AMBON, Siwalimanews – Komisi Yudisial di­minta periksa hakim Pengadilan Tipikor Ambon yang memberikan penangguhan penaha­nan kepada terdakwa Adam Rahayaan.

Mantan Walikota Tual itu ber­status sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi cada­ngan beras Pemerintah Kota Tual. Kasus ini se­men­tara berproses di Peng­adilan Tipikor Ambon dan menu­nggu pemba­caan tuntutan.

AR sapaan akrab Adam melakukan ma­nuver politik dengan menerima rekomendasi dari Partai Demokrat untuk maju pada Pilkada Kota Tual.

Rekomendasi kepada AR itu diserahkan oleh Ketua Partai Demokrat Agus Hari­murti Yudhoyono di Jakarta, Minggu (25/8) malam.

AR bisa terbang ke Jakarta dengan menerima rekomen­dasi Partai Demokrat diduga karena peran Pengadilan Negeri Ambon yang mengabulkan penangguhan penahanan kepadanya.

Baca Juga: Giliran Jaksa Garap 5 Saksi di Kasus BRI Ambon

Juru Bicara Pengadilan Ambon Rah­mat Selang mengakui, pihaknya meng­abulkan permohonan penang­guhan penahanan dari terdakwa Adam.

Menurut Rahmat, kepada Siwa­lima di Kantor PN Ambon, Selasa (27/8) kuasa hukum AR mengajukan permohonan penangguhan penaha­nan dengan alasan bahwa terdakwa sakit dan harus berobat.

AR, kata Rahmat, mengajukan permohonan penangguhan penaha­nan karena akan menghadiri acara pernikahan anaknya.

“Tidak begitu (anak nikah), di surat permohonannya tidak begitu, jadi waktu kuasa hukumnya datang mengajukan itu saya tanyakan kuasa hukumnya dan permohonan itu karena dia (Adam) sakit jadi mau berobat,” ujar Rahmat.

Dikatakan, atas pertimbangan tersebut Pengadilan Ambon kemu­dian mengabulkan pengajuan pena­ngguhan penahanan terdakwa.

Untuk memenuhi syarat penga­juan penangguhan penahanan, lan­jut Rahmat, AR menjadikan istrinya dan dua kuasa hukumnya sebagai jaminan dengan uang jaminan Rp100 juta. “Jaminannya itu istri dan dua pengacaranya, dengan uang pena­ngguhan Rp100 juta,” ujarnya.

Ia mengaku uang jaminan dari terdakwa itu dapat digunakan oleh pihak pengadilan jika terdakwa kabur atau tidak memenuhi pang­gilan untuk mengikuti sidang.

Saat ini terdakwa, telah menjalani proses persidangan dan akan masuk pada tahap pembacaan tuntutan di pengadilan.

“Nah uang jaminan itu apabila dia melarikan diri atau tidak datang di persidangan, maka akan digunakan untuk mencari dia,” katanya.

Saat disinggung terdakwa meman­faatkan penangguhan penahanan untuk kepentingan politik, Rahmat mengaku tidak tahu menahu soal itu.

Ia mengatakan, pengadilan hanya berusaha untuk memenuhi hak setiap terdakwa yang telah diatur dalam aturan perundang-undangan.

“Kalau pengadilan kan tidak meli­hat pada politiknya tapi kepada hukum yang berlaku, hak-hak dia itu terpenuhi pada KUHAP. Jadi karena terdakwa punya permohonan itu semata-mata untuk berobat dan pertimbangan kemanusiaan, maka diberikan. Kedua di perkara ini sudah tidak ada pembuktian lagi, tinggal penuntutan kalau misalnya dia terbukti  bersalah berarti dihu­kum,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris DPD Partai Demokrat Maluku, Latief Lahane ketika dikonfirmasi Siwalima, Selasa (27/8) membenarkan Demo­krat telah memberikan rekomendasi kepada Adam Rahayaan.

“Iya benar rekom telah diberikan,” ujarnya singkat.

Lahane menolak berkomentar lebih jauh, dia meminta untuk me­nghubungi langsung Ketua DPD Demokrat.

