AMBON, Siwalimanews – Aksi demonstrasi menolak revisi Undang-undang Pilkada yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat di DPRD Maluku ricuh.

Pantauan Siwalimanews di Baileo Rakyat Karang Panjang, ratusan massa aksi yang berasal dari sejumlah organisasi kemahasiswaan di Kota Ambon ini tiba di DPRD pukul 13.30 WIT tanpa adanya pengawalan aparat kepolisian dan melakukan orasi dengan lancar.

Namun kondisi berubah menjadi ricuh, lantaran tuntunan masa untuk masuk dan bertemu dengan pimpinan dan anggota DPRD dihalangi oleh petugas pengamanan dalam DPRD Maluku.

Aksi saling dorong antara masa pendemo dengan Pamdal pun tidak terhindari. Kericuhan tersebut dapat dilerai setelah ratusan aparat kepolisian Polres Pulau Ambon dan Pulau Lease tiba di Gedung DPRD Maluku yang langsung melakukan pengamanan jalannya aksi demonstrasi.

Beberapa menit menyurakan aspirasi massa aksi pun ditemui anggota DPRD Maluku, Richard Rahakbauw didampingi Hengky Pelata, Francois Orno dan langsung melakukan audiensi guna mendengar aspirasi.

Baca Juga: Bodewin Bakal Polisikan Pemilik Akun Tiktok Tahuri Maluku

Salah satu masa aksi Rahman Marasabesy mengatakan, aksi demontrasi yang terjadi hari ini merupakan aksi protes dan penolakan terhadap revisi UU pilkada yang dilakukan DPR RI melalui Badan Legislasi.

Menurutnya, revisi UU pilkada yang dilakukan DPR RI bertentangan dengan konstitusi, sebab sudah ada putusan yang muatannya berkaitan dengan syarat usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. ambang batas pencalonan gubernur dalam UU sama.

“Ini menjadi keresahan kami terhadap keputusan DPR RI melakukan revisi UU Pilkada dan menabrak konstitusi,” kecamnya.

Revisi UU pilkada kata Marasabesy, merupakan bentuk pembangkangan DPR terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi yang putusannya final dan mengikat.

“Karena kita jauh dari pusat negara, maka kita datangi DPRD Maluku dan kami ingin minta DPRD Maluku mendesak presiden dan DPR menghentikan tindakan menciderai konsitusi,” tegas Marasabesy.

Selain itu Rahman minta DPR RI dan pemerintah, mengentikan seluruh pembahasan revisi UU pilkada dan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi.

“Kami meminta DPRD Maluku panggil KPU dan Bawaslu untuk memformulasikan pendaftaran kepala daerah agar mengikuti putusan MK bukan revisi DPR RI,” jelasnya.

Marasabesy mengancam, jika tuntutan massa aksi tidak ditindaklanjuti DPRD, maka akan ada aksi demontrasi berikut dengan masa lebih banyak.

Ditempat yang sama, salah satu pendemo, Munir mengungkapkan, revisi terhadap UU Pilkada merupakan pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang sifatnya final dan mengikat.

Tindakan revisi UU Pilkada menurut Munir, tidak mencerminkan kemauan rakyat, sebab rakyat menginginkan proses demokrasi berjalan dengan adil.

“DPR itu harus bekerja sesuai dengan kemauan rakyat, bukan karena tekanan pempus atau ketua-ketua partai,” kesalnya.

Munir pun meminta DPRD dapat memperjuangkan aspirasi mahasiswa agar UU Pilkada tidak lagi direvisi dan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Maluku Richard Rahakbauw mengatakan, seluruh aspirasi dari massa aksi kepada pimpinan DPRD Maluku untuk ditindaklanjuti.

“Tentu tindaklanjut terhadap aspirasi ini harus dilakukan sesuai mekanisme DPRD, dimana pengambilan keputusan berada ditangan pimpinan, nanti kami akan sampaikan ke pimpinan DPRD,” janji Rahakbauw.(S-20)