AMBON, Siwalimanews – Kejari Ambon hingga kini belum melelang aset milik Heintje Toisuta, terpidana kasus korupsi dan Tin­dak Pidana Pencucian Uang (TPPU)  pembelian lahan dan gedung bagi pembukaan kantor cabang Bank Maluku Malut di Surabaya.

Aset tersebut berupa dua unit rumah mewah dan tanah yang telah disita. Penyitaan itu, ber­da­sarkan surat penetapan Izin Pe­nyi­taan Pengadilan Negeri Ambon Nomor: 83/Pen.Pid.Sus-TPK/2016/PN.AB tanggal 18 Agustus 2016 dan surat perintah Kajati Maluku Nomor: PRINT-230/S.1/Fd.1/08/2016 tanggal 30 Agustus 2016.

Kejari Ambon beralasan, masih me­nunggu jadwal pelelangan dari Kantor Pelayanan Kekayaan Ne­gara dan Lelang (KPKNL) untuk melelang dua unit rumah Heintje yang berada di Kecamatan Nu­saniwe, Kota Ambon.

“Kita masih tunggu jadwal untuk lelang,” jelas Kajari Ambon Benny Santoso kepada Siwalima, Minggu (29/11).

Santoso mengatakan, terus mela­kukan koordinasi untuk meminta jadwal pelelangan dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Baca Juga: Ini Identitas Mayat Misterius yang Ditemukan di Hutan Leahari

“Kita akan minta penetapan dan jadwal lelang dari KPKNL Ambon untuk lelang,” katanya.

Santoso mengatakan, proses penilaian harga wajar dari KPKNL Ambon yang semula dibicarakan Rp 2,4 miliar. pihaknya sebagai pemilik dan penjual akan menetapkan harga limit dalam proses lelang nanti.

Menurut Santoso, saat ini pihak­nya sedang menunggu info lebih lanjut dari KPKNL, yang memegang kewenangan untuk melelang ken­daraan milik Negara dan pemerintah Daerah.

Selama ini Heintje belum me­ng­embalikan kerugian negara sebesar Rp 7,2 miliar.

Heintje yang adalah terpidana korupsi dan TPPU dalam pembelian lahan dan gedung bagi pembukaan kantor cabang Bank Maluku Malut di Surabaya dibawa ke Lapas Klas IIA Ambon, Kamis (17/9) untuk menjalani vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkmah Agung.

“Kerugian negara Heintje belum dikembalikan. Kami akan berusaha untuk kembalikan uang pengganti. Untuk asetnya nanti kita lihat. Kalau memang tidak cukup kita akan berusaha untuk menggantikannya,” tandas Kepala Kejati Maluku, Ro­rogo Zega kepada wartawan di Kantor Kejati Maluku, Kamis (17/9) lalu.

Saat kasus ini dalam penyidikan, Kejati Maluku  pernah menyita se­jumlah aset Heintje. Salah satunya, tanah dan rumah miliknya di Jalan Dokter Kayadoe Kudamati, RT 002/RW 05, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Penyitaan itu, berdasarkan surat penetapan Izin Penyitaan Penga­dilan Negeri Ambon Nomor: 83/Pen.Pid.Sus-TPK/2016/PN.AB tanggal 18 Agustus 2016 dan surat perintah Kajati Maluku Nomor: PRINT-230/S.1/Fd.1/08/2016 tanggal 30 Agustus 2016.

Selain Heintje, dalam kasus ko­rupsi dan TPPU pembeliaan lahan dan gedung di Surabaya tahun 2014, mantan Dirut Bank Maluku Idris Rolobessy, dan Kepala Divisi Ren­stra dan Corsec, Petro Rudolf Ten­tua juga divonis bersalah.

Heintje Diciduk

Heintje Abraham Toisuta diciduk tim Kejaksaan Agung. Lelaki 49 tahun ini merupakan buronan Kejak­saan Tinggi Maluku.

Ia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak tiga tahun lalu. Ia ditangkap tim intelijen Kejagung di kawasan Keramat Sentiong, Jakarta Pusat, Selasa (15/9).

