AMBON, Siwalimanews – Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku diminta memeriksa semua pihak yang terlibat dan juga yang bertanggung jawab terhadap dana Covid-19 Tahun 2020.

Pemeriksaan itu jangan hanya menyasar kepala desa dan pimpinan organisasi perangkat daerah, tapi juga ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu sekda dan bupati.

Pasalnya, sebagai penanggung jawab keuangan di lingkungan Pemerintah Kabupaten MBD, Bupati tentu sangat mengetahui dan memi­liki peranan penting dalam penggu­naan dana Covid-19 Tahun 2020.

Menurut praktisi hukum Munir Kairoty, setiap pergerakan keua­ngan di dalam instansi pemerintah pasti dilakukan atas dasar koor­dinasi dengan kepala daerah.

Dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 di MBD, menurut Kairoty Bupati harus dimintai keterangan terkait kasus tersebut.

Baca Juga: Pengadilan Eksekusi Tiga Rumah Warga di Rijali

“Kalau ada dugaan anggaran Covid-19 yang dipergunakan tidak jelas atau tidak sesuai peruntu­kan­nya, maka harus diusut dan secara hukum Bupati harus diperiksa,” ungkap Kairoty kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (5/9) siang.

Dikatakan, sebagai pimpinan dae­rah atau kuasa pengguna anggaran (KPA) tentu jika terjadi pergeseran atau penggunaan anggaran pasti dikoordinasikan dengan bupati.

Pemeriksaan Bupati bertujuan untuk mengkonfirmasi langsung peruntukan anggaran tersebut su­dah sesuai dengan perencanaan atau tidak.

“Polisi tidak boleh melindungi bupati artinya, siapapun harus diperiksa. Jangan hanya Kepala OPD saja lalu bupati tidak. Jadi bupati harus juga diperiksa,” pintanya.

Kairoty menegaskan polisi, jaksa dan KPK itu penegak hukum yang dibayar oleh negara untuk mela­kukan penegakan hukum. Artinya ketika ada dugaan seperti itu maka tidak boleh melindungi.

Sebaliknya tambah dia, jika polisi tidak memeriksa bupati maka polisi sedang menyalahi perintah jabatan sebagai penyidik sehingga publik pasti mempertanyakan hal ini.

Apalagi, kasus ini mencuat sete­lah ada temua BPK atas laporan penggunaan anggaran Covid-19 maka tidak ada pilihan bagi polisi untuk memeriksa Bupati MBD.

“Hasil audit BPK itu harus dijadikan dasar untuk membongkar kasus ini agar terang benderang dan publik tidak mencurigai persoalan ini,” pungkasnya.

Harus Diperiksa

Terpisah aktivis Laskar Anti Korupsi Roni Aipassa mengatakan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi dilingkungan pemerintah daerah, maka bupati dan Sekda harus diperiksa.

Hal ini karena Bupati dan Sekda merupakan pihak-pihak yang menge­tahui penggunaan anggaran dilingkungan Pemerintah Kabu­paten.

“Terkait dugaan kasus ini menang bupati dan sekda sebagai penang­gung jawab anggaran harus juga diperiksa soal pengguna anggaran penanganan Covid-19,” ucap Aipassa.

Dijelaskan, pemeriksaan terhadap Bupati merupakan hal biasa dalam proses penegakan hukum maka Bupati harus kooperatif.

Dalam penggunaan anggaran kata Aipassa tentu Kepala OPD terkait seperti Dinas Kesehatan pasti mela­kukan koordinasi sebelum meng­ambil kebijakan sehingga sangat tepat jika bupati diperiksa juga.

“Polisi ini tidak boleh melindungi bupati artinya harus diperiksa juga sebab kasus ini diusut secara trans­paran,” tambahnya.

Sementara itu, hingga berita ini naik cetak, Bupati MBD Benjamin Noach belum berhasil dikonfirmasi Siwalima. Dihubungi beberapa kali melalui panggilan telepon maupun pesan Whatsapp, Noach belum meresponsnya.

Sementara itu, mantan Kepala BPBD MBD, Yosua DD Philippus yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (5/9) mengungkap sibuk dan tidak bisa diganggu.

