AMBON, Siwalimanews –  Di hadapan juru warta yang khusus diundangnya untuk melakukan klarifikasi, Esterina Nirahua membantah kalau dia bermain politik.

Komisaris Independen Bank Maluku-Malut itu memastikan dirinya siap dipanggil DPRD Maluku.

Hal itu diungkapkan Nirahua, merespon pernyataan Ketua DP­RD Maluku, Benhur George Watubun yang memastikan akan memanggil dia terkait dugaan mengarahkan persatuan purnawi­rawan Polri untuk memilih Murad Ismail.

Nirahua menjelaskan, dirinya telah melaporkan kepada Direktur Utama Bank Maluku-Malut terkait polemik pertemuan dirinya de­ngan sejumlah purnawarman Polri, Sabtu (28/9) lalu.

“Soal nanti dipanggil DPRD, saya siap dan tadi pak Dirut sudah koordinasi untuk menjadwalkan pemanggilan di pekan depan,” ujar Nirahua saat menggelar konferensi pers di Kantor PP Polri Maluku, Batu Meja, Selasa (1/10).

Baca Juga: Komisaris Bank Maluku-Malut Giring Pensiunan Dukung Murad

Nirahua menjelaskan, pertemuan dengan 27 pengurus PP Polri Ma­luku tersebut dilakukan dalam ka­pasitas dirinya sebagai Ketua PP Polri, bukan komisaris independen Bank Maluku-Malut.

Nirahua mengaku sebagai pejabat di BUMD tidak boleh terlibat dalam politik praktis termasuk menga­rahkan orang untuk memilih calon tertentu.

“Pertemuan kemarin itu dalam kapasitas saya sebagai ketua PP Polri Maluku dan tidak ada sangkut pautnya dengan jabatan saya se­bagai komisaris independen Bank Maluku,” tegas Nirahua.

Dia mengakui, memang melekat pada dirinya sebagai Komisaris Independen Bank Maluku tetapi tidak pernah dia menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan politik.

“Saya bilang dalam rapat itu diantara tiga calon ada pelindung penasehat kita yakni Irjen Pol (Purn) Murad Ismail, Pak JAR dan Pak Hendrik jadi silahkan memilih de­ngan hati nurani. Terserah mau memilih siapa yang penting bisa melihat Maluku aman, damai dan sejahtera,” bebernya.

Karenanya, Nirahua memastikan akan memberikan klarifikasi kepada DPRD Maluku jika dipanggil pada waktunya nanti.

Murni Bicara Organisasi

Di tempat yang sama, Kepala Biro Hukum PP Polri Maluku, AKBP Edie Tethool mengatakan, pertemuan pengurus PP Polri, Sabtu (28/9) murni hanya membicarakan orga­nisasi saja.

Menurutnya, tidak ada agenda membicarakan dukungan kepada siapapun termasuk kepada Murad Ismail maupun calon lain.

“Itu pertemuan biasa setiap bulan dan hanya bahas organisasi saja. Tidak ada singgung soal dukung men­dukung siapapun,” tegas Tethool.

Murad kata dia merupakan pena­sehat dan pelindung PP Polri Ma­luku, tapi tidak ada arahan untuk mendukungnya.

Desakan Copot

Pemerhati kebijakan publik, Nata­niel Elake menyayangkan adanya pengarahan purnawirawan yang dilakukan ketua PP Polri Maluku yang juga komisaris independen Bank Maluku-Malut, Esterlina Nira­hua.

Dijelaskan sangat sulit membe­dakan antara persoalan Ketua PP Polri Maluku sebab pada diri Nira­hua juga melekat jabatan Komisaris Independen Bank Maluku-Malut.

“Mau membedakan mana peran dia sebagai pribadi dengan komi­saris independen Bank Maluku-Malut tu dimana, jadi itu haya kedok saja,” kesal Elake saat diwawancarai Siwalima melalui telepon seluler­nya, Selasa (1/10).

Dengan adanya persoalan ini, Elake meminta pemegang saham untuk mengusut kasus ini hingga tun­tas termasuk mengevaluasi Nira­hua.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Maluku sebagai pemegang saham mayoritas mestinya melakukan evakuasi terhadap Nirahua.

“Pejabat gubernur harus meng­evaluasi yang bersangkutan. Kan mereka juga pejabat publik, mereka juga sama dengan ASN jadi harus dievaluasi,” tegas dia.

Elake menegaskan pejabat Bank Maluku-Malut yang kedapatan terlibat politik praktis harus dicopot dari jabatannya, sehingga seluruh birokrasi dan BUMD bebas dari kepentingan politik. Penjabat Gu­bernur tidak boleh diam dengan persoalan ini,” tegasnya.

Tak hanya itu, Elake juga meminta Bawaslu Maluku melakukan peng­usutan terkait dengan dugaan ini agar dapat ditindak.

