AMBON, Siwalimanews – Sejumlah kalangan Perguruan Tinggi mengkritisi kebijakan pem­berian bonus jumbo kepada jajaran direksi maupun komisaris Bank Maluku Malut yang dinilai tidak tepat.

Kebijakan tersebut haruslah ber­banding lurus dengan kinerja dan lebih prioritas pada peningkatan modal inti Rp3 triliun dan bukan kepentingan pribadi dan berpotensi rugikan bank.

Demikian diungkapkan, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pat­timura, Teddy Crhistianto Leasiwal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (22/1).

Kata Teddy, kebijakan pemberian bonus dinilai kurang tepat mengingat tantangan besar yang dihadapi bank dalam memenuhi standar minimal modal inti.

“Saat ini, Bank Maluku Malut menghadapi tantangan besar untuk mencapai modal inti yang diwajibkan. Saya melihat jika memang benar, maka pemberian penghargaan semacam itu seba­gai kebijakan yang kurang tepat. Apalagi saat Bank Maluku Malut masih menghadapi tanta­ng­an besar dalam memenuhi modal inti sebesar 3 triliun,”ujarnya.

Baca Juga: Rumah tak Berpenghuni di Kopertis Terbakar

Menurut Teddy, kebijakan penghargaan semacam itu justru dapat mempersulit bank meme­nuhi standar minimal, bahkan berpotensi merugikan kelang­sungan bank itu sendiri.

Menurutnya, Bank Maluku-Malut mestinya mengalihkan fokus pengeluarannya ke program-program yang lebih pro­duktif, seperti permodalan bagi UMKM, kerja sama pada sektor potensial seperti perikanan, pertanian, dan pariwisata, atau inovasi layanan perbankan.

“Hal-hal ini membutuhkan biaya besar, sehingga pengeluaran bank sebaiknya diarahkan pada program yang efektif dan men­dukung pengembangan ekonomi daerah,” ujarnya.

Meski tidak menentang sepe­nuhnya pemberian penghargaan, ia menilai kebijakan tersebut ha­rus mempertimbangkan prioritas dan besaran yang lebih rasional.

Dia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pemberian remunerasi atau bonus di Bank Maluku Malut.

Lebih jauh kata Teddy, kebija­kan semacam itu juga harus dida­sarkan pada kinerja yang terukur untuk mengurangi ketidakpuasan di kalangan pegawai, dan me­ningkatkan akuntabilitas mana­jemen bank.

“Dengan transparansi, seluruh pegawai akan merasa lebih dihar­gai, dan kepercayaan terhadap pimpinan bank juga akan me­ningkat,” ujarnya.

Teddy berharap, Bank Maluku Malut dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan terkait pengeluaran agar dapat mem­perkuat kondisi keuangan dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat di Maluku dan Maluku Utara.

“Oleh karena itu, saya melihat sebaiknya  kebijakan Bank diarahkan pada pemenuhan modal inti dari pada kepentingan individu dalam bentuk peng­hargaan,”ujarnya.

Tak Boleh Tinggal Diam

Terpisah Dosen Fisip UKIM, Ame­lia Taihutu meminta, kebija­kan bonus direksi yang jumbo itu haruslah sesuai dengan aturan tetapi juga dengan kinerja yang ada.

Karena itu, Amelia meminta agar  Pemegang saham PT Bank Maluku -Malut diminta tidak tinggal diam dengan bonus jumbo yang diterima direksi dan komisaris.

Pasalnya, jika praktek-praktek seperti ini dibiarkan justru akan merugikan kelangsungan Bank Maluku-Malut ditengah persa­ingan bank di Maluku.

Hal ini dikatakan akademisi Fisip UKIM Amelia Tahutu kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Rabu (22/1) merespon adanya polemik bonus jumbo yang diterima pejabat bank pelat merah tersebut.

Tahitu menjelaskan sebagai bank pembangunan daerah yang bertumbuh ditengah gempuran bank lain, maka Penjabat bank mestinya memiliki perasaan dan niat membangun.

Namun jika direksi dan komi­saris mendapatkan bonus miliar­an rupiah tentu menjadi masalah besar baik internal maupun eksternal.

Apalagi kondisi Bank Maluku -Malut saat ini tidak baik-baik dengan sejumlah persoalan menyangkut modal inti 3 triliun.

“Sangat disayangkan ketika keuangan bank tidak memenuhi modal inti 3 triliun dan mem­butuhkan sokongan bank lain tapi pejabat bank justru mendapatkan bonus miliaran rupiah,” ujar Tahitu.

Doktor jebolan Padjajaran Bandung ini mengaku jika tidak salah direksi dan komisaris mendapatkan bonus atas kerja-kerja, tetapi harus rasional dan sesuai dengan kondisi bank bu­kan sebaliknya menguntungkan diri jelang pergantian gubernur sebagai pemegang saham mayoritas di bank Maluku-Malut.

“Kalau kinerja baik tidak apa-apa tapi kalau tidak maka pemberian bonus dengan nilai besar ini justru menyalahi aturan dan juga rasa keadilan,” ucapnya.

Menurutnya para pemegang saham di bank Maluku-Malut tidak boleh tinggal dengan kebijakan-kebijakan pemberian penghargaan miliaran rupiah sebab akan merugikan kelang­sungan Bank.

Selain itu tipe-tipe pejabat seperti ini tidak boleh ada di bank daerah sebab akan menghan­curkan bank bukan memperbaiki.

“Bank daerah itu harus mem­berikan kesejahteraan bagi masyarakat melalui bagi hasil pendapatan atau laba tapi kalau dipimpin oleh pejabat seperti ini juga bermasalah. Jadi pemegang saham jangan tinggal diam harus ada tindakan,” tegasnya.

Tahitu menegaskan dengan kondisi pejabat bank seperti ini maka kedepan Gubernur Maluku terpilih sebagai pemegang saham pengendali tidak harus hati-hati dalam menentukan direksi dan komisaris.

“Kedepan Gubernur terpilih sebagai pemegang saham mayoritas mesti tegas dalam menentukan orang tepat di posisi direksi dan komisaris sebab jika tidak bank ini akan tambah rusak ditengah persaingan usaha bank di Maluku,” tandanya. (S-20)