Akademisi: Remunerasi Diluar RUPS Itu Pelanggaran
AMBON, Siwalimanews – Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpatti, Erly Leiwakabessy mengatakan, pembayaran remunerasi yang dilakukan oleh direksi Bank Maluku-Malut harus didudukan pada proporsi yang tepat.
Menurut Leiwakabessy, pembayaran remunerasi harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini membawakan konsekuensi jika undang-undang menegaskan, pembayaran remunerasi harus dilakukan dengan persetujuan pemegang saham dalam RUPS maka direksi harus mematuhi hal itu.
Dan kebijakan pembayaran remunerasi di luar RUPS, kata Leiwakabessy, adalah pelanggaran.
“Saya sepakat kalau memang pembayaran remunerasi itu harus sesuai dengan aturan artinya harus diputuskan oleh pemegang saham dalam RUPS, kebijakan diluar itu adalah pelanggaran,” jelas Leiwakabessy saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (17/9).
Leiwakabessy menegaskan dengan adanya persoalan pembayaran remunerasi yang telah menjadi isu publik, maka pemegang saham sudah harus bersikap untuk menjembatani persoalan pembayaran remunerasi.
Baca Juga: Ungkap Borok Pengelolaan Dana Covid Maluku, Dewan Dukung Jaksa“Sudah saatnya pemegang saham melakukan RUPS untuk menyelesaikan persoalan pembayaran remunerasi ini sesuai mekanisme, sehingga hak-hak yang didapatkan karyawan sesuai dengan aturan hukum,” tuturnya.
Pembayaran remunerasi harus didudukan pada proporsi yang sebenarnya, da nada dua aspek. Aspek pertama yaitu, setiap pegawai yang bekerja baik di instansi pemerintah, BUMN/BUMD maupun swasta berhak mendapatkan insentif atau remunerasi dari perusahaan yang mempekerjakan.
Pasalnya, pembayaran remunerasi bagi karyawan merupakan hal biasa dan wajib dijamin oleh perusahaan artinya, jika perusahaan tidak menjamin hak-hak seperti remunerasi maka itu adalah bentuk pelanggaran hukum.
“Disatu sisi remunerasi itu adalah hak setiap karyawan yang harus dibayarkan oleh perusahaan tempat bekerja, artinya kalau dilihat dari aspek keadilan maka pembayaran remunerasi tersebut sah-sah saja dilakukan di Bank Maluku-Malut,” tuturnya.
Aspek kedua, lanjut Leiwakabessy, yang harus diperhatikan adalah pembayaran remunerasi harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan jika kebijakan diluar itu maka itu adalah pelanggaran. Sehingga pemegang saham harus menyelesaikan masalah ini.
Gelar RUPS
Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Nathaniel Elake mengungkapkan, pemegang saham PT Bank Maluku-Malut harus segera melakukan RUPS guna menghentikan pembayaran remunerasi yang dilakukan tanpa adanya persetujuan pemegang saham.
Dijelaskan, Bank Maluku-Malut merupakan masyarakat Maluku dan Maluku Utara melalui penyertaan modal saham dari setiap daerah.
Karena bank tersebut merupakan milik masyarakat Maluku dan Maluku Utara maka harus dikelola dengan baik dan bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat pula.
“Representasi masyarakat itu berada pada tangan pemegang saham yang notabene adalah kepala daerah di Maluku dan Maluku Utara. Jadi mereka sudah harus bersikap atas kebijakan pembayaran remunerasi yang tidak sesuai dengan aturan,” jelas Elake kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (16/9).
Kata Elake, RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam perseroan terbatas yang bertugas menentukan kebijakan yang menyangkut operasional artinya, direksi dan komisaris hanya melakukan kebijakan yang telah ditetapkan keputusan dalam RUPS.
Prinsip dalam perbankan tersebut harus dilakukan dengan baik oleh direksi dan komisaris, jika tidak dilakukan maka tentunya telah menyalahi aturan dan merugikan kepentingan publik.
Kebijakan pembayaran remunerasi tanpa melibatkan persetujuan pemegang saham telah melecehkan kewenangan pemegang saham maka, harus ada tindakan menghentikan pembayaran remunerasi yang melanggar aturan tersebut.
“Pemegang saham harus mengambil kebijakan dengan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa guna meminta pertanggungjawaban direksi dan komisaris termasuk untuk menghentikan proses pembayaran remunerasi, karena keputusan tertinggi ada RUPS,” tegasnya.
Pemegang saham tidak boleh membiarkan persoalan pembayaran remunerasi ini terus terjadi tanpa adanya persetujuan pemegang saham, sebab ini menyangkut kepentingan bank.
Apalagi Bank Maluku-Malut saat ini sedang membutuhkan triliunan rupiah untuk menambah modal inti sesuai peraturan Bank Indonesia dengan batas waktu Desember 2024.
“Itu uang daerah, jadi RUPS harus dilakukan untuk melihat persoalan remunerasi ini, jangan sampai menguntungkan segelintir orang di bank dengan remunerasi yang besar. Ada cari yang susah tapi dihamburkan tanpa adanya persetujuan pemegang saham,” jelasnya.
Lanjut Elake kebijakan direksi yang merugikan publik, maka Kejaksaan Tinggi harus segera mengusut untuk menyelamatkan kepentingan publik tersebut melalui proses hukum untuk menyelamatkan bank.
“Kalau kebijakan strategi seperti itu berdampak pada kerugian bank dan kepentingan publik artinya tidak atas dasar keputusan RUPS maka harus dipertanggungjawabkan dan parat keamanan harus mengusut,” cetusnya. (S-20)
Tinggalkan Balasan