AMBON, Siwalimanews – Komisi III DPRD Provinsi Maluku segera mengagendakan pemang­gilan terhadap pimpinan Bank Maluku Malut, untuk meminta pertanggungjawaban terkait se­jumlah masalah hukum yang melilit bank itu.

Sekretaris Komisi III DPRD Pro­vinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin mengatakan, merespon sejumlah peristiwa hukum yang melibatkan nasabah dan Bank Maluku Malut, DPRD berkepen­tingan untuk men­dengarkan langsung duduk per­soalan yang sebenarnya dari bank tersebut.

Dijelaskan, persolan yang terjadi jika dilihat secara mendalam, da­­pat dinilai dari dua aspek, pertama terdapat kelemahan pada aspek manajemen dan sistem yang se­lama ini diberlakukan di Bank Ma­luku Malut, sehingga menimbulkan persoalan atau terdapat permai­nan dan kerja sama yang dila­kukan antar pejabat bank.

“Manajemen Bank Maluku itu harus diperbaiki, sebab kita tahu bersama kondisi bank Maluku saat ini membutuhkan anggaran kurang lebih tiga triliun untuk menjadikan Bank Maluku tetap bertahan. Se­dangkan di sisi lain terjadi kesa­lahan yang merugikan bank Maluku,” tegasnya kepada Siwa­lima di Ambon Selasa (19/10).

Menurutnya di bank milik daerah itu, terdapat modal yang disetor oleh seluruh pemerintah kabupa­ten dan kota di Maluku dan Malut, karenanya bank tersebut harus digunakan untuk mensejahterakan masyarakat Maluku bukan seba­liknya merugikan masyarakat Maluku.

Baca Juga: Bupati Buka Seminar Penetapan Pakaian Adat Aru

“Kita akan agendakan untuk meminta pertanggungjawaban dan klarifikasi terhadap peristiwa itu, jangan dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja, tetapi sebaliknya peristiwa ini merupakan peristiwa luar biasa,” ujarnya.

Ditegaskan, pemanggilan terha­dap pimpinan Bank Maluku harus dilakukan guna melakukan eva­luasi baik terhadap pimpinan Bank Maluku maupun cabang-cabang yang bermasalah.

Selain itu, harus ada kesadaran kolektif di bank Maluku bahwa bank ini sementara diperjuangkan untuk bisa keluar tetap menjadi bank pembangunan daerah Malu­ku dimana harus memiliki modal yang kuat. Sebab jika tidak, ditahun-tahun mendatang bisa beralih menjadi bank rakyat jika modal tidak mencapai tiga triliun.“

Harus Diselidiki

Pengacara senior, Fileo Phistos Noya berharap dengan gencarnya pemberitaan media, aparat pene­gak hukum yakni jaksa dan polisi segera melakukan penyelidikan.

Noya beralasan manipulasi data kredit pada sebuah bank dikete­gorika kejahatan. Dia berpendapat, kejahatan itu sangat tidak mungkin dilakukan oleh satu orang, melainkan terstruktur. Olehnya itu, pimpinan bank atau orang-orang yang dianggap bertanggungjawab harus diproses hukum. Jika tidak diproses hukum, Noya menyang­sikan kejahatan bank akan terus berulang sebab disembunyikan oleh internal bank.

“Petinggi bank harus diproses hu­kum. Dia yang harus berta­ng­gung jawab. Itu berarti  dia me­nyembunyikan kejahatan. Dan karena dia menyembunyikan keja­hatan, dengan demikian sebetul­nya pemerintah daerah sebagai pemegang saham pengendali harus melaporkan yang bersa­ngkutan ke aparat penegak hu­kum,” ungkap Noya Selasa (19/10).

Di sisi lain, jaksa dan polisi juga tidak boleh tinggal diam. Pembe­ritaan media yang gencar harus di­jadikan pintu masuk untuk mela­kukan penyelidikan dan penyidi­kan.

“Kalau memang sudah diberi­takan berkali-kali lewat koran, seharusnya sinyal bagi aparat penegak hukum dalam hal ini jaksa dan polisi untuk menyelidiki dugaan suatu tindak pidana yang menyalahi keuangan daerah atau negara,” jelas Noya.

Bobol Lagi

Sebagaimana diberitakan, prak­tik kejahatan perbankan yang melibatkan pejabat Bank Maluku Malut, Cabang Pembantu Mako, Kabupaten Buru, berulang lagi.

Kasus terbaru adalah dugaan kredit fiktif yang melibatkan pejabat Bank Maluku di Kantor Cabang Pembantu Bobong, Kabupaten Taliabu, Maluku Utara.

Modusnya, pejabat Bank Maluku menggunakan identitas 19 ASN di Dinas Pendidikan Kabupaten Taliabu, sebagai data untuk men­cairkan kredit di Kantor Cabang Pembantu Bobong.

Sumber Siwalima yang adalah salah satu keluarga nasabah fiktif itu mengaku, dana yang dibobol senilai Rp2,6 miliar. “Data mereka semuanya dipalsukan. Mereka selama ini tidak pernah berurusan dengan kredit,” ujar sumber dimaksud, Rabu (13/10) siang.

