AMBON, Siwalimanews – Polisi terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, terkait penggunaan dana covid-19 Tahun 2020, di kabupaten Maluku Barat Daya.

Saksi yang diperiksa polisi, umum­nya adalah kepala organisasi perang­kat daerah dan juga kepala desa yang anggarannya dipotong dengan alasan covid.

Jumat (13/9) lalu, mantan Kadis BPBD Kabupaten MBD, Yosua D Philippus kembali diperiksa. Dia diperiksa sejak pagi hingga sore hari.

Pemeriksaan terhadap Philippus ini merupakan pemeriksaan kedua. Sebelumnya Philippus juga pernah diperiksa pada Senin (9/9).

Hingga saat ini, tim Ditreskrimsus Polda Maluku yang turun ke Kota Tiakur, masih terus melakukan pengambilan keterangan terhadap sejumlah saksi. Tercatat belasan saksi sudah di periksa terkait kasus tersebut.

Baca Juga: Tersangka Pelecehan, Polisi Tahan Sekdis Pariwisata

Selain OPD dan kepala desa, polisi membuka peluang memeriksa Bupati Maluku Barat Daya, Benyamin Thomas Noach.

Dirkrimsus Polda Maluku, Kom­bes Hujra Soumena kepada Siwa­lima Kamis (12/9), mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan bukti.

“Soal saksi sudah banyak yang diambil keterangan, intinya masih berjalan,” yakin Kombes Hujra.

Ditanya soal apakah Bupati Benyamin Noach juga akan dimintai keterangan, Soumena tidak menepis.

Menurutnya, jika ditemukan pe­tunjuk dalam pemeriksaan yang sementara berjalan ini, tidak menu­tup kemungkinan Noach juga di­mintai keterangan.

“Tidak menutup kemungkinan kalau ada petunjuk kita periksa,” tegasnya.

Langkah polisi untuk membuka ruang pemeriksaan Bupati Maluku Barat Daya, Benyamin Thomas Noach dinilai merupakan langkah yang tepat.

Pasalnya, Bupati MBD dinilai ber­tanggung jawab terhadap penggu­naan anggaran covid-19 Tahun 2020 di kabupaten tersebut.

Demikian disampaikan praktisi hukum, Munir Kairoty kepada Siwa­lima melalui sambungan selulernya, Sabtu (14/9).

Kairoty mengatakan sebagai kuasa pengguna anggaran, Bupati Maluku Barat Daya mestinya juga ikut diperiksa Polda Maluku.

“Jika polisi ingin mengungkapkan kasus ini secara terang benderang maka harus juga diperiksa bupati dalam kapasitas kuasa pengguna anggaran,” ucapnya.

Kairoty menegaskan, langkah polisi untuk memeriksa bupati me­rupakan langkah hukum yang tepat, guna mengungkap dan mengali kasus tersebut.

Kata Kairoty, polisi tidak boleh hanya memeriksa jajaran ditingkat bawah sebab penggunaan anggaran covid-19 pasti dilakukan atas perintah atasan baik itu Kepala OPD terkait atau siapapun.

Diakuinya, dalam proses pera­dilan pidana tentu mengedepankan asas praduga tak bersalah sampai adanya putusan pengadilan, namun pemeriksaan terhadap bupati harus dilakukan.

“Pemeriksan terhadap bupati itu harus dilakukan guna mengkon­firmasi langsung terkait perintah penggunaan anggaran covid-19 itu. Kalau ada yang salah dalam pe­rintah itu maka itu titik masuk kasus ini ditingkatkan,” tegasnya.

Kasus covid-19 di MBD lanjut Kairoty, telah menjadi konsumsi publik dan hampir semua masyarakat menginginkan kasus ini diusut hingga tuntas, maka menjadi tanggung jawab polisi untuk segera periksa bupati dalam memeriksa kasus ini.

Dia berharap, polisi transparan dalam membuka kasus ini artinya tidak boleh ada yang ditutup-tutupi termasuk jika ada keterlibatan bupati maupun pihak lain.

