DOBO, Siwalimanews – Prihatin dengan kasus cabul di sekolah tinggi, Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Aru (SAPA) melakukan aksi demo di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Kepulauan Aru.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dinilai tidak professional dalam mendampingi para korban percabulan kekerasaan seksuai di dunia pendidikan di Kabupaten Kepulauan Aru.

Dalam orasinya, Beny Alatubir mempertanyakan kinerja pendampingan korban oleh petugas Dinas PPA, karena dianggap tidak profesional dan diam seribu kata ketika korban diperiksa oleh penyidik polres Aru.

Hal yang sama disampaikan salah satu orang tua korban SU mempertanyakan profesionalitas petugas pendampingan dari Dinas PPA Aru.

Dimana, oknum penyidik Polres Aru mengatakan bahwa itu hal biasa dan jangan lebai ketika korban menyampaikan bahwa dirinya diraba-raba (tangan, paha dan bagian tubuh lainnya) oleh pelaku, petugas pendampingan Dinas PPA hanya diam saja.

Baca Juga: Akhir Oktober KPU Gelar Debat Publik Paslon Gubernur Putaran Pertama

SAPA mengutuk segala bentuk tindakan kekerasan seksual terhadap anak.

Selaku mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam SAPA, kata dia, melihat kasus kekerasan seksual sebagai sebuah masalah serius yang akan menjadi ancaman bagi masa depan generasi Aru.

Kasus kekerasan Seksual ini sudah harus menjadi perhatian serius semua pihak, baik itu masyarakat maupun pemerintah dan aparat penegak hukum, maka ancaman terhadap anak-anak ada didepan mata.

Sebagaimana tuntutan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal 1 (12) bahwa hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Dengan demikian SAPA menuntut pertama, Kepala Kepolisian Resort Kepulauan Aru agar menindak tegas para pelaku tindak pidana pelecehan dan kekerasan seksual

Dua, menolak penyatuan laporan atas setiap kasus sebab setiap kasus punya locus dan tempat yang berbeda. Tiga pihak kepolisian harus merubah proses pemeriksaan yang tidak ramah anak.

Empat Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak harus melakukan bentuk pencegahan terhadap kekerasan seksual. Lima Dinas PPA Aru harus melakukan pendamping khusus terhadap korban kekerasan seksual.

Enam, mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten dan Provinsi Maluku untuk menindak tegas para terduga pelaku kekerasan seksual terhadap anak, bila perlu di berhentikan secara tidak hormat.

Kadis Ngaku

Menyikapi tuntutan para pendemo, kadis PPA Aru, Novita Roragabar kepada Siwalima mengatakan bahwa terkait dengan disampaikan petugas pendamping yang diam seribu bahasa itu tidak benar.

“Kita sudah melakukan sesuai dengan aturan dan mekanisme, diman petugas pendampingan tidak bisa mengarahkan korban untuk katakan ini atau itu,” ungkap Roragabar.

Selain itu, terkait dengan pendampingan, bukan saja dinas ndampingi korban kekerasan seksual, namun korban KDRT dan lainnya juga didampingi.

“Bahkan kita selalu lakukan kampanye ke sekolah-sekolah tentang kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak. Hasilnya itu, korban berani sampaikan kepada orang tua dan berani laporkan ke polisi.

Untuk diketahui, kasus tindakan pelecehan seksual terhadap siswa kembali terjadi dalam dunia pendidikan di Kabupaten Kepulauan Aru.

Jika sebelumnya salah satu kepsek SMA Negeri di Aru yang melakukan percabulan terhadap tiga siswa, kembali terjadi pada salah satu SMP di Dobo yang dilakukan tenaga pendidik terhadap 10 siswi.

Hal ini terungkap setelah pihak Dinas PPA yang mendampingi korban menganjurkan agar keluarga korban melaporkan ke polisi.

Berdasarkan data yang di himpun Siwalima, kasus cabul yang dilakukan PS salah satu guru SMP di Dobo.

YP juga diketahui setelah melakukan aksi percabulannya, PS mengancam para korban untuk melakukan foto telanjang dan kirim ke dirinya melalui WhatsApp.

Bahkan, dirinya ketika melihat foto yang dikirim siswinya tidak fulgar, dirinya meminta kembali agar lakukan foto ulang yang fulgar dan kembali kirim kepadanya.

Kepala dinas PPA, Novita Roragabar ketika dikonfirmasi, Kamis (10/10) di ruang kerjanya mengatakan, kasus tersebut pihaknya telah mendorong untuk di laporkan ke polisi.

Bahkan, dirinya mengaku berdasarkan pendampingan yang dilakukan oleh petugasnya selama di polres, kasus tersebut penanganannya lebih cepat dari kasus oknum kepsek salah satu SMA di Aru.

Selain itu hasil pemeriksaan atau pengambilan keterangan korban oleh penyidik semuanya telah mengakuinya.

“Sehingga kami berharap agar kasus ini secepatnya dinaikan statusnya ke penyidikan ditetapkan tersangka dan dilimpahkan ke kejaksaan kemudian disidangkan,” ujarnya. (S-11)