pemilihan, yaitu pelang­garan kode etik, pelanggaran administratif dan tindak pidana pemiliu.

Pelanggaran kode etik adalah pelanggaran etika penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas se­bagai penyelenggara pemilu. Pelanggaran kode etik ditangani oleh Dewan Kehormatan Penye­lenggara Pemilu dan putusannya berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pem­ber­hentian tetap atau rehabilitasi.

Pelanggaran administratif ada­lah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan admini­strasi pelaksanaan tahapan pemilihan. Pelanggaran administratif pemilihan ditangani oleh Bawaslu Provinsi dan putusannya berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, teguran tertulis, tidak diikutkan pada taha­pan tertentu dalam penyeleng­garaan pemilihan atau sanksi administratif lainnya sesuai undang-undang pemilihan.

Pelanggaran tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu serta undang-undang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

“Tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Perkara tindak pidana pemilu diputus oleh pengadilan negeri, dan putusan ini dapat diajukan banding kepada pengadilan tinggi. Putusan pengadilan tinggi adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain,” jelasnya. (S-08)