AMBON, Siwalimanews – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepada Muhamad Imran Lukman terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP dalam hal belanja modal pengadaan peralatan perekaman e-KTP  pada Disdukcapil Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2018.

Hukuman tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Wilson Shiriver didampingi dua hakim anggota lainnya berlangsung di Pengadilan Tipikor, Selasa (11/7).

Dalam amar putuan itu majelis hakim terbukti dalam pasal II yang mana telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, yaitu secara melawan hukum memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi yang berkaitan dengan pengadaan alat perekam e-KTP pada Disdukcapil Kabupaten Seram Bagian Barat

Hal tersebut bagi hakim bertentangan dengan pasal 7 Ayat (1) huruf f  Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menyatakan tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa, melakukan pembantuan dan permufakatan jahat tindak pidana korupsi dalam mengelola anggaran pengadaan peralatan perekam e-KTP dengan menggunakan DAU anggaran APBD tahun 2018, serta melakukan perbuatan memperkaya diri terdakwa atau