Menjelang perhelatan pilkada serentak 27 November mendatang hanya tinggal sebulan lagi, tahapan massa kampanye yang saat ini berlangsung sampai 23 November mendatang, tentu membutuhkan kerja esktra dari lembaga pengawas dalam hal ini Bawaslu untuk mengawasi setiap proses tersebut.

Termasuk menindaklanjuti setiap lapor dugaan pelanggaran pilkada yang dilaporkan masyarakat, atau juga yang ditemukan sendiri oleh Bawaslu di lapangan.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Buru, masyarakat melaporkan adanya dugaan money politik yang diduga dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN) RSUD Namlea.

Laporan tersebut telah dikaji oleh Bawaslu Kabupaten Buru dan ditemukan dua alat bukti yang telah memenuhi unsur formil sesuai pasal 9, Perbawaslu Nomor 8 tahun 2020 yang telah dirubah dengan Perbawaslu Nomor 9 tahun 2024, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan keterangan dari terlapor maupun pelapor, serta pihak-pihak terkait lainnya yang dinilai punya keterkaitan dengan dugaan money politik tersebut.

Larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.

Baca Juga: Bawaslu Harus Cepat dan Tanggap

UU 7/2017 menjelaskan bahwa politik uang tersebut bertujuan agar peserta Pemilu tidak menggunakan hak pilihnya atau menggunakan hak pilihnya dengan cara memilih peserta Pemilu tertentu. Kemudian, politik uang tersebut bertujuan agar peserta kampanye/ masyarakat/ ASN memilih pasangan calon tertentu

Kita tentu memberikan apresiasi atas kerja Bawaslu Kabupaten Buru yang telah mengkaji dugaan money politik yang melibatkan ASN RSUD Namlea. Tetapi berharap, kasus ini benar-benar diungkapkan dan ditindaklanjuti hingga tuntas, jangan sampai kemudian kasus ini mandek di tengah jalan, atau karena ingin melindungi calon kepala daerah tertentu, Bawaslu kemudian mengungkapkan bahwa kasus dugaan money politik tidaklah terbukti.

Sangat disayangkan ASN seharusnya netral dalam pilkada 2024 ini. Netralitas ASN merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga integritas dan profesionalisme ASN dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

ASN harus tetap netral dan tidak terlibat dalam kegiatan politik ang bertentangan dengan perannya sebagai pelayan masyarakat.

Sesuai UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dengan mempunyai

fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, perekat dan pemersatu bangsa.

ASN yang terdiri dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) harus bersikap netral dalam pelaksanaan Pilkada. Netralitas tidak boleh menunjukkan keberpihakan pada pasangan calon tertentu.

Netralitas memiliki prinsip tidak berpihak, bebas dari pengaruh dan imparsial. Jika ASN tidak netral maka pelayanan publik akan terhambat akibat kinerja ASN yang tidak profesional. Dimana ketidaknetralan ASN akan sangat merugikan negara, pemerintah dan masyarakat.

Didalam UU Nomor 20 Tahun 2023 pasal 9 ayat 2 menekankan bahwa pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Netralitas yang dimaksud yaitu tidak memihan kepada kepentingan lain di liar kepentingan bangsa dan negara termasuk kepentingan politik.

ASN memiliki hak pilih dan tidak boleh golput, namun hanya bisa diberikan dibilik suara. Tidak lewat media atau kanal lain, termasuk harus juga berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial.

Langkah inilah yang harus dilakukan oleh ASN. Semoga dugaan money politik yang diungkapkan oleh Bawaslu Maluku nantinya menjadi pelajaran penting bagi ASN untuk tetap menjaga netralitasnya. (*)