“Mestinya fenomena seperti ini Bawaslu turun tangan untuk in­vestigasi tentang kebenaran itu,” tuturnya.

Berpotensi Pelanggaran

Terpisah, praktisi hukum Djidion Batmomolin mengatakan, apa yang dilakukan komisaris independen Bank Maluku-Malut berpotensi menjadi pelanggaran pemilu.

Pasalnya, walaupun arahan ters­but dilakukan dalam ranah rapat pengurus Persatuan Purnawirawan Polri Ma­luku, tettapi melekat pada dirinya jabatan sebagai pejabat BUMD.

“Betul itu bukan momen Bank Maluku-Malut, tetapi kan melekat pada dirinya Penjabat Bank. Bagai­mana caranya untuk menilai apa yang dilakukan itu pribadi atau bukan. Tapi bagi saya, itu pelang­garan,” tegas Batmomolin saat di­wawancarai Siwalima melalui tele­pon selulernya, Selasa (1/10).

UU Pemilu kata Batmomolin, melarang keras pejabat BUMD untuk mengkampanyekan masyara­kat memilih calon tertentu.

Apalagi, Nirahua ini merupakan pejabat yang dibayar dan dibiayai daerah, sehingga perbuatan ini tidak dapat dibenarkan.

Batmomolin pun mendesak agar pejabat Bank Maluku-Malut yang terlibat politik praktis harus dicopot dari jabatannya.

“BUMD itu harus bebas dari kepentingan politik praktis jadi kalau ada indikasi keterlibatan pejabat maka harus copot. Jangan didiam­kan,” tegasnya

Bawaslu Diminta Usut

Sementara itu, Akademisi Fisip Unpatti Paulus Koritelu mengung­kapkan persoalan yang terjadi harus dilihat dari teori cross cutting affiliation dan cross cutting loyalities dalam ilmu sosiologi.

Berdasarkan teori cross cutting affiliation seseorang dapat berafi­liasi dengan beberapa institusi sehi­ngga menciptakan identitas ganda pada pribadi.

“Misalnya yang bersangkutan adalah Ketua PP Polri tapi dalam waktu yang bersamaan adalah komi­saris independen Bank Maluku-Malut, sehingga ketika menjalankan peran itu maka ketika kepentingan orang lain terasa terancam, maka orang tidak akan melihat dalam kapasitasnya sebagai Ketua PP Polri tapi sebagai komisaris independen Bank Maluku-Malut,” jelas Koritelu.

Padahal secara yuridis formal, komisaris independen itu tidak punya kuasa dan kewenangan, serta dilarang untuk menyatakan mendu­kung seseorang. Sehingga dia berani berbicara sebagai purnawirawan polri

Teori cross cutting affiliation tersebut kata Koritelu menyebabkan adanya cross cutting loyalities, arti­nya dalam identitas yang berbeda-beda karena afiliasi maka tidak punya pilihan lain kecuali melakukan peran ganda.

Artinya pada waktu tertentu tidak bertindak sebagai Komisaris Inde­penden Bank Maluku-Malut, tapi pada waktu tertentu bertindak sebagai Ketua PP Polri.

“Dalam kaitan dengan persoalan ini maka, tidak dipungkiri ternyata yang bersangkutan mungkin merasa bahwa terpilih sebagai komisaris in­dependen adalah karena jasa se­orang Murad Ismail saat menjabat sebagai Gubernur Maluku,” jelas­nya.

Dia belum diketahui apakah manu­ver purnawirawan itu mengatasna­makan semua kehendak polisi atau apakah totalitas kepolisian memang menghendaki Murad Ismail sebagai gubernur.

Namun jika bukan kehendak tota­litas kepolisian maka peran dominan itu terlihat bukan karena jabatan purnawirawan polri, tapi karena jasa seorang Murad Ismail yang mem­promosikan dirinya sebagai komisaris independen.

“Ini bisa juga berkaitan dengan politik balas jasa dan ini tidak bisa dipungkiri. Orang tidak akan meng­iyakan apa yang saya sampaikan, maka akan sulit dihindari fakta ini,” tegasnya.

Terhadap persoalan ini, Koritelu pun meminta Bawaslu untuk segera mengusut kasus persoalan ini hingga terang benderang.

“Bawaslu sekalipun tingkat analisis tidak sedalam yang saya tahu tapi terkait dengan status ganda tadi apapun alasannya tidak dapat dibenarkan, maka Bawaslu mestinya memberikan sanksi termasuk merekomendasikan pemberhentian dari yang bersangkutan dari jabatan,” pungkasnya.

Koritelu menegaskan masyarakat tidak akan melihat dia sebagai ketua purnawirawan polri tapi sebagai komisaris independen. (S-20)