Gempita Nora Marten, gadis cilik yang akrab disapa Gempi baru saja dikabarkan mengalami kondisi mata minus dan silinder sekaligus. Padahal, usia anak dari Gisella Anastasia dan Gading Marten ini bahkan belum genap lima tahun.

Kabar tentang kondisi mata yang dialami Gempi sontak mem­-buat banyak orang bertanya, be­-narkah anak balita bisa mengalami mata minus terlebih silinder?

Dokter spesialis mata Yunia Irawati dari Jakarta Eye Center menyebut, kelainan mata minus, plus, dan silinder dapat dialami oleh siapa saja, disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.

“Ada dua faktor menyebabkan refraksi mata yakni genetik atau bawaan dari lahir atau keturunan, dan faktor lingkungan dari kebiasaan sehari-hari,” kata Yunia kepada CNNIndonesia.

Anak dengan orang tua atau keluarga yang memiliki riwayat mata minus, plus, atau silinder lebih berisiko mengalami hal yang sama. Kondisi ini dapat muncul sejak lahir atau dalam usia pertumbuhan yakni 2-6 tahun. Dapat pula muncul saat anak berusia remaja atau dewasa muda.

Baca Juga: 5 Senam Ringan usai Bangun Tidur untuk Hempaskan ‘Double Chin’

Sedangkan faktor lingkungan disebabkan oleh kebiasaan melihat atau memperlakukan mata. Faktor lingkungan ini dapat mempercepat terjadinya refraksi mata, terutama pada orang yang sudah memiliki riwayat dalam keluarga.

Faktor lingkungan utama yang dapat menyebabkan mata minus adalah melihat layar terlalu banyak dalam jarak dekat namun kurang dalam melihat sesuatu yang berjarak jauh atau lebih dari 6 meter. Membaca dalam jarak dekat juga dapat menyebabkan mata minus.

“Kebiasaan menonton, melihat gadget, adalah faktor kebiasaan yang bisa membuat dinding bola mata itu molor,” ucap Yunia.

Pada kondisi mata silinder, selain faktor keturunan, faktor lingkungan yang dapat menyebabkan silinder adalah sering menggosok atau menekan mata.

“Sering mengucek mata itu juga dapat membuat perubahan kontur pada kornea,” ujar Yunia. (*)