AMBON, Siwalimanews – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, mulai membidik kasus dugaan korupsi proyek irigasi Bubi di Kabupaten Seram Bagian Timur.

Proyek bernilai Rp226,9 miliar tersebut dikerjakan pada tahun anggaran 2017-2020 oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku dan telah dilaporkan secara resmi ke pihak kepolisian.

Atas laporan dua lembaga swadaya masyarakat tersebut, penyidik Ditreskrimsus segera menerbitkan Surat Perintah Dimulai­nya Penyelidikan.

Direktur Ditreskrimsus Polda Maluku, Kombes Piter Yanottama, membenarkan adanya laporan tersebut. “Ya, kami sudah menerima laporan terkait dugaan korupsi proyek irigasi Bubi. Sesuai prosedur, kami akan segera menerbitkan surat perintah penyeli­dikan,” ujar Kombes Piter, kepada wartawan di Ambon, Selasa (17/3).

Laporan dugaan korupsi ini di­ajukan oleh Ketua Lembaga Nanaku Ma­luku, Usman Bugis, dan Ketua Ru­mah Muda Anti Korupsi, Fadel Ruma­kat, pada Senin (17/3). Ke­duanya di­dampingi oleh pengacara Muhammad Gurium saat menye­rahkan laporan di Ditreskrimsus Polda Maluku.

Baca Juga: Kapolda: Tindak Tegas Pelaku Bentrok Malra

Piter menegaskan, kasus dugaan korupsi ini masuk dalam kategori extraordinary crime, sehingga pro­ses pembuktiannya memerlukan tahapan penyelidikan mendalam, termasuk klarifikasi terhadap ber­bagai pihak dan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan.

“Penyelidikan ini bertujuan untuk menentukan apakah ada unsur tin­dak pidana dalam proyek tersebut,” tambahnya.

Apresiasi

Praktisi Hukum, Marnex Salmon, mengapresiasi Direskrimsus Polda Maluku yang telah menerbitkan Sprinlid untuk segera menindaklan­juti laporan masyarakat terkait du­gaan korupsi proyek irigasi Bubi di Kabupaten Seram Bagian Timur.

Menurutnya, persoalan korupsi menjadi musuh bersama, sehingga Polda mesti lebih cepat untuk memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang paling bertanggung­jawab termasuk kontraktor dan Kepala BWS Maluku.

“Sejalan dengan program peme­rintah Prabowo dalam meringkus tukang curi uang rakyat maka kami memberikan apresiasi yang besar bagi Polda Maluku karena meres­pons laporan dari masyarakat,” ujarnya, kepada Siwalima,  Selasa (18/3).

Kata dia, ini persoalan hukum sehingga wajib hukumnya pelaku pelaku yang terlibat dipanggil untuk dimintai keterangan. Siapapun itu, termasuk Kepala Balai Sungai jika memang ada hubungannya dengan kasus tersebut.

“Beberapa tokoh menyebutkan jika meski langit runtuh keadilan harus tetap ditegakkan, dengan be­gitu para pihak yang dinilai merugi­kan keuangan negara harus dipro­ses hingga tuntas,” tandas Marnex.

Senada dengan itu, Praktisi Hu­kum Henry Lusikooy juga meminta BWS dan Kontraktor harus dimintai pertanggungjawaban sebab akar persoalan pasti letaknya pada me­reka, baik soal pengawasan hingga laporan pertanggungjawaban.

“BWS dan Kontraktor harus se­gera dipanggil dan dimintai ketera­ngan terkait hal ini. Sangat tidak mungkin bila tidak ada keterlibatan mereka, kita paham bahwa ada yang bertugas melakukan pengawasan sepanjang proyek itu dikerjakan dan ada yang punya tugas untuk mela­kukan pertanggungjawaban terha­dap prospek tersebut,” katanya.

Menurut Lusikoy, proyek ini telah menguras Rp 226 Milyar dan ini anggaran yang tak sedikit, jika negara menjaminkan berantas korupsi maka proyek irigasi di SBT juga harus mendapatkan keadilan sebab ini menyangkut kerugian negara, yang telah mengucurkan miliaran rupiah demi dan untuk kesejahteraan masyarakat namun masih ada pihak-pihak yang tak bertanggung jawab melakukan perbuatan tidak terpuji itu.

