Bawaslu Kecam Rekomendasi Diabaikan, KPU Terancam Dipidana
AMBON, Siwalimanews – Bawaslu Provinsi Maluku menyikapi serius terhadap 70 rekomendasi yang telah dikeluarkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Dari puluhan rekomendasi tersebut, KPU hanya melaksanakan 4 PSU. Hal ini membuat Bawaslu mengecam dan bakal mengambil sikap tegas dengan mempidana KPU.
“Sikap Bawaslu atas tidak dilaksanakannya PSU oleh KPU yakni, menjadikan KPU kabupaten/kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak melaksanakan rekomendasi PSU sebagai terlapor, dalam temuan dugaan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 549 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” jelas Ketua Bawaslu Maluku, Subair kepada wartawan di Kantor Bawaslu Maluku, Kamis (29/2).
Adapun bunyi Pasal 549 UU Nomor 7 Tahun 2017 yakni: Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 373 ayat (3) sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi, anggota KPU kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)’.
Selain KPU dengan jajarannya hingga KPPS, Bawaslu juga mengancam mempidanakan saksi-saksi partai politik dan dapat menjadikan mereka sebagai terlapor sesuai dengan temuan Bawaslu kabupaten/kota.
Baca Juga: Intensif Nakes Disalahgunakan, Polda Diminta TuntaskanBawaslu akan menjadikan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS dan KPPS yang tidak melaksanakan rekomendasi PSU sebagai teradu, dalam temuan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, yang oleh karena atas kelalaian sehingga menyebabkan proses pemungutan dan penghitungan suara tidak berjalan sesuai dengan asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 dan 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Dia menegaskan, pihaknya segera menyampaikan surat resmi kepada KPU kabupaten/kota dalam hal meminta penjelasan terkait alasan hukum tidak terpenuhinya syarat dilaksanakannya PSU, atas rekomendasi yang telah disampaikan oleh Panwaslu kecamatan yang didasari atas laporan hasil pengawasan Pengawas TPS.
“Tidak beralasan jika Bawaslu mengeluarkan rekomendasi bagi KPU kabupaten/kota untuk melakukan PSU, namun dari 70 rekomendasi itu hanya dilakukan PSU pada 4 TPS maka tentunya Bawaslu akan mengambil sikap tegas,” tandasnya.
70 Rekomendasi
Dari total 70 rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dikeluarkan Bawaslu hanya empat rekomendasi yang ditindaklanjuti KPU.
70 rekomendasi PSU Bawaslu itu tersebar pada 8 kabupaten/kota, masing-masing, Kota Ambon 7 TPS, Kabupaten Seram Bagian Timur 8 TPS, Kabupaten Kepulauan Aru 10 TPS, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) 19 TPS.
Selanjutnya, Kabupaten Kepulauan Tanimbar 12 TPS, Kabupaten Maluku Tenggara 3 TPS, Kabupaten Buru 8 TPS dan Kabupaten Maluku Tengah 3 TPS.
Dari total 70 rekomendasi PSU yang dikeluarkan Bawaslu, hanya empat rekomendasi yang ditindaklanjuti KPU.
70 rekomendasi PSU Bawaslu itu tersebar di delapan kabupaten/kota, masing-masing, Kota Ambon 7 TPS, Kabupaten Seram Bagian Timur 8 TPS, Kabupaten Kepulauan Aru 10 TPS, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) 19 TPS.
Selanjutnya, Kabupaten Kepulauan Tanimbar 12 TPS, Kabupaten Maluku Tenggara 3 TPS, Kabuaten Buru 8 TPS dan Kabupaten Maluku Tengah 3 TPS.
“Dari 70 rekomendasi PSU, hanya ada 4 yang diterima oleh KPU, 66 lainnya tidak. Empat TPS itu yakni 3 TPS di Malra dan 1 TPS di Kabupaten SBT. Sebenarnya di SBT ada 2 TPS, tetapi karena keterlambatan logistik maka hanya satu yang bisa dilaksanakan PSU,” kata Subair kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (28/2).
Subair menegaskan, rekomendasi PSU dikeluarkan karena ada temuan dugaan kecurangan saat pemungutan dan perhitungan suara Pemilu 14 Februari 2024.
