AMBON, Siwalimanews – Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi cadangan beras pemerintah  Kota Tual, Adam Rahayaan yang juga mantan Walikota Tual, mengaku dirinya tak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pernyataan Rahayaan itu, disampaikan tim penasehat hukumnya Jhon M Berhitu dan rekan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon, dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan duplik, Jumat (20/9).

Menurut Berhitu Cs, berdasarkan berbagai keterangan maupun bukti yang disampaikan oleh para saksi dalam persidangan, menyatakan bahwa unsur setiap orang yang disampaikan oleh JPU, tidak bisa diuraikan.

Pasalnya, unsur setiap orang yang diuraikan dalamdalam tuntutan maupun replik, tidak disebutkan peran terdakwa dalam hal turut serta melakukan seperti apa.

“Setiap orang yang diuraikan dalam tuntutan maupun replik penuntut umum, tidak disebutkan peran terdakwa dalam kualifikasi sebagai apa. Apakah sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan, karena seseorang tidak mungkin bertindak sekaligus,” tutur Berhitu.

Baca Juga: KPU Pastikan Awal Oktober Pengadaan Logistik Tahap Pertama Selesai

Untuk itu kata Berhitu, unsur setiap orang yang dituduhkan JPu, tidak dapat  dinyatakan terpenuhi, jika perbuatan yang didakwakan kepada diri terdakwa tidak memenuhi bestandeel delict sesuai kualifikasi, apakah sebagai pleger, doen plegen ataukah dader.

Selain itu, unsur melawan hukum dalam tuntutan JPU tentang pemberantasan tipikor menyimpulkan, bahwa terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum. Namun, berdasarkan fakta-fakta dari berbagai keterangan saksi-saksi dalam persidangan, menyatakan bahwa para saksi ketika melakukan pembagian beras tidak pernah mengarahkan masyarakat untuk memilih Rahayaan dan pasangannya dalam pilkada.

“Di dalam BAP ada beberapa saksi menyatakan keterangan yang berbeda dihadapan penyidik, lantaran ada tekanan. Akan tetapi di dalam persidangan, keterangan saksi-saksi seperti halnya Saleh Latitu menyatakan bahwa, tidak pernah mengarahkan masyarakat untuk memilih pasangan ini saat melakukan pembagian cadangan beras pemerintah,” bebernya.

Tidak hanya itu kata Berhitu,  terkait dokumen pencairan dana yang diperuntukan untuk CBP juga, para saksi menyatakan, bahwa tandatangan yang tertuang dalam dokumen berbeda dengan tanda tangan milik terdakwa dan hal itu juga telah disampaikan berulang kali oleh terdakwa, bahwa dari dokumen-dokumen itu bukan tanda tangan terdakwa.

Berhitu juga menyampaikan, bahwa berdasarkan surat dari Bulog Maluku menerangkan, pencairan dana CBP tahun 2016 dan 2017 tidak menyebutkan rincian berapa besaran untuk Kota Tual. Selain itu pula, dalam surat pertanggungjawaban mutlak dari Direktur Bulog menyatakan, bahwa bertanggung jawab penuh atas seluruh  kegiatan CBP.

“Sehingga jika di kemudian hari terdapat kelebihan pencairan dana APBN dan atau APBN Perubahan untuk kegiatan pencairan CBP, maka Bulog bersedia mennyetorkan kelebihan pembayaran ke kas negara,” ujarnya.

Ia juga menyinggung soal berbagai bukti kwitansi tagihan maupun pembayaran, tidak dilampirkan oleh penyidik maupun JPU dalam BAP. Padahal hal itu sangat diperlukan untuk membuktikan, bahwa proses pencairan dana CBP sudah sesuai mekanisme dan hal itu juga dibenarkan oleh JPU dalam persidangan.

Dari berbagai fakta tersebut, maka pihaknya tetap pada pembelaan mereka, yakni bahwa terdakwa Adam Rahayaan tidak terbukti dalam seluruh unsur sebagaimana dakwan primair sehingga meminta majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa.

Usai mendengar duplik dari kuasa hukum terdakwa, Ketua Majelis Hakim Wilson Shiver menunda sidang hingga 7 Oktober mendatang dengan agenda pembacaan putusan.

Sebelumnya, JPU Ester Wattimury dan rekan menuntut terdakwa Adam Rahayaan agar dijatuhi hukuman 7 tahun penjara.(S-29)