AMBON, Siwalimanews – Puluhan miliar rupiah raib sudah, namun proyek yang mengatasnamakan rakyat itu, tak kunjung bisa dinikmati.

Sejumlah OKP menilai  Dinas PUPR Provinsi Maluku tidak becus dalam mengerjakan pro­yek untuk kepentingan masya­rakat di Provinsi Maluku.

Buktinya, dinas yang dipimpin Muhamat Marasabessy itu tak mampu menyelesaikan proyek pembangunan sarana air bersih di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah dan Kecamatan Sirimuau Kota Ambon, sekali­pun sudah puluhan miliar rupiah di­kucurkan untuk dua proyek dimaksud.

Ketua PMII Abdul Gasur Run­rey mengungkapkan, apa sebe­narnya yang menjadi ken­dala sehingga sejumlah proyek yang dikerjakan tidak bisa di­sele­saikan baik itu di pemba­ngunan sarana dan prasarana air bersih di Kecamatan Pulau Haruku, Kabu­paten Malteng, maupun di Kecama­tan Sirmau, Kota Ambon.

“Apa sih kendalanya apakah dinas tidak melakukan pengawasan yang baik kepada kontraktor dilapangan,” herannya.

Baca Juga: HL Bantu Hewan Kurban ke Warga Tuniwara

Kepada Siwalima melalui telepon seluler, Mingggu (18/7) dia berharap Dinas PUPR selaku pemilik proyek harus memanggil kontraktor sebagai upaya pegendalian dan pengawasan proyek yang saat ini mangkrak alias belum selesai dikerjakan.

Dia berjanji jika Dinas PUPR hanya diam membisu seakan tidak ingin  menyelesaikan pekejaan air bersih yang menjadi kebutuhan rakyat, maka pihaknya akan memdesak Kejakasaan Tinggi bersama pihak kepolisian untuk membentuk tim agar segera memeriksa oknum-oknum yang terlibat dalam pekerjaan proyek air bersih itu.

“Air bersih ini merupakan kebutu­han paling vital dalam kehidupan mas­yarakat sehari hari. Olehnya saya mendesak dinas PUPR maluku segera memangil  kontraktor agar dapat menyelesaikan pekerjaan  pro­yek yang tak kunjung selesai,” katanya.

Dalam konteks ini dia berharap ja­ngan sampai ada indikas penyalah­gunaan anggaran yang sengaja dila­kukan  oleh oknum-oknum tertentu, demi memperkaya diri mereka de­ngan uang rakyat sehingga kebutu­han masyarakat akan proyek air bersih tersebut masih terbangkalai.

Terpisah, Ketua umum HMI Ca­bang Ambon Burhanudin Rumbouw mengaku, pembangunan air bersih di Haruku  maupun di Kecamatan Sirimau yang sumber anggarannya berasal dari PT SMI mestinya bisa diselesaikan dan berdampak positif bagi masyarakat kecil.

“Proyek air bersih di Haruku bah­kan di Kecamatan Sirimau sangat diidamkan masyarakat sebagai sum­ber kelangsungan kehidupan yang berakhir dengan mangkrak atau ber­unjuk tidak terurus oleh kontraktor dan menimbulakan kekecewaan yang besar bagi masyarakat Haruku dan warga yang berada pada Keca­matan Sirimau. Kenapa sehingga  tidak berjalan baik sebab kurangnya pengawasan DPRD Provinsi Malu­ku,” ketanya kepada Siwalima mela­lui telepon seluler, Minggu(18/7)

Menurutnya, hal ini merupakan pembodohan publik sehingga ting­kat kepercayaan masyarakat terha­dap pemerintah provinsi Maluku perlahan-lahan akan hilang akibat kehabisan anggaran yang begitu banyak namun tidak berdampak positif bagi warga.

Karenanya dia berharap, DPRD dan lembaga penegak hukum harus tegas untuk mengevaluasi kontrak­tor yang menangani air bersih di Haruku dan DPRD Maluku harus mempertanyakan kenerja dinas PUPR Maluku.