Kecurangan yang ditemukan lanjut Suabir diantaranya pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali di TPS berbeda, termasuk ada pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), maupun Daftar Pemilih Khusus (DPK), namun tetap diberi ijin untuk mencoblos.
Subair menegaskan Bawaslu akan menentukan sikap perihal persoalan ini, sebab dari 70 rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu ternyata hanya ada empat yang bisa dilaksanakan oleh KPU.
PSU Empat TPS
KPU Maluku memastikan telah menindaklanjuti rekomendasi rekomendasi Bawaslu Pemungutan Suara Ulang di empat TPS.
Penegasan ini disampaikan anggota KPU Provinsi Maluku, Hanafi Renwarin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (29/2).
Hanafi menjelaskan, pasca rekomendasi diterima KPU menindaklanjuti dengan melakukan kajian dan analisis sehingga diputuskan bahwa empat TPS memenuhi syarat untuk dilakukan PSU.
“Setelah kita kaji memang hanya tujuh TPS tahu memenuhi syarat, tapi hanya empat saja yang memenuhi syarat,” ujar Hanafi.
Tujuh TPS tersebut terdiri dari, 3 TPS di Kabupaten Maluku Tenggara, 2 TPS di Kabupaten Seram Bagian Timur dan 2 TPS di Kabupaten Maluku Tengah.
Dari tujuh TPS tersebut, lanjut Hanafi hanya empat TPS masing-masing 3 di Maluku Tenggara dan satu di Kabupaten SBT yang telah melakukan PSU, sementara tiga TPS tersebut tidak dapat menjalankan PSU karena keterlambatan logistik pemilu.
“Untuk empat TPS itu sudah dilakukan PSU pada tanggal 24 Februari kemarin, tapi untuk 1 di SBT dan 2 di Malteng itu tidak bisa walaupun SK PSU sudah keluar sebab terjadi keterlambatan logistik,” tegasnya.
Hanafi menegaskan UU Nomor 7 Tahun 2017 hanya memberikan waktu selama sepuluh hari untuk digelar PSU artinya diluar waktu tersebut tidak dapat digelar sehingga keterlambatan logistik pemilu telah menyebabkan tidak TPS tidak dapat melakukan PSU.
“KPU telah menjalankan sesuai aturan dan soal tiga yang tidak bisa digelar PSU itu karena keterlambatan logistik pemilu sebab kita harus mengusulkan ke KPU RI, jadi tidak bisa digelar,” pungkasnya.
Ini Kata KPU
KPU Provinsi Maluku mengklim tidak melanggar aturan terkait dengan tidak ditindaklanjutinya sejumlah rekomendasi PSU.
Penegasan ini diungkapkan anggota KPU Maluku, Hanafi Renwarin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (29/2) merespon sikap Bawaslu Maluku yang meminta rekomendasi ditindaklanjuti.
Hanafi menjelaskan, berdasarkan aturan maka proses pengusulan untuk dilakukan PSU wajib dilakukan Panwascam satu hari setelah pemungutan suara pemilu.
Namun faktanya, panwascam justru mengeluarkan rekomendasi kepada KPPS beberapa hari setelah hari pencoblosan.
“Rekomendasi Panwascam itu sudah melampaui waktu yang disediakan untuk PSU, artinya kalau diterbitkan tanggal 15 dan 16, maka dapat dilakukan tapi ini diatas tanggal itu bagaimana mungkin ditindaklanjuti,” ujar Hanafi.
Menurutnya, untuk waktu normal saja proses distribusi logistik surat suara mengalami keterlambatan, apalagi dalam waktu PSU yang berdasarkan ketentuan pasal 373 UU Pemilu hanya diberikan 10 hari maka tidak akan tercukupi waktu tersebut.
“Contoh di Malteng Kita sudah dikeluarkan SK untuk dua TPS gelar PSU tapi gagal dilakukan karena faktor keterlambatan logistik,” jelasnya.
Lagipula setiap usulan PSU wajib disampaikan KPU Provinsi ke KPU RI untuk pencetakan surat suara, sehingga dengan waktu yang singkat tidak mungkin proses dilakukan segera.
