SETELAH Partai NasDem mendeklarasikan H Anies Rasyid Baswedan PhD menjadi bakal calon Presiden RI untuk Pilpres 2024, berbagai respons atau reaksi muncul. Ada yang bernada positif menyambut sukacita, menyampaikan tahniah, syukur, dan bangga. Namun, ada juga yang bernada minor dengan narasi negatif. Ada yang menyebut terburu-buru, terlalu dini, tidak tepat waktu, harus keluar dari kabinet, tidak etis, dan lain-lain. Apa yang salah dari deklarasi itu? Pertama, secara hukum apa yang dilanggar NasDem? Kedua, apa ukuran tepat atau tidaknya deklarasi? Itu relatif dan subjektif. Tergantung. Ketiga, soal terlalu dini atau terlalu cepat, NasDem sejak lahir memang ditakdirkan selalu tercepat dalam mengambil keputusan. Tidak pernah menunggu di tikungan. Apa yang diyakini benar, terkait dengan kepentingan yang lebih luas, pasti cepat ambil sikap. Tidak berpikir untung rugi. Tidak menunggu mahar. NasDem berpolitik tanpa mahar. Keempat, pengangkatan atau pergantian menteri itu hak prerogatif presiden. Namun, secara logis dan etis, presiden mengangkat menteri dari partai-partai pengusung dan pendukungnya. Partai NasDem mengusung, mendukung, dan bahkan berkorban untuk kemenangan Jokowi mulai Pilpres 2014 sampai Pilpres 2019. Ketua Umum NasDem Surya Paloh selalu menegaskan dukungan NasDem kepada Jokowi dan pemerintahannya secara total tanpa catatan, sampai masa pemerintahannya berakhir 2024. Presiden tahu persis, betapa besarnya pengorbanan Bang Surya dan seluruh kader Partai NasDem. Kelima, soal etika.

Standar etika apa yang dilanggar? Jauh sebelum deklarasi, Bang Surya telah diskusi dan menyampaikan gagasan, tawaran untuk calon presiden 2024. Kalau tawaran tidak direspons, atau tidak ada kesamaan pandangan, tidak ada hak apa pun untuk saling memaksakan kehendak. NasDem memang masuk kabinet pemerintahan Jokowi, tapi jangan lupa Jokowi jadi presiden juga karena dukungan NasDem. Lalu siapa yang punya hak jadi fatsun politik? Keenam, capres dan partai yang jadi rival politik saja masuk kabinet, tentu saja ikut menikmati kekuasaan, tidak dipersoalkan. Bahkan, mereka telah membuat koalisi untuk Pilpres 2024. Ada yang sudah punya presiden, ada yang belum, mengapa itu tidak dipersoalkan? Tidak disuruh mundur dari kabinet? Dari hukumnya, waktu deklarasi koalisi, etika, atau fatsun politik?   Mengapa Anies dipersoalkan? Mengapa Anies dipersoalkan? Anies warga negara yang punya hak dipilih dan memilih. Apa yang aneh? Kakeknya, AR Baswedan, pahlawan nasional. Ibu-bapaknya dosen dan guru besar. Anies sendiri terdidik dengan baik hingga mencapai akademik tertinggi (PhD), dari salah satu universitas terbaik di Amerika. Selanjutnya, menjadi pemimpin tertinggi alias Rektor Universitas Paramadina. Jauh sebelumnya juga menjadi aktivis HMI; pendirinya, Lafran Pane, jadi pahlawan nasional.

Dalam Pilpres 2014 Anies pendukung dan jubir pasangan Jokowi-JK. Apa yang salah dari Anies? Ketika Anies maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, situasi politik Jakarta memang hiruk pikuk. Namun, itu bukan karena faktor Anies. Itu karena faktor ulah Ahok, Gubernur DKI yang maju lagi–dengan pernyataan yang melenceng dari porsi dan posisinya. Sebagai gubernur dari etnik minoritas dan agama minoritas, berani menyinggung salah satu kitab suci umat mayoritas dengan cara yang salah. Ujungnya dihukum dengan tuduhan penistaan agama. Meringkuk di penjara. Ketika menghadapi ulah Ahok seperti itu, muncul reaksi dari umat mayoritas. Umat bersifat mereaksi, bukan mengawali bikin aksi. Hanya akibat bukan menjadi sebab. Inilah yang kemudian dituduh sebagai politik identitas. Umat mayoritas inilah yang mendukung Anies. Jangan lupa, selama Anies memimpin, DKI terasa aman damai tidak heboh, tidak banyak drama. Ada gagasan yang bermutu, narasi yang tertata baik, kerja nyata sehingga DKI Jakarta menjadi lebih indah. Juga, tidak ada diskriminasi dalam kebijakan.

Suku atau agama apa pun, pendukung atau penentang, semua dilayani secara proporsional. Lalu, apa yang salah dari pendukung Anies itu? Tidak ada yang salah. Di antara mereka ada yang anggota FPI atau HTI (atau mantan anggota FPI atau HTI). Mereka ialah warga negara Republik yang sah. Punya hak dipilih dan memilih. Sama seperti mantan anggota PKI dan anak turunan mereka yang mendukung partai tertentu. Bahkan di antara kader partai tersebut ada yang menyatakan terang-terangan bangga menjadi anak PKI! Jadi, mantan anggota PKI dan ahli waris mereka, mantan anggota FPI, dan mantan anggota HTI sama-sama warga negara Indonesia, juga punya hak dipilih dan memilih. Nah, kalau demikian, tidak ada alasan untuk mempersoalkan. Namun, mengapa tetap ada yang mempersoalkan? Padahal tanpa dasar! Oh, berarti dasarnya karena benci, sirik, dengki, hasud dendam, takabur, dan terkena penyakit hati lain. Narasi yang buruk cerminan hati dan otak yang buruk. Begitu juga sebaliknya.

Ajakan saya mari dalam menghadapi Pemilu 2024, kita tawarkan politik gagasan untuk Indonesia yang cemerlang dan berperadaban. Wallahu a’lam bishshawab. Oleh: Effendy Choirie Ketua DPP Partai NasDem  

Baca Juga: Inflasi Semakin Menerkam Masyarakat Miskin