“Maaf saya ada sibuk di Gereja, ada persiapan HUT GPM. Saya ketua panitia, jadi maaf,” ujarnya singkat.

Bakal Digarap

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah pimpinan organisasi pe­rangkat daerah serta kepala desa, bakal diperiksa polisi, terkait penge­lolaan dana Covid-19 di Kabupaten Maluku Barat Daya.

Dijadwalkan hari ini (5/9), penyidik tim Polda Maluku, tiba di kabupaten berjuluk Kalwedo, untuk membongkar kasus tersebut.

Polisi sebelumnya telah meme­riksa sejumlah saksi di Ambon. Namun masih banyak saksi yang belum dimintai keterangan, lantaran beralasan tak bisa hadir karena terkendala transportasi.

Langkah polisi itu diawali dengan hasil pemeriksaan Badan Pemerik­saan Keuangan tahun 2020, terkait pengelolaan dana Covid-19 di Kabupaten MBD.

Staf pengajar Fakultas Hukum Unidar Rauf Pellu mendukung gerak cepat polisi itu. Dia mengatakan, temuan BPK dapat dijadikan pintu masuk bagi pengusutan kasus tersebut.

Menurut Pellu, dalam membong­kar suatu kasus dugaan korupsi biasanya hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah dija­dikan pintu masuk oleh aparat penegak hukum.

Dikatakan dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 Tahun 2020, aparat penegak hukum harus dapat menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan.

“Kalau memang sudah ada hasil BPK terkait pengelolaan dana Covid-19 yang tidak sesuai maka itu dapat dijadikan pintu masuk untuk mengungkap kasus itu,” tegas Pellu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (4/9).

Dikatakan, persoalan dugaan korupsi dana Covid-19 di MBD ini telah dilaporkan ke Polda Maluku, maka menjadi kewajiban bagi polisi untuk melakukan pengusutan tanpa pandang bulu.

Kirim Tim

Polda Maluku sudah mengirim tim ke Tiakur, ibukota Kabupaten MBD, untuk menyelidiki penanganan dana Covid- 19 Tahun 2020 di kabupaten itu.

Demikian dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Selasa (3/9) lalu.

Kedatangan tim reskrimsus di­maksudkan untuk melakukan klari­fikasi terhadap sejumlah saksi yang dirasa perlu untuk didengar kete­rangannya.

“Kasus ini sedang kita tangani dan sementara berjalan. Ada sejumlah saksi yang kita mintai klarifikasi,” ungkap Kombes Hujra.

Kendati mulai melakukan klari­fikasi terhadap sejumlah saksi, Soumena mengaku mengalami kendala lantaran sebagian saksi yang diyakini bisa membuka terang kasus tersebut berhalangan hadir. Sehingga pihaknya membentuk tim untuk turun langsung ke Kabupaten MBD.

“Saat ini kita terkendala, karena beberapa saksi yang dipanggil ber­halangan hadir dengan alasan cuaca anggaran, sehingga hari Kamis (5/9) nanti saya turunkan 5 personel ke MBD untuk lakukan klarifikasi kepada saksi,” ungkapnya.

Mantan Wakapolresta Serang Kota ini menegaskan, pihaknya terus berupaya untuk mengumpul­kan bahan keterangan maupun data yang menunjang pengungkapan kasus tersebut.

“Masih pengumpulan data bahan keterangan, kalau memenuhi syarat baru kita naikan ke tahap penye­lidikan,” katanya.

Bermasalah

Kasus dugaan korupsi dana Covid-19 ini mencuat, setelah BPK Perwakilan Maluku menemukan sejumlah persoalan dari laporan penanganan Covid-19 tahun 2020.

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menemukan sejumlah item belanja Covid-19 Tahun 2020 di lingkungan Pemkab MBD, tak sesuai dengan aturan perundang-unda­ngan, khususnya pada Badan Pena­nggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kesehatan.

Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan BPK, diketahui Pemkab MBD melakukan refocusing angga­ran sebesar Rp20.865.834.695.00, namun yang direalisasi hanya se­besar Rp10.467.362.620.00.