“Kami juga meminta Polda Maluku transparan dalam melakukan penin­da­kan terhadap masalah ini sebab mas­yarakat sebagian mulai muak dengan sikap acuh APH yang kerap kali tak mampu menuntaskan per­soalan yang ditangani mereka,” tepis Lusikooy.

Dilaporkan

Proyek Irigasi Bubi di Kabupaten Seram Bagian Timur yang pekerja­annya mangkrak, resmi dilaporkan ke Polda Maluku, Senin (17/3).

Laporan dugaan tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh dua lem­baga swadaya masyarakat yaitu Usman Bugis, Ketua Lembaga Na­naku Maluku dan Fadel Rumakat, Ketua LSM Rumah Muda Anti Ko­rupsi, yang didampingi pengacara Muhamad Gurium.

Mereka melaporkan proyek senilai Rp226,9 miliar yang dikelola oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Ma­luku, dengan terlapor PT Gunakarya Basuki KSO sebagai kontraktor dan Kepala BWS Maluku.

Menurut laporan mereka, proyek pembangunan bendungan dan irigasi Bubi ini merupakan bagian dari proyek nasional yang dicanang­kan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melalui BWS Maluku.

Menurut kedua LSM itu, proyek Bubi dikerjakan sejak tahun 2017 hingga 2020 dengan nilai kontrak sebesar Rp226.904.174.000.

Namun, berdasarkan investigasi lapangan yang dilakukan oleh pela­por, proyek tersebut ditemukan dalam kondisi mangkrak, terbeng­kalai, dan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Sejak 2017 hingga 2020, anggaran proyek ini telah dicairkan 100 persen. Namun, dari hasil investigasi di lapa­ngan, proyek ini tidak selesai seba­gaimana yang diharapkan. bendungan dan irigasi tidak terurus secara efektif, bahkan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” ungkap Usman Bugis kepada war­tawan di Markas Ditres­krimsus Polda Maluku.

Usman menambahkan bahwa dari hasil pengkajian hukum yang mereka lakukan, terdapat dugaan bahwa pihak kontraktor dan BWS Maluku telah melakukan permufa­katan jahat untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan pro­yek yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.

“Perbuatan mereka ini diduga melanggar berbagai aturan hukum, termasuk UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pi­dana Korupsi, serta beberapa regu­lasi terkait pengelolaan sumber daya air dan irigasi,” tegasnya.

Selain itu, proyek ini juga ber­potensi melanggar UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, dan PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Irigasi.

Atas dasar temuan ini, Usman Bugis dan Fadel Rumakat mendesak Ditres­krimsus Polda Maluku untuk segera: memanggil dan memeriksa Kepala BWS Maluku, Direktur PT Gunakarya Basuki KSO sebagai kontraktor pelaksana, serta meme­riksa semua pihak yang terlibat dalam proyek ini dan meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pemba­ngunan Maluku untuk menghitung potensi kerugian negara akibat proyek ini.

“Kami berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan ini dan mengusut tuntas siapa saja yang bertanggung jawab atas proyek mangkrak ini. Jangan sampai anggaran besar yang sudah dicair­kan justru tidak memberikan manfaat bagi masyarakat,” pintanya.

Lapor Kejagung & KPK

Sebelumnya, Lembaga Nanaku Maluku melaporkan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek irigasi milik Balai Wilayah Sungai di Kabupaten Seram Bagian Timur ke Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pembangunan Irigasi yang diker­ja­kan sejak tahun 2017 lalu menguras anggaran sebesar Rp 226.9 M hi­ngga kini terbengkalai.

Usman Bugis bilang, pihaknya secara resmi telah melaporkan kasus tersebut ke Kejagung 2025.

“Kita laporkan Balai wilayah sungai Maluku dan mitra PT Gunakarya Basuki ke Kejaksaan Agung dan KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi di bendungan dan Irigasi Bubi di Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur,” jelas Usman Bugis dalam rilis kepada Siwalima, Senin (10/3).

Menurut Bugis, Kepala Balai Wila­yah Sungai yang harus bertanggung jawab terhadap pemanfaatan sum­berdaya air dari pembangunan iri­gasi tersebut.

“Saya menilai Balai Wilayah Sungai melanggar UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang sumberdaya air, pasal 94 undang -undang nomor 17 tahun 2019 mengatur  tentang tidak pidana sum­ber­daya air termasuk korupsi dalam pengelolaan sumber daya air, cukup jelas bawah proyek bendungan dan iri­gasi tersebut dibangun dengan ang­ga­ran 226,9 milyar. Namun ini tidak ada pemanfaatan sama sekali,” jelas Bugis.

