AMBON, Siwalimanews – Merebak cerita dana SMI yang harusnya diterima Rp700 miliar, hanya masuk ke rekening Pemprov sebesar Rp600 miliar saja.

Persoalan penggunaan dana pin­ja­man SMI oleh pemerintah Provinsi Maluku dengan tujuan pemulihan ekonomi masuk babak baru.

Selain penggunaan yang tidak tepat sasaran, ada indikasi nominal pinjaman yang tidak sesuai dengan yang diterima. Total pinjaman yang diajukan dan terekspos ke publik, sebesar Rp700 milliar, namum infor­masi yang berkembang menyebut­kan bahwa anggaran yang masuk ke kas daerah hanya senilai Rp600 miliar. Lalu kemana sisa dana sebesar Rp100 milliar itu mengalir?

Mantan Ketua Komisi B DPRD Maluku Everd Kermite dalam kete­rangannya kepada Siwalima, Sela­sa (1/2) mengungkapkan fakta me­nguapnya anggaran Rp100 milliar.

Kermite menjelaskan informasi berapa anggaran yang masuk disam­paikan Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Attapary kepada  dirinya dan Yusuf Leatemia.

Baca Juga: JMS Salurkan Bantuan ke Warga Kariu

Konon menurut Kermite, Atapary mengaku kejanggalan angka menyolok itu, disampaikan langsung Kepala Badan Pengelolan Keuangan Daerah, Zulkifli Anwar.

“Transfer pinjaman dana SMI, dibilang oleh saudara Samson Attapary, bahwa sesuai penjelasan Kepala Badan Pengelolan Keuangan Daerah, bahwa ditransfer hanya Rp600 milliar, ini harus dijelaskan supaya rakyat tahu,” pinta Karmite.

Menurutnya adanya keganjalan ini harus menjadi pintu masuk agar KPK mengusutnya. Apalagi pembahasanya tidak melalui DPRD, selaku lembaga pengawasan segala kegiatam pemerintah daerah.

“Ini akibat dari DPRD Maluku yang tidak melaksankan fungsinya sesuai dengan Ketentuan. Kok kenapa dia menghindar dari pembahasan penggunaan dari dana pinjaman tersebut,” tandasnya.

Hal yang sama sampaikan Mantan Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans. Menurut dia, dalam konteks peminjaman SMI, Pemprov Maluku sudah menyalahi aturan. Dari segi waktu, mestinya pinjaman daerah itu paling lambat waktu pengembaliannya sama dengan Masa jabatan Gubernur, namun pinjaman ini justru lebih dari massa jabatan.

“Inikan membebani rakyat, misal sampai dengan pemerintahan berikutnya kalau gubernur berikut bukan pak Murad, apakah ada jaminan bahwa gubernur baru bisa menyetujui pembayaran utang daerah atas nama gubernur  sebelumnya? Kalau tidak rakyat yang di bebani,” jelas Frans.

Frans juga mengkritisi pinjaman yang hanya masuk sejumlah Rp600 miliar dari Rp.700 miliar sesuai penyataan Samson Attapary. Me­-nurutnya hal ini harus diper­soalkan dan harus ditelusuri KPK.

“Harus ditelusuri apakah benar bukti transfer ke kas daerah Rp700 miliar atau hanya  Rp600 miliar, lalu Rp100 miliar sisanya kemana? Ini harus dijadikan sebagai ajang pemberantasan korupsi, ini harus dicari tahu,” pintanya.

Frans mempertanyakaan kinerja DPRD sebagai lembaga pengawa­san. Jika benar informasi tersebut harusnya DPRD mempertanyakan­nya, bukan malah mendiamkannya.

Namun jika informasi tersebut salah, maka dirinya meminta perta­nggung jawaban Samson Atta­pary selaku Anggota DPRD Maluku juga pimpinan fraksi saat ini.

“Kalau info ini tidak benar Pak Samson harus tanggung jawab terhadap apa yang disampaikan, karena kita tidak melihat pak Samson sebagai personality individual, me­lekat di dirinya adalah wakil rakyat, apalagi konon Saya dengar dana ini tidak di bahas di DPRD sehingga patut dipertayakan penggunaan­nya,” desak Frans.

Terkait dengan namanya yang disebut sebagai pemberi informasi, Samson Atapary yang dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whats­appnya membantah. Ia meminta untuk mengecek langsung ke Bagian Keuangan Pemda Maluku.

Sementara itu, Kepala Keuangan Pemprov Maluku, Sulkifly Anwar yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, diangkat, dan ketika di­sampaikan akan konfirmasi berita tetapi kemudian ditutup. (S-10)