AMBON, Siwalimanews – Akses jalan menunju Desa Neniari, Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) sangatlah memprihatinkan. Selain rusak parah akses transportasi juga tidak ada.

Alhasilnya, warga yang meng­alami sakit untuk mendapatkan pela­yanan kesehatan harus menempuh jarak 10 kilometer untuk sampai di Desa Riring Rowasoal, akibat tidak ada puskesmas pembantu atau pustu.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Hatta Hehanussa meminta, Pemprov Maluku dan Pemkab SBB harus serius memperhatikan keter­iso­­lasian yang terjadi di Desa Neniari.

Menurutnya, Desa Neniari sangat terisolasi dari berbagai akses infra­struktur, sebab belum memiliki akses jalan menuju desa itu.

“Desa Neniari ada di puncak gunung, yang sampai saat ini belum ada akses jalan yang memadai menuju desa itu. Warga harus berja­lan kaki melalui jalan setapak sekitar 10 kilometer. Tentu saja kondisi itu sangat memprihatinkan,” jelasnya kepada Siwalima di Balai Rakyat Ka­rang Panjang Ambon, Selasa (2/3).

Baca Juga: Masih di Zona Orange, PSBB Transisi Lanjut

Sebagai wakil rakyat  dari daerah pemilihan Kabupaten SBB, pihaknya akan melakukan berbagai upaya dalam rangka penganggaran melalui koordinasi dengan Pemprov Maluku dan Kabupaten SBB, baik dari APBD provinsi maupun kabupaten.

“Ini kan sangat miris negeri itu. Kasihan bahkan bukan saja di Neniari. Ini juga kemarin kita lihat ada orang sakit yang ditandu dengan bambu dan kain. Ini kan sangat memperihatinkan. Jadi kita minta ada kebijakan khusus dari gubernur pak Murad Ismail yang betul-betul memiliki komitmen untuk membangun negeri ini dari keterisolasian,” ujarnya.

Menurutnya, persoalan ini sudah menjadi atensi dari Komisi III DPRD Maluku guna menggalang dukungan agar lebih memperhatikan persoalan itu.

“Saya juga anggota DPRD dapil SBB tentunya akan berupaya sesuai fungsi dan kewengan mencoba mengatasi persoalan ini. Dan sekali lagi, saya memberikan semangat kepada seluruh masyarakat Neniari, terutama teman-teman mahasiswa dan pemuda untuk coba menggalang kekuatan dengan membangun koordinasi dengan pemda setempat,” katanya.

Meskipun itu menjadi kewengan Pemda SBB, lanjut dia, tetapi juga butuh kebijakan khusus dari Gubernur Maluku untuk melihat persoalan itu.

Ia berharap, Komisi III DPRD Maluku untuk mencoba berkoordinasi dengan Dinas PUPR dan Balai Jalan, untuk sama-sama bisa melihat persoalan ini karena menjadi masalah kemanusiaan perlu ada sentuhan dan perhatian serius dari pemerintah, termasuk juga dengan keterbatasan tenaga medis dan pelayanan kesehatan  di desa tersebut. (S-51)