Dia menduga, ada mafia proyek dan transaksi terjadi dalam mega proyek tersebut, sehingga kualitas pekerjaan buruk dan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.

“Kami meminta KPK segara turun ke Maluku dan mengaudit semua proyek nasional yang bermasalah di Balai Wilayah Sungai Maluku. Karena balai wilayah sungai Maluku telah banyak menangani proyek irigasi, waduk maupun bendungan tidak pernah sukses dan memberi­kan efektivitas yang baik untuk masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Sedangkan Fadel sebelumnya, mendesak aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian membentuk tim penyidik untuk mengusut tuntas pembangunan jaringan Irigasi.

Ia menduga, adanya unsur tindak pidana korupsi yang dilakukan baik pihak pemenang tender maupun internal Balai Wilayah Sungai Maluku.

“Sampai saat ini pembangunan irigasi menggunakan anggaran ne­gara yang cukup fantastis itu tidak ber­dampak apa-apa bagi petani lokal di wilayah tersebut. Sementara negara telah menggelontorkan ang­garan yang begitu besar dengan harapan meningkat kesejahteraan petani lokal tetapi hasilnya nihil,” ujarnya.

Fadel menyebutkan, pembangu­nan jaringan Irigasi Bubi, Kabu­paten SBT, dengan Nomor Kontrak  HK.02.03/BWS-M/PPK-IR.RW-II/XII/01/2017 tertanggal 8 Desember 2017 dengan nilai kontrak  Rp226.904. 174.000 mangkrak, hingga kini pe­kerjaan tersebut belum diselesaikan.

Proyek yang bersumber dari APBN tersebut dimenangkan oleh PT Gunakarya-Basuki, KSO dengan target waktu 2017- 2020 namun, sampai saat ini pekerjaan tidak ditun­taskan oleh pihak PT Gunakarya-Basuki, KSO.

“Mangkrak Pembangunan Irigasi berdampak sangat buruk terhadap petani lokal, karena pembangunan yang direncanakan itu tidak menda­tangkan asas manfaat bagi petani setempat,” ujarnya.

Kata Fadel, dengan hadirnya ke­bijakan Pemerintah Pusat mengenai swasembada pangan menunjukkan bahwa betapa penting pembangu­nan irigasi harus dapat difungsikan karena sangat dibutuhkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktifitas para petani diwilayah Kabupaten yang bertajuk Ita Wotu Nusa,” terangnya.

Fadel menilai, dalang dibalik mang­kraknya pembangunan irigasi di SBT adalah bentuk kelalaian dari pihak BWS Maluku yang tidak serius dalam melakukan pengawa­san terhadap proses pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT Gunakarya-Basuki, KSO. “Sebagai perusahaan pemenang tender proyek tersebut, patut di­duga ada­nya unsur kerja sama yang meng­akibatkan kerugian miliaran rupiah, karena pekerjaan tidak dituntaskan, masa kontrak telah berakhir dan ang­garan sudah habis terpakai,” sebutnya.

Menurutnya, kasus ini menjadi ujian besar bagi Kejati maupun Polda Maluku untuk menegakkan keadilan. Publik menunggu langkah tegas dan nyata untuk menyele­saikan skandal tersebut, yang kini menjadi simbol kegagalan pengelo­laan anggaran negara.

Dia juga kembali mempertanyakan apakah kebenaran terhadap dugaan adanya pembangunan mangkrak ini akan terungkap, atau kasus ini hanya akan menjadi catatan usang dalam sejarah pengelolaan proyek di BWS Maluku. Karena itu, publik menu­nggu kinerja Kejati serta Polda Maluku untuk memberikan jawaban tegas atas kasus mangkraknya pem­bangunan Irigasi Bubi, demi masa depan yang lebih bersih dan bebas dari korupsi.

“Untuk Balai Wilayah Sungai Maluku selain mengelola pemba­ngu­nan irigasi, pihak juga mengelola bendungan Bubi di Kabupaten SBT yang diduga anggarannya telah di­cairkan. Sementara pembangunan bendungan tersebut belum dapat terealisasikan secara baik, oleh ka­rena itu BWS Maluku harus berta­nggung jawab atas pembangunan irigasi serta bendungan Bubi di SBT,” pungkasnya. (S-25)