Dia menduga, pencairan kredit itu bisa berjalan mulus atas kerja sama Kepala Cabang Pembantu Bobong saat itu yang dijabat oleh Abubakar Buamona dan analis kredit, Lukman Sadewa.

Menurutnya, data palsu dengan modus mencatut identitas 19 ASN ini, merupakan kerja sama antara Dinas pendidikan dan Kepala KCP Bank Maluku-Malut Bobong. “Diduga kuat mereka bekerja sama dengan Kepala Dinas Pendidikan Taliabu,” ujar dia.

Dia menyesalkan pembobolan bank dengan modus seperti ini masih terjadi dan tak pernah ter­pantau oleh pemeriksaan internal, maupun Otoritas Jasa Keuangan.

Sebagai seorang pimpinan bank, tambah sumber tadi, mesti­nya pak Lukman maupun pak Abu­bakar tahu bahwa kerja seperti itu melanggar aturan perbankan dan masuk dalam ranah tindak pidana.

Karenanya, saat ini keluarga 19 ASN Dinas Pendidikan Taliabu sementara melakukan koordinasi untuk melaporkan pemalsuan dan pembobolan ini ke polisi.

“Kita sedang berkoordinasi dengan 19 ASN untuk segera melaporkan masalah ini ke Polda Malut,” ujar dia.

Promosi

Sumber itu menuturkan, kredit bermasalah itu terjadi sejak tahun 2017 lalu, namun hingga kini tak pernah bisa diungkap oleh auditor, baik dari internal, maupun oleh OJK yang rutin melakukan pemeriksaan di Bank Maluku Malut.

Padahal, setiap tiga bulan sekali ada pemeriksaan internal, yang dilakukan oleh Kontrol Internal Cabang (KIC) dimana hasil pemeriksaan ini kamudian akan dikirim ke Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) untuk ditindak lanjuti.

Herannya, laporan KIC maupun SKAI, hingga kasus ini diungkap, tidak pernah ditindaklanjuti oleh pimpinan bank, maupun auditor eksternal semisal OJK dan BPK yang rutin melakukan audit terha­dap kinerja bank.

Hebatnya lagi, baik Lukman Sadewa maupun Abubakar Bua­mona yang diduga kuat terlibat dalam proses pencairan kredit fiktif itu, tidak pernah tersentuh dan seolah dilindungi pejabat tinggi Bank Maluku Malut. “Padahal itu fraud yang harusnya diberi sanksi tegas,” tambahnya.

Lalu bagaimana sampai kasus ini bisa ditutupi? Sumber lain Siwalima menyebutkan pelang­garan ini sudah diketahui Direktur Kepatuhan Bank Maluku Malut Abidin, yang memang membawahi bidang tugas pengawasan.

“Di bank itu ada yang namanya satuan kerja audit internal (SKAI). Mereka itu rutin melakukan peme­riksaan dan hasilnya dilaporkan ke Direktur Kepatuhan. Karenanya pak Abidin pasti mengetahui hal itu,” ujarnya.

Saat ini, Lukman Sadewa yang melakukan melakukan analisa kredit pada kasus tersebut, dipromosikan sebagai Kepala Seksi Administrasi Kredit di Bank Maluku Cabang Sanana. Begitu pula dengan Abubakar Buamona, yang kini diberi jabatan bagus di Sanana, sebagai kepala cabang.

Kabar yang beredar menyebut­kan, Buamona sengaja ditempat­kan di Sanana untuk “menga­mankan” kredit fiktif di KCP Bobong tersebut. Sebelumnya, Buamona juga sudah dipromosikan sebagai pemimpin Cabang Bank Maluku Malut di Namrole, Kabupaten Buru Selatan.

Terpisah, Direktur Utama Bank Maluku Malut Syahrizal Imbra mengatakan, untuk kasus dugaan kredit fiktif yang melibatkan pejabat Bank Maluku di Kantor Cabang Pembantu Bobong, masih dalam proses audit lembaga audit internal Bank Maluku.

Terkait case tersebut sementara dilakukan audit khusus. Audit internal dengan kegiatan audit khusus,” jelas Syahrizal melalui pesan Whatsapp kepada Siwalima, Kamis (14/10).

Ditanya kasus tersebut sudah lama kenapa pihak direksi tertutup, Syahrizal, mengaku baru mengetahuinya. “Pemberian kreditnya memang sejak lama. Namun casenya baru terungkap,” ujarnya sembari mengaku pihaknya sangat serius mengusut kasus ini. “Sebagai jajaran direksi yang baru. Kami sangat serius mengusut setiap case,” ujarnya singkat.

Ia mengakui, pengawasan langsung dibawah direktur kepatuhan namun pihaknya ikut serta dalam melakukan penga­wasan. “Dibawah direktur kepa­tuhan, namun kami ikut serta melakukan pengawasan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Kepa­tuhan Bank Maluku Malut, Abidin hingga saat ini tidak merespon konfirmasi yang dilakukan, baik melalui telepon seluler, maupun pesan singkat. (S-50)