PENGELOLAAN dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) seringkali disalah kelola oleh kepala Puskemas maupun bendahara. BOK yang harus digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat justru diduga dikorupsi. Tidak sedikit pihak puskesmas baik kepala dan bendahara yang digiring guna mempertanggungjawab perbuatannya secara hukum.

Hal ini bisa terjadi akibat pemahaman pengelolaan dana tersebut tidak diketahui, atau mungkin juga salah pengelolanya.

Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) mulai direalisasikan pada tahun 2010 untuk membantu Puskesmas dan jaringannya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) menuju Millenium Development Goals (MDGs).

BOK adalah dana yang digunakan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan bidang kesehatan khususnya pelayanan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan malnutrisi.

Menurut Permenkes No.3 Tahun 2019 alokasi dana BOK untuk provinsi, kab/kota dan kefarmasian ditetapkan melalui keputusan Menteri Kesehatan dengan pembagian masing-masing daerah memperoleh besaran yang berbeda-beda. Selain itu, besaran unit cost antar daerahnya juga masih sama untuk seluruh wilayah Indonesia seperti BOK Stunting. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi dan karakteristik antara satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat beragam.

Baca Juga: Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan bagi Calkada

BOK merupakan salah satu jenis Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik. DAK Non Fisik adalah Dana Alokasi Khusus yang dialokasikan untuk membantu operasional layanan publik daerah yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah.

Guna menunjang pengelolaan bantuan operasional kesehatan agar dapat dilaksanakan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab maka pengelolaan dana BOK pada Pemerintah Daerah kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Kesehatan Pusat Kesehatan Masyarakat pada Pemerintah Daerah.

Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas pengelolaan dana BOK Puskesmas. Pengelolaan Dana BOK Puskesmas dianggarkan dalam APBD dan dilaksanakan oleh Puskesmas serta dilakukan penge­sahan dan pencatatan oleh Bendahata Umum Daerah (BUD) dengan tahapan yang meliputi: 1. Penganggaran Dana BOK Puskesmas; 2. Pelaksanaan, Penyampaian Laporan Realisasi, Pengesahan dan Pencatatan Pendapatan dan Belanja Dana BOK Puskesmas; 3. Penyusunan Laporan dan Pertang­gungjawaban; dan 4. Ilustrasi Format Dokumen dan Simulasi Pengelolaan Dana BOK Puskesmas.

Sayangnya sejumlah puskesmas di Maluku khususnya salah mengelola dana BOK, sehingga unjung-unjungnya terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi, seperti yang terjadi di Puskesmas Saparua. Sebanyak 50 saksi digarap Kejaksaan Negeri Ambon dalam kasus dugaan korupsi dana BOK dan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Puskesmas Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Tahun Anggaran 2020-2023.

Puluhan saksi yang diperiksa tersebut terdiri dari kepala puskesmas, pegawai dan sejumlah pihak yang terkait dengan bantuan dana BOS dan JKN tersebut. Kasus yang telah dinaikkan ke penyidikan ini, telah dilakukan penggeledahan oleh tim penyidik Kejari Ambon pada Puskesmas Saparua.

Kita tentu saja memberikan apresiasi bagi kejaksaan dalam mengusut kasus tersebut, tetapi juga kasus ini menjadi pelajaran penting bagi puskesmas-puskesmas di Maluku untuk hati-hati dalam mengelola dana BOK. Proses pengelolaannya juga harus transparan dan akuntabel.

Disisi yang lain, perlu ada pendampingan dari pemerintah bagi seluruh puskesmas dalam mengelola dana ini, sehingga proses pengelolaannya juga sesuai dengan aturan yang berlaku.(*)