“Saya mendesak Polda Maluku dan Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mengaudit penggunaan anggaran proyek air bersih Haruku dan Sirimau. Kontraktor harus di periksa kalau tidak masalah ini belum juga ter­selesaikan,” ujarnya.

PUPR Tanggung jawab

Akademisi Fisip Unpatti, Paulus Ko­ritelu mengatakan sistim akunta­bilitas dalam melihat kinerja birokasi dalam hal ini Dinas PUPR Provinsi Maluku menjadi hal menarik yang ditunggu rakyat, apalagi proyek tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak yaitu air bersih.

Menurutnya, Dinas PUPR Maluku tidak boleh tutup mata dengan persoalan tidak tuntasnya pekerjaan sarana dan prasarana air bersih di Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah, maupun Kecamatan Siri­mau, Kota Ambon.

Koritelu berpendapat, jika memang dua proyek jumbo itu mangkrak, maka harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku.

“Karena itu harus dipertanggung­ja­wabkan agar dilihat celah dan ke­kurangan dan diperbaiki atau me­mang diproses hukum,” ungkap Kori­telu.

Dinas PUPR dan Kontraktor kata Koritelu, harus bertanggungjawab jawab karena kontraktor merupakan pelaksanaan teknis tetapi pemberi kerja adalah dinas PUPR. Artinya, Dinas PUPR seharusnya sejak awal memberikan teguran jika memang pekerjaan tidak sesuai dengan pro­gres dan bila perlu diblacklist saja agar tidak lagi mendapatkan Proyek di Maluku, sebab telah merugikan masyarakat.

Selain itu, DPRD Provinsi Maluku mestinya dengan fungsi yang dimi­liki sudah seharusnya melihat per­soalan ini dengan meminta ketera­ngan dari Dinas PUPR terkait de­ngan proyek yang mangkrak di Kecamatan Sirimau.

Harus Diusut

Akademis Hukum Unpatti, Diba Wadjo mengatakan dalam proses pe­negakan hukum, ketika telah ter­jadi perbuatan yang berpotensi pada kerugian keuangan negara maka hal itu mesti segera ditindaklanjuti.

Kalau memang sudah ada per­soalan yang mengarah ke kerugian negara mestinya ditindaklanjuti,” ungkap Wadjo.

Dijelaskan, aparat penegak hukum baik Kejaksaan maupun Kepolisian harus lebih responsif untuk menin­daklanjuti semua persoalan yang bekaitan dengan adanya indikasi kerugian negara. Artinya jika terjadi perbuatan melawan yang dilakukan oleh kontraktor dengan tidak menye­lesaikan pekerjaan suatu proyek air bersih di Kecamatan Sirimau yang dibiayai oleh anggaran negara maka mestinya direspon dengan meminta pertanggungjawaban.

“Dalam persoalan seperti ini, penegak hukum harus berani untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus air bersih yang memang diduga telah terjadi tindak pidana. Aparat harus berani untuk meng­usut kasus ini,” ujar Wadjo.

Apalagi lanjut Wadjo, proyek yang bermasalah ini berhubungan dengan hajat hidup orang banyak seperti air bersih yang tidak dapat disepelekan oleh penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian.

Menurutnya, penyelidikan atas suatu perbuatan sangat penting da­lam memastikan apakah perbuatan tidak diselesaikannya proyek air ber­sih di Kecamatan Sirimau tersebut melanggar aturan atau tidak, sehi­ngga ada kepastian hukum dan tidak menjadi bola liar dimasyarakat.

Dikatakkan, jika aparat penegak hukum melalui pengusutan maka kontraktor dan Dinas PUPR Maluku juga harus dimintakan pertanggung­jawaban sebagai pemilik proyek.

Karena itu, Wadjo meminta keber­pi­hakan aparat penegak hukum un­tuk melihat persoalan ini agar mas­yarakat tidak mempertanyakan ko­mit­men dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas semua kasus yang merugikan keuangan daerah.

Dua Kasus

Diberitakan sebelumnya, proyek Pem­ba­ngunan Sarana dan Prasarana Air Bersih Kecamatan Sirimau, Kota Ambon dianggarkan mela­lui APBD 2020 dengan pagu Rp15 miliar.