Sementara itu, Ketua DPD De­mokrat Maluku, Roy Elwen Pattia­sina yang dihubungi Siwalima me­lalui sambungan selulernya bebe­rapa kali namun tidak direspon.

Desak KY Periksa

Terpisah praktisi hukum, Ronny Samloy mendesak Komisi Yudisial memeriksa hakim PN Ambon yang mengabulkan penangguhan pena­ha­nan AR.

Kata dia, AR yang melakukan manuver politik dengan menerima rekomendasi Demokrat sementara status hukumnya sebagai terdakwa

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (27/6) mengata­kan, hakim harus menarik kembali penangguhan penahanan yang sudah diberikan kepada AR.

Pasalnya, seseorang yang telah diberikan penangguhan penahanan tidak boleh berada di luar daerah Maluku, tetapi tetap harus di Ambon.

“Kalau penangguhan penahanan itu kan posisi dia sebagai terdakwa masih status tahanan kota. Kalau status tahanan kota berarti dia tak boleh pergi meninggalkan kota, dimana kota itu menjadi lokus, apalagi kasus sementara disidang­kan,” Ungkap Samloy kepada Siwa­lima melalui telepon selulernya, Selasa (27/8).

Jika AR berani meninggal Kota Ambon dengan tujuan melakukan manuver politik dengan menerima rekomendasi partai politik, maka ini patut dipertanyakan. Karena itu untuk menghindari pemikiran negatif masyarakat terhadap pemberian izin atau penangguhan penahanan, maka sebaiknya hakim mencabut kembali penangguhan penahanan dari terdakwa.

“Izin penangguhan itu mesti dicabut jangan sampai menjadi bumerang kepada penegakan hukum di Maluku lebih khusus Pengadilan Negeri Ambon,” tuturnya.

Pada prinsipnya, lanjut dia, me­nurut hukum jika diberikan pena­ngguhan penahanan maka status dia itu sebagai tahanan kota, artinya dia status itu masih tetap dalam peng­awasan pengadilan.

“Karena itu sebagai masyarakat kami minta hakim jeli lalu mencabut kembali izin penangguhan pena­hanan tersebut, jangan sampai peng­adilan menimbulkan chaos di tengah masyarakat, apalagi ini tahun politik sementara berlangsung dan jangan sampai ini jadi bumerang dalam proses penegakkan hukum. Ini kasus korupsi yang dijalani bukan kasus kriminal biasa,” paparnya.

Dia meminta, Komisi Yudisial untuk memeriksa hakim yang mem­berikan izin penangguhan penaha­nan kepada AR. Karena atas izin tersebut yang bersangkutan bisa bebas melakukan manuver politik.

“Artinya saya tahu hakim siapa yang mengadili perkara ini, tapi sebaiknya hakim menarik kembali izin itu, segera. Supaya tidak menjadi stigma negatif di masyarakat karena kasus yang dijalani ini kasus ko­rupsi, dan Komisi Yudisial juga mestinya segera memproses infor­masi ini, agar marwah peradilan tak dipenuhi isu miring yang meru­gikan,”cetusnya

Untuk diketahui mantan Wali Kota Tual Adam Rahayaan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi cadangan beras pemerintah tahun 2016-2017 senilai Rp 1,8 miliar pada 27 April 2024.

Saat menjabat sebagai Walikota Tual, Adam mengeluarkan perintah kepada Kabid Pendistribusian dan Bantuan Sosial untuk membuat administrasi penetapan status tanggap darurat bahwa  telah terjadi bencana kemarau panjang dan cuaca ekstrem di Kota Tual.

Sehingga petani mengalami gagal panen dan nelayan tidak dapat melaut. Penetapan tersebut tanpa kajian dari instansi teknis terkait.

Terdakwa lalu menandatangani surat penetapan status tanggap darurat yang dipakai sebagai dasar permintaan Cadangan Beras Pemerintah Kota Tual, padahal di Kota Tual tidak terjadi bencana.

Cadangan Beras Pemerintah terse­but rupanya tidak sesuai peruntu­kan, dan diduga dipakai untuk ke­pentingan politik. (S-26)