“DPO Kejati Maluku ini diaman­kan di salah satu tempat kos di Jalan Keramat Sentiong, Jakarta Pusa,” kata Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung, Sunarta kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/9) malam.

Dengan dibekuknya Heintje, Sunarta menghimbau semua buro­nan, baik yang berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana untuk menyerahkan diri ke aparat penegak hukum untuk mempertanggung­jawabkan perbuatannya.

“Tidak ada tempat yang aman bagi seorang buronan untuk bersem­bunyi. Kami akan buru dan tangkap para buronan itu di manapun mereka bersembunyi,” tegasnya.

Sementara Kapuspenkum Keja­gung Hari Setiyono menjelaskan, ter­pidana Heintje Abraham Toisuta  di­eksekusi berdasarkan putusan Mah­ka­mah Agung Nomor : 2282 K/Pid.Sus/2017 tanggal 21 November 2017.

“Heintje Abraham Toisuta divonis 12 tahun penjara lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU pembelian lahan dan bangunan bagi pembukaan Kantor Cabang Bank Maluku dan Maluku Utara di Surabaya tahun 2014 yang merugikan keuangan negara senilai Rp 7,6 miliar,” ungkap Setiyono.

Selain 12 tahun penjara, Heintje juga dihukum membayar denda Rp 800 juta subsider 7 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 7,2 miliar subsider 4 tahun penjara.

Peran di Kasus Bank Maluku

Heintje Abraham Toisuta ditetap­kan Kejaksaan Tinggi  Maluku se­bagai tersangka korupsi dan TPPU pembelian gedung dan lahan untuk pembukaan kantor cabang Bank Maluku di Surabaya senilai Rp 54 miliar lebih.

Keterlibatan Heintje terbongkar setelah tim penyidik memeriksa Soenarko, saksi kunci skandal ko­rupsi yang merugikan negara sekitar Rp 7,6 miliar ini, tiga hari sebe­lumnya.

Dalam pemeriksaan terungkap, Hentje ditunjuk Bank Maluku Malut untuk mengurus pembelian gedung dan lahan di Jalan Raya Darmo No 51, Kelurahan Keputran, Kecamatan Tegalsari, Surabaya, untuk pembu­kaan kantor cabang bank berplat merah itu.

Heintje lalu memanfaatkan Soe­narko untuk menampung transfer uang senilai Rp 54,8 miliar lebih dari Bank Maluku ke rekening BCA nomor 014.001. 9984 miliar Soenarko.

Heintje mengaku ke Soenarko, uang itu adalah hasil kreditnya di Bank Maluku.

Namun uang itu hanya bertahan sekitar sejam di rekening Soenarko, kemudian Heintje meminta Soenarko kembali mentransfer uang itu ke rekeningnya. Sebagai ucapan terima kasih, Hentje memberikan Rp 75 juta kepada Soenarko sebagai imbalan.

Heintje dihukum 12 tahun penjara, membayar denda Rp 800 juta subsider tujuh bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 7,2 miliar subsider 4 tahun penjara.

Tak terima dengan putusan itu, Dorlina Supriaty Ion, istri Heintje, lalu mengajukan upaya peninjauan kembali. Namun PN Ambon menolak PK tersebut, dengan alasan yang berhak mengajukan PK adalah Hentje sebagai terdakwa dan tak boleh diwakilkan.

“Yang berhak mengajukan PK adalah terdakwa itu sendiri, apalagi kalau statusnya melarikan diri dan penasihat hukumnya juga tidak bisa melakukan hal tersebut ke pengadilan,” kata juru bicara PN Ambon, Hery Setyobudi.

Selain Heintje, jaksa juga menjerat  mantan Dirut Bank Maluku Malut Idris Rolobessy dan Kepala Divisi Renstra dan Corsec, Petro Rudolf Tentua sebagai tersangka.

Petro dihukum 6 tahun penjara, dan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan. Sementara Idris Rolobessy dihukum 10 tahun penjara, membayar denda Rp 500 juta subsider tujuh bulan kurungan dan uang pengganti senilai Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Idris sudah dieksekusi ke Lapas Klas IIA Ambon, sejak Rabu (9/8) tahun 2017 lalu. (S-49)