Hanafi menegaskan rekomendasi PSU dari Bawaslu tidak serta merta ditindaklanjuti sesuai keinginan Bawaslu, tetapi harus dilakukan kajian dan analisa terkait syarat yang harus dipenuhi.
“Dalam UU diamanatkan bahwa rekomendasi PSU tidak serta merta dilakukan artinya tidak wajib kita jalankan karena perlu kajian dan analisis, berbeda kalau putusan Bawaslu kepada KPU maka wajib hukumnya. Rekomendasi bukan satu hal yang mutlak perlu kajian dari KPU faktor teknis,” pungkasnya.
Hanafi pun memastikan semua proses telah dilakukan sesuai aturan baik UU Pemilu maupun PKPU terkait.
Fakta Kejahatan Terungkap
Fakta kejahatan pemilu di Negeri Yaputih Kecamatan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah akhirnya terungkap. Bagaimana tidak, penghilangan suara caleg saat perhitungan suara 14 Februari lalu di TPS akhirnya ditemukan.
Fakta pelanggaran pidana pemilu yang melibatkan penyelenggaraan ditingkat bawah itu, terungkap secara gamblang saat kotak suara TPS 2 dan 3 di Negeri Yaputih di buka. Hitung ulang suara pun dilakukan dalam rapat pleno lanjutan PPK Kecamatan Tehoru, Kamis (28/2).
Sebelumnya pleno lanjutan PPK Tehoru di Rabu kemarin berjalan alot. Bahkan sempat mengalami penundaan beberapa kali dan di skorsing oleh Ketua PPK Chani Silawane. Namun kegigihan mayoritas saksi parpol dan panwas, membuahkan hasil. Kebenaran terungkap dan kejahatan akhirnya harus terbuka secara gamblang.
Satu persatu suara caleg akhirnya ditemukan. Caleg PDIP, PSI, PPP, Gerindra dan PAN ditemukan. Padahal sebelumnya pada perhitungan suara 14 Februari lalu di TPS. Contoh kasus Caleg nomor urut 4 Partai PDIP suara yang sebelumnya kosong ditemukan sebanyak 6 suara. belum lagi caleg Gerindra, PKS, PPP dan lain sebagainya.
Saksi Partai Nasdem Kadir Toisuta dalam pleno itu meminta kepada Ketua PPK Tehoru menjadikan temuan di TPS 2 dan 3 Negeri Yaputih sebagai sampel fakta guna membuka TPS berikutnya, 1,4 dan 5.
“Tidak ada alasan lagi bagi PPK untuk tidak membuka kotak suara berikutnya. Ini bukti otentik yang nyata, karenanya semua kotak suara di Negeri Yaputih harus dibuka,” tegas Toisuta.
Senada dengan Toisuta, saksi PDIP Iskadar Suat dan saksi Partai Hanura Syarief Silawane pun meminta hal sama. Merekapun mendesak Panwasc Tehoru untuk menghukum semua pihak akibat perbuatan melawan hukum dan mencederai demokrasi.
“Pemilu adalah agenda rakyat, agenda partai politikm fakta di TPS 2 dan 3 itu dapat dijadikan rujukan untuk membuka fakta pelanggaran sistematis di TPS lain. PPK sebagai penyelenggara ditingkat bawah harus adaptif, sekalipun ini bukan sengketa perselisihan hasil, namun fakta yang ada tidak bisa diabaikan,” ujarnya.
Dia kembali meminta agar seluruh kotak suara TPS berikutnya di Yaputih harus dibuka. Panwascam harus menjadikan fakta ini sebagian temuan semua pihak yang terlibat terutama PPS dan KPPS harus dihukum sesuai aturan perundangan undangan yang berlaku.
Sebelumnya Bawaslu Malteng mengeluarkan rekomendasi bagi PPK Kecamatan Tehoru untuk membuka kotak suara TPS 1 sampai dengan 5 untuk melakukan perhitungan suara ulang.
Pleno rekapitulasi pun alot hingga diskors berkali kali. Puncaknya, Rabu (28/2) dua kotak suara masing masing TPS 2 dan 3 akhirnya dibuka, dan ditemukan fakta serta bukti pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif yang diduga kuat dilakukan oleh penyelenggara ditingkatkan bawah. (S-08/S-20/S-17)
Tinggalkan Balasan