Belakangan diketahui sumber dana proyek itu berasal dari pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur. Pemprov Maluku akhir tahun 2020 lalu, me­mang diguyur pinjaman PT SMI se­besar Rp700 miliar. Awalnya ang­garan itu diper­untukan untuk mem­bangun proyek yang bersentuh­an de­ngan kebutuhan rakyat, yang di­harapkan mampu mendorong pemu­lihan ekonomi nasional secara merata.

Namun faktanya, banyak proyek yang dibiayai dari uang pinjaman itu, tak beres dikerjakan hingga hari ini.

Hebatnya lagi dua proyek jumbo, masing-masing Air Bersih di Pulau Haruku dan Air Bersih Kecamatan Sirimau, nyaris menghabiskan Rp30 miliar uang pinjaman yang nantinya harus dibayar rakyat itu, tak tuntas dikerjakan hingga batas akhir pelak­sanaan proyek yang dibiayai pinja­man PT SMI, yaitu 30 Juni 2021 lalu.

Yang bikin tercengang lagi, adalah kontraktor pelaksana proyek yang dalam dokumen lelang diketahui ka­lau proyek mangkrak itu dikerjakan oleh PT.BINA CIPTA AMANAH, yang beralamat di Jalan Jendral Sudirman No.372 Palembang, Su­matera Selatan, dengan nilai pena­waran Rp14.493.700.315,97.

Setelah ditelusuri, ternyata kon­traktor yang mengerjakan proyek ini tak lain tak bukan adalah Faiz, ma­kelar proyek yang mengatasnama­kan salah satu petinggi BPK.

Faiz dan bosnya konon diganjar dua paket besar, lantaran punya andil dalam memuluskan pinjaman PT SMI. Makanya tak heran kalau seluruh aktifitas dua proyek, mulai dari merekrut tukang, pengerjaan hingga pembayaran tukang di lapa­ngan, langsung dihandel oleh peti­nggi di Dinas PU.

“Semua orang PU tahu kalau bebe­rapa pejabat di dalam terlibat. Me­reka yang selalu aktif berkomunikasi dengan Faiz,” kata sumber Siwa­lima, Rabu (14/7) siang di kantor Dinas PU.

Sumber yang meminta namanya tidak ditulis itu, lalu menyarankan Siwalima untuk mengkonfirmasi hal itu kepada Nur Mardas selaku Kepala Seksi Air Minum. “Semua­nya yang atur itu ibu Nur. Tanyakan saja ke dia,” lajut sumber itu.

Nur Mardas sendiri tak bisa dikon­firmasi hingga berita ini naik cetak. Selain itu dua pejabat PU PR semisal Kepala Bidang Cipta Karya Nurlela Sopalau dan Sekretaris Dinas Saiya, juga tak bisa dihubungi.

Kondisi Lapangan

Proyek jumbo itu awalnya diprio­ritaskan untuk pembangunan dela­pan titik air bersih yang tersebar di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.

Adapun lokasi proyek tersebut adalah, di Kelurahan Batu Meja RT005/RW02 tepatnya di Lapangan Tenggara, di Kayu Tiga RT 02/05, kemudian di Dusun Air kuning dekat mesjid, Dusun Kahena (Dekat Kam­pus STAIN), Pesantren Galung­gung, Dusun Bere-bere, Desa Soya dan di kawasan Kopertis, Karang Panjang.

Seperti dilansir Siwalimanews, salah satu proyek yaitu di Pesantren Galunggung, pengerjaannya belum tuntas dikerjakan. Bahkan saat ini para pekerja masih berkutat pada pembangunan bak penampungan dan jaringan pipa.

Seorang pekerja yang enggan namanya dipublikasikan mengaku, proyek tersebut awalnya dikerjakan oleh kontraktor dari Pulau Jawa, na­mun mereka sudah pulang sebelum lebaran. “Memang proyek sudah lama dan tukangnya dari Pulau Ja­wa, tapi semua sudah pulang sebe­lum lebaran dan baru katong lanjut­kan pekerjaan ini,” ujarnya saat ditemui Siwalimanews, Rabu (14/7).