“Kita harap kasus ini tidak ada tebang pilih maka harus dibuka seluas-luasnya,” pintanya.

Dukung Pemeriksaan

Terpisah Praktisi Hukum Djidion Batmomolin mengatakan dalam penegakan hukum semua masya­rakat memiliki status yang sama didepan hukum.

Penegakan hukum khususnya terkait pengusutan kasus dana covid-19 tidak boleh melihat oknum-oknum tertentu saja tetapi harus diperlakukan setara.

“Semua sama didepan hukum termasuk Bupati, jadi untuk mem­buka kasus ini maka bupati juga harus diperiksa,” tegas Batmomolin.

Polisi kata Batmomolin tidak boleh tebang pilih dalam memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat maka bupati juga harus ikut diperiksa  sebagai bentuk tranparansi.

Lagipula, katanya, pemeriksaan terhadap Bupati masih bersifat klarifikasi sehingga bukan menjadi suatu hal yang tidak boleh dilaku­kan.

“Prinsipnya tidak ada orang yang kebal hukum jadi polisi harus berani periksa Bupati. Kan baru sebatas klarifikasi. Jadi harus berani lah,” tuturnya.

Pemeriksaan

Sebelumnya penyidik Ditres­krimsus Polda Maluku memeriksa tiga ASN tenaga kesehatan. Peme­riksaan berlangsung dari pagi sam­pai sore itu di pusatkan di ruang Reskrim Polres MBD.

Pantauan Siwalima, Kamis (12/9) tiga tenaga kesehatan mendatangi Polres MBD menggunakan pakian dinas hijau dan langsung menuju ruang reskrim, dan menjalani peme­riksaan sejak pagi hingga sore hari.

Sementara salah satu penyidik yang berhasil diwawancarai Siwa­lima enggan berkomentar soal kasus ini dengan alasan proses peme­riksaan masih berlangsung.

“Saya no comment,” ujar penyidik itu dan langsung menuju ruang pemeriksaan.

Sementara itu informasi yang diperoleh Siwalima di Polres MBD, tiga ASN yang diperiksa itu meru­pakan tenaga kesehatan.

Pemeriksaan berlangsung dari pagi hingga sore hari oleh lima penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

“Hari ini tiga pegawai tenaga kesehatan, mereka datang dari pagi dan diperiksa hingga sore hari,” ujar sumber yang meminta namanya tak dikorankan kepada Siwalima.

Temuan

Untuk diketahui, kasus dugaan korupsi dana Covid-19 ini mencuat, setelah BPK Perwakilan Maluku menemukan sejumlah persoalan dari laporan penanganan Covid-19 tahun 2020.

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menemukan sejumlah item belanja Covid-19 Tahun 2020 di lingkungan Pemkab MBD, tak sesuai dengan aturan perundang-undangan, khususnya pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kesehatan.

Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan BPK, diketahui Pemkab MBD melakukan refokusing anggaran sebesar Rp20.865.834.695.00, namun yang direalisir hanya sebesar Rp10.467.362.620.00.

Dari realisasi tersebut, BPK menemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 diantaranya, terdapat dana penanganan pandemi Covid-19 yang bersumber dari belanja tidak terduga digunakan untuk kegiatan rutin, diluar kegiatan penanganan Covid-19 sebesar Rp116.710.000.

Ada juga penyimpanan kas tunai dana BTT sebesar Rp1.575.650.000 pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak memadai serta pelaksanaan kegiatan penanganan covid-19 di Kecamatan Letti tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah sebesar Rp37.100.000.

BPK juga menemukan 16 paket pengadaan barang pada Dinas Kesehatan senilai Rp1.199.209.075 tidak didukung dokumentasi/bukti pembentuk kewajaran harga dari penyedia dan tidak didukung juga dengan pemeriksaan kewajaran harga oleh APIP.

Tak hanya itu, terdapat APD set pada Dinas Kesehatan dengan nilai Rp26.800.000 tidak dapat dibandingkan kewajaran harganya.

BPK juga menemukan adanya pemberian bantuan biaya hidup baik mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan bupati, sehingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah daerah. (S-10/S-20)