BAWANG merah merupakan komoditas sayuran dataran rendah yang dikembangkan sebagai komoditas hortikultura. Bawang merah memiliki peluang pasar yang besar karena banyaknya permintaan bawang merah untuk konsumsi rumah tangga, bahan baku pada industri pengolahan, dan sebagai komoditi ekspor.

Selama ini produksi bawang merah yang terjadi selama ini hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan presentase lebih dari 70% dari keseluruhan luas lahan panen bawangmerah yang ada di Indonesia.

Untuk Provinsi Maluku sendiri, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku, Ilham Tauda mengakui komoditas bawang merah masih menjadi persoalan di Maluku, dimana dalam pengembangan beberapa komoditas pangan strategis khususnya bawang merah masih sangat tergantung pada dukungan pemerintah pusat.

Hal ini dikarenakan selama ini pengembangan komoditas bawang merah mengalami keterbatasan dari sisi keuangan.

Untuk pengembangan bawang merah setiap tahun rata-rata Maluku diberikan bantuan kurang lebih 100 hektar tapi  masih saja defisit. Namun dengan adanya efisensi anggaran yang dilakukan tentu akan berdampak pada pengembangan komoditas bawang merah di Maluku.

Baca Juga: Janji Bikin Perubahan di Maluku

Kendati begitu, Dinas Pertanian akan berupaya untuk terus mendorong petani untuk memaksimalkan potensi yang ada untuk pengembangan bawang merah, karena memang ada petani di Maluku  yang secara swadaya melakukan kegiatan budidaya.

Tentunya harus diwaspadai karena bawang merah merupakan komoditas yang berkontribusi besar terhadap inflasi di Indonesia. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, seperti keterbatasan pasokan dan cuaca ekstrem.

Pasokan bawang merah yang berkurang dapat menyebabkan harga bawang merah naik.

Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus, kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas pada barang lainnya. Inflasi adalah istilah dalam dunia ekonomi yang merujuk pada kondisi kenaikan harga barang dan jasa di pasar pada periode tertentu.

Fenomena ini dapat berdampak besar pada roda perekonomian negara, baik itu bagi konsumen maupun produsen, serta kestabilan harga di pasar.

Menurut Badan Pusat Statistik (2011) permintaan bawang merah cenderung meningkat setiap saat, sementara produksi bawang merah bersifat musiman.Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karena adanya senjang (gap) antara pasokan (suplai) dan permintaan sehinga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu.Permintaan bawang merah juga terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi bawang merah oleh masyarakat.

Menurut Racmat, dkk  ketersediaan bawang merah selama ini dapat disediakan dari produksi dalam negeri, namun karena adanya kesengjangan antara permintaan dan penawaran, menyebabkan Indonesia harus mengimpor bawang merah guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Suatu negara akan melakukan impor karena mengalami kekurangan atau kegagalan dalam berproduksi, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk.

Dalam artian apabila produksi bawang merah nasional mengalami kenaikan maka permintaan impor bawang merah akan menurun.

Kementerian Perdagangan merencanakan melakukan impor bawang merah sebagai antisipasi pengamanan pasokan menghadapi lebaran.

Olehnya, impor bawang merah merupakan bukan langkah bijak. Pasalnya, stok di sentra bawang merah cukup dan panen masih berlangsung di beberapa daerah. (*)