Kondisi serupa juga terjadi pada proyek pengerjaan pembangunan sarana dan prasarana air bersih di Du­sun Air Kuning, Desa Batu Merah.

Mat Marasabessy, penjaga Masjid Air Kuning kepada Siwalimanews mengaku, pengerjaan bak penam­pungan dan pengeboran memang telah selesai dikerjakan, namun hi­ngga kini belum jalan, lantaran peralatan seperti pompa panel surya belum juga tiba. “Ini samua sudah siap tapi alatnya belum datang, ini sudah lama,” ungkapnya.

Hal yang sama juga terjadi pada pe­ngerjaan proyek pembangunan sara­na dan prasarana air bersih yang be­ra­da di Dusun Kahena, Desa Baru Me­rah.

Ketua RT 07/17 Hamzah membe­narkan adanya pekerjaan sarana dan prasarana air bersih yang hingga kini belum selesai dikerjakan. “Me­mang sampai saat ini belum juga selesai dikerjakan, Beta seng tahu penyebabnya apa,” ungkap Hamzah.

Persoalan lainya terjadi di RT 005/02 Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, dimana hingga saat ini juga pengerjaan proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih tak kunjung tuntas.

Rafael Romroman salah satu pe­ngurus RT kepada Siwalimanews menjelaskan, terdapat empat jenis pengerjaan sarana dan prasarana air bersih di lingkungannya, yakni pe­ngerjaan bak penampung, penge­boran air, pengerjaan jaringan pipa dan panel surya, tetapi sampai de­ngan saat ini, hanya bak penampung dan sumur bor yang selesai.

Sedangkan untuk pengerjaan jari­ngan pipa memang baru dikerjakan, disebabkan pekerjaan tersebut diti­nggalkan oleh pekerja sebelumnya dan baru mulai dikerjakan bulan ini.

“Ini baru dimulai lagi, dan untuk sumur memang belum kita tes jadi tidak tahu ada air atau tidak,” ucapnya.

Pengerjaan proyek air bersih yang tak kunjung tuntas juga bisa dilihat di RT 02/05 Kayu Tiga, dimana hi­ngga saat ini proses pengerjaan belum tuntas, bahkan pada sumur galian bagian pelindung sumunya baru mulai dikerjakan.

“Ini baru mulai kerja, tapi katong seng tahu selanjutnya,” ungkap salah satu pekerja yang namanya tak mau dikorankan.

Selanjutnya, untuk pengerjaan proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih di Desa Soya juga mengalami hal yang sama.

Aleks Alfons kepada Siwalima­news mengaku, pengerjaan bak penampung dan pipa telah selesai dikerjakan, tetapi hingga kini belum juga tuntas dan dirasakan manfa­atnya oleh masyarakat.

“Sudah siap dari lama, cuma belum jalan karena alat pompa tenaga surya belum ada,” ujar Alfons.

Di Dusun Bere-bere, diketahui ada pekerjaan jaringan pipa yang belum selesai digarap.

Sementara itu, untuk pekerjaan di Kopertis pengerjaannya telah sele­sai dan telah dinikmati oleh masya­rakat setempat, hanya saja reser­voirnya dikerjakan asal-asalan, ka­rena bila musim penghujan seperti sekarang, air tersebut berwarna merah dan tak bisa digunakan.

Makelar Proyek

Sama halnya dengan Proyek Air Bersih di Pulau Haruku, Proyek Air Bersih di Kacamatan Sirimau, juga dikerjakan oleh Faiz, bermodalkan perusahaan pinjaman.

Makelar proyek yang suka mem­bawa-bawa nama pejabat Badan Pemeriksa Keuangan, ini dikenal sakti, sehingga bisa memperoleh perlakuan istimewa dari pejabat di Dinas PU.

Contohnya proyek di Haruku, Faiz diberi uang muka, sebelum kerja sebesar 20 persen.

Tak cukup sampai di situ, bermo­dalkan nama BPK, Fais kemudian meminta tambahan dana sebesar 30 persen, sehingga total menjadi 50 persen. Jadi sebelum mulai kerja, Fais sang makelar ini sudah diberi modal Rp 6,2 miliar.