Dari realisasi tersebut, BPK menemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 diantaranya, terdapat dana penanganan pandemi Covid-19 yang bersumber dari belanja tidak terduga digunakan untuk kegiatan rutin, di luar kegiatan penanganan Covid-19 sebesar Rp116.710.000.

Ada juga penyimpanan kas tunai dana BTT sebesar Rp1.575.650.000 pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak memadai serta pelaksanaan kegiatan penanganan covid-19 di Kecamatan Letti tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah sebesar Rp37.100.000.

BPK juga menemukan 16 paket pengadaan barang pada Dinas Kesehatan senilai Rp1.199.209.075 tidak didukung dokumentasi/bukti pembentuk kewajaran harga dari penyedia dan tidak didukung juga dengan pemeriksaan kewajaran harga oleh APIP.

Tak hanya itu, terdapat APD set pada Dinas Kesehatan dengan nilai Rp26.800.000 tidak dapat diban­dingkan kewajaran harganya.

BPK juga menemukan adanya pemberian bantuan biaya hidup baik mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan bupati, sehingga menimbulkan kerugian bagi peme­rintah daerah.

Kesimpulan BPK

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menyimpulkan OPD pelak­sana program dan kegiatan pena­nganan pandemi Covid-19 belum melakukan identifikasi kebutuhan barang/jasa dan belum mempertim­bangkan ketersediaan barang-ba­rang yang telah diterima dari sum­bangan pihak ketiga dalam kegiatan perencanaan pengadaannya.

Juga ditemukan pengelolaan kas oleh bendahara pengeluaran dana penanganan Covid-19 yang ber­sumber dari Belanja Tidak Terduga pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak sesuai kebutuhan.

Ditemukan juga pelaksanaan pe­ngadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 belum sepenuhnya mematuhi ke­tentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat.

Temuan berikutnya adalah pelak­sanaan barang hasil pengadaan dan barang hasil pemberian hibah dari pihak ketiga dan pemerintah pusat/daerah tidak tertib dan belum di­manfaatkan atau didistribusi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.

Selanjutnya, pelaksanaan pem­bayaran pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp426.790.000 belum sepenuhnya memenuhi ke­tentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat dan terdapat pengadaan barang yang sudah selesai dibayar 100% namun belum sesuai dengan volume kontrak.

Sementara pada Bidang Kese­hatan, Sosial dan dampak ekonomi, dalam temuan BPK itu disebutkan bahwa, Pemkab MBD belum mem­bayar intensif tenaga kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19.

Selain itu bantuan sosial 9 bahan pokok dari Pemprov Maluku sebesar Rp810.000.000 belum disalurkan oleh Pemkab MBD kepada masyarakat calon penerima manfaat.

Pemkab MBD belum merenca­nakan program dan kegiatan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di bidang penanganan dampak ekonomi.

Di BPBD

Adapun alokasi dana BTT untuk penanganan pandemi Covid-19 di bidang Kesehatan, yang dikelola BPBD sampai 15 November 2020, telah terkumpul Rp5.607.150.000,-

Dari dana tersebut sebesar Rp1.044.500.000,- telah diserahkan BPBD kepada Dinas Kesehatan.

Dana tersebut digunakan untuk pengadaan barang/jasa, kebutuhan karantina, serta kebutuhan opera­sional tim tugas dalam rangka pen­cegahan/penanganan Covid-19 pada Kabupaten MBD. Namun pen­cairan tahap 2 BPBD baru merea­lisasikan penggunaan dana sebesar Rp1.300.817.050. Dengan demikian masih terdapat sisa dana sebesar Rp691.282.950 yang belum te­realisasi.

Dinas Kesehatan

BPK juga menemukan banyak item-item pengadaan di Dinkes realisasi yang sudah dilakukan dengan menggunakan dana BTT hanya belanja Rapid Test dan APD sementara di RKB meliputi banyak item kegiatan yang tidak terealisasi.

Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa Dinas Ke­sehatan tidak berkoordinasi dengan BPBD. (S-20)