AMBON, Siwalimanews – Hervianto, mantan ajudan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengakui, diperintahkan terdakwa men­transfer sejumlah uang ke rekening pribadinya.

Jumlah uang yang di­transfer, kata Hervianto berkisar antara Rp5 juta sampai Rp90 juta.

Hal ini diakui Hervianto sebagai saksi dalam si­dang lanjutkan RL, sapaan akrab Richard di Penga­dilan Tipikor Ambon, Kamis (27/10).

Sidang yang dipimpin majelis hakim yang dike­tuai, Nanang Zulkarnaen Faizal itu, saksi mengaku, dari empat rekening milik­nya BRI, BNI, BTN dan BPDM, yang biasa diguna­kan untuk transfer uang ke RL yakni melalui rekening BNI.

“Dari keempatnya reke­ning bank BNI yang sering kali digunakan untuk men­transfer uang ke rekening terdakwa, namun terka­dang dirinya melakukan transaksi tunai melalui teller,” ucap saksi.

Baca Juga: Jalankan Restoratif Justice, Kejari Tanimbar Bebaskan AB

Dalam persidangan yang digelar secara virtual itu, KPK Taufik Ibnugroho mengungkapkan, ala­san mantan ajudan Richard di panggil sebagai saksi sebab, ada terdapat sejumlah uang yang dipe­rintahkan oleh RL kepada sang aju­dan untuk mentransfer ke re­kening pribadinya secara bertahap, dan juga kesepakatan- kesepa­katan dirinya dengan pihak Alfamidi untuk mendapatkan IMB.

“Saudara Hervianto, pernah di periksa oleh penyidik?, apa yang di sampaikan saudara dalam BAP itu benar?, mantan ajudannya itu pun dengan lantang menjawab bahwa benar serta sayapun telah membubuhkan tanda tangannya pada lembaran BAP tersebut. Dari total transferan yang saya lakukan nilai terbesar ialah 90 juta rupiah dan yang paling terkecil 5 juta rupiah” ujarnya.

JPU KPK kembali menanyakan soal Amri yang merupakan bagian dari pihak Alfamidi bahwa per­nahkah menemui Richard, saksi mengakui, pernah bertemu namun dirinya lupa kapan pertemuan itu dilakukan.

Bukti lainya yang dibeberkan JPU semisal surat permohonan inves­tasi, surat persetujuan pembangu­nan Gerai Alfamidi, buku agenda keluar dan rekening koran yang mencatat semua data transfernya ke RL.

Terima 11 M

Mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy menjalani sidang perdana dugaan korupsi dan TPPU di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (29/9) siang lalu.

RL sapaan akrabnya, didakwa jaksa penuntut umum KPK mene­rima aliran dana mencapai Rp 11 miliar, dari aparatur sipil negara dan sejumlah pengusaha.

Sidang dengan agenda pemba­caan dakwaan oleh JPU KPK itu dipimpin hakim Nanang Zulkar­nain Faisal dan digelar secara online, yang menghadirkan RL dari Gedung KPK di Jakarta.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu didakwa atas dua kasus yaitu, penerbitan ijin prinsip gerai Alfa­midi di wilayah Kota Ambon serta gratifikasi.

Selain mantan walikota dua pe­riode Kota Ambon ini diadili, anak buahnya, Andre Erin Hehanusa, dan Perwakilan Alfamidi Cabang Ambon, Amri.

Tim JPU KPK yang diketuai Tau­fiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kantong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.

JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada ta­hun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta melaku­kan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai per­buatan yang berdiri sendiri, sehi­ngga merupa­kan beberapa keja­hatan.

JPU menyebutkan, terdakwa menerima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11.259.960.000 yang berhubu­ngan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Aliran dana dengan jumlah fan­tastis itu diketahui diterima dari beberapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kon­traktor. Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang la­ngsung berjumlah Rp8.222. 250.000.

Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari kepala Dinas PUPR Enrici Mati­taputy sebesar Rp150.000.000.

Berikutnya, dari mantan Kadis Pendidikan Fahmi Sllatalohy sebesar Rp240.000.000, Kepala Badan Pengeluaran dan Aset Dae­rah, Roberth Silooy Rp50.200.000,

Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116.000.000 dan pada bulan Desember 2018 di ru­mah Dinas Walikota Ambon, ter­dak­wa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000.000.

Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian  menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.

Selanjutnya dari Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.

Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50. 000. 000, dari Tan Pabula Rp.85. 000.000, dan Direktur CV Glen Pri­manugrah Thomas Souissa Rp70. 000.000.

Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740. 000.000, Komisaris PT Gebe Indus­tri Nikel Maria Chandra Pical Rp250.000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pemilik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebesar Rp165.000.000.

RL juga menerima uang dari Apotek Agape Mardika Rp.20.000. 000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4.900.000.000, Yanes Thenny Rp.50.000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.

Selain penerimaan langsung terdakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466.250.000 dan rekanan sebesar Rp1.216.250.000.

“Atas penerimaan uang tersebut terdakwa tidak pernah melapor ke KPK dalam kurun 30 hari kerja se­jak diterima, sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2)UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberan­tasan tindak pidana korupsi seba­gai­mana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang peru­bahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tin­dak pidana korupsi sehingga seluruh penerimaan uang tersebut merupa­kan gratifikasi yang diterima terdak­wa yang tidak ada alas hak yang sah menurut hukum,” pungkas JPU.

Selain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini, RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000.

JPU menjelaskan pada tahun 2019 PT Midi Utama Indonesia  ber­maksud untuk mengem­bang­kan usaha retail dengan memba­ngun gerai atau toko alfamidi di Kota Ambon, dimana dalam proses pembangunannya diperlukan be­be­­rapa perijinan diantaranya ijin prinsip dari terdakwa RL selaku Walikota Ambon.

Selanjutnya Solihin selaku kua­sa direksi PT MUI atas masukan Agus Toto Ganefgian selaku GM license PT MUI menunjuk terdakwa Amri untuk melakukan pengurusan perijinan dengan alasan terdakwa Amri sudah berpengalaman.

Saat itu terdakwa mengajukan biaya untuk perngurusan ijin setiap titik atau lokasi sebesar Rp.125. 000.000 yang sumber dananya berasal dari PT MUI.

JPU menyebutkan, pada Juli 2019 terdakwa Amri dan License Manager PT MUI cabang Ambon Nandang Wibowo melakukan pertemuan dengan terdakwa RL dan Terdakwa Andrew Erin di Kantor Walikota Ambon, terkait pembukaan gerai toko yang ke­mudian di setujui RL yang meminta terdakwa Andrew untuk mem­percepat proses penerbitan izin.

Selanjutnya terdakwa Andrew meminta terdakwa Amri dan Nandang Wibowo terkait kelan­caran administrasi.

Berikutnya, pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan per­mohonan izin prinsip pendirian 27 gerai, dan pada hari yang sama juga RL menerbitkan surat perihal persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi, tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Parahnya lagi pada bulan September, pihak PT MUI kembali me­ne­mui RL untuk maminta tamba­han gerai. Lagi-lagi RL  mener­bit­kan persetujuan prinsip pemba­ngunan tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Setelah izin prinsip terbit, ter­dakwa Amri memberikan uang secara bertahap berjumlah Rp500.000.000 kepada terdakwa RL melalui terdakwa Andrew Erin.

Usai membacakan dakwaan ketiga terdakwa melalui kuasa hukumnya menerima isi dakwa­an dengan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut, sehingga majelis hakim selanjutnya menun­da sidang hingga pekan depan dengan agenda mendengar keterangan saksi. (Mg-1)