Menurut sumber Siwalima, Fais sendiri yang turun langsung dan aktif berkomunikasi dengan para pejabat PU.

Seluruh pengurusan dilakukan oleh Fais, mulai dari tender sampai dengan urusan pencairan,” ujar sumber yang meminta namanya tidak ditulis ini.

Masih kata sumber itu, untuk memperlancar prosesnya, Fais selalu membawa-bawa nama pejabat Badan Pemeriksa Keuangan.

“Dia selalu membawa nama pejabat BPK, termasuk dalam proses pen­cairan,” tambah sumber tadi.

Mengenai nama BPK yang selalu dicatut Fais, Kepala Sub Bagian Humas dan Tata Usaha BPK Ma­luku, Ruben Sidabutar mengatakan, BPK tidak pernah punya kepenti­ngan dan tidak memiliki peranan untuk terlibat dalam proses di SMI, apalagi soal kerja air bersih yang ada di Pulau Haruku.

“Kita tidak ada mencampuri urusan dimaksud,” ujar Sidabutar kepada Siwalima, Minggu (30/5) melalui pesan singkat.

Fais sendiri sangat tertutup dan tak menjawab panggilan telepon mau­pun pesan singkat yang dikirim pa­da­nya. Padahal awalnya Fais berko­munikasi dengan Siwalima, namun saat mengetahui hendak dikon­fron­tir soal air bersih di Pulau Haruku, Fais tak pernah menjawab lagi pa­nggilan dan pesan singkat yang dikirim.

Dibayar Luas

Walau proyek jumbo itu dikerjakan asal-asalan, namun menurut infor­masi, seluruh anggarannya sudah dicairkan.

Sumber Siwalima di Dinas PU Maluku mengaku seluruh proyek yang dibiayai dengan pinjaman PT SMI, sudah selesai dibayarkan.

Lalu bagaimana bisa proyeknya belum selesai dikerjakan, tapi sudah dibayarkan?

“Nah itu hebatnya pejabat kita di PU. Proyek selesai urusan belakang, yang penting cair dulu,” yakin sumber itu.

Kabid Cipta Karya Dinas PU Nur­lela Sopalauw yang dikonfirmasi Si­walima Rabu (14/7) malam, mengaku sedang menghadiri acara keluarga dan tidak bisa memberikan ketera­ngan. “Nanti saja ke kantor, karena seka­rang saya lagi ada acara keluar­ga, takutnya salah memberikan data,” katanya.

Namun hingga berita ini naik cetak, Sopalauw maupun Nur Mardas tak mau berkomentar. Semua panggilan telepon maupun pesan WhatsApp, tak direspons.

Kuat dugaan dua pejabat ini tidak mempunyai alasan yang cukup untuk menyembunyikan dugaan keterlibatan mereka dalam dua proyek bermasalah ini.

Dibantah Kadis

Sebelumnya, Kadis PUPR Maluku Muhamat Marasabessy membantah kalau proyek air bersih yang masuk ke desa asalnya, disebut mangkrak.

Dia bahkan menjamin kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut tidak melarikan diri dan pasti proyek tersebut diselesaikan pada 31 Juni mendatang sesuai masa kontrak.

“Jadi tidak ada yang namanya mangkrak proyek air bersih di Pe­lauw dan Kailolo akan diselesaikan sampai tanggal 31 Juni dan kontrak­tor tidak ada yang lari. Kalau proyek ini mangkrak itu berarti sampai habis masa kontrak, tidak selesai itu baru dibilang mangkrak, sekarang kan tidak, mereka tetap kerja,” ujar Marasabessy kepada Siwalima di kantornya, Rabu (9/6) lalu.

Pernyataan mantan Kepala Balai Wilayah Sungai Maluku ini ber­banding terbalik dengan kenyataan di lapangan, karena sejak 30 Juni batas akhir pengerjaan proyek PT SMI, dua proyek yang habiskan pu­luhan miliar rupiah itu masih terbengkalai dan tak bisa dinikmati masyarakat. (S-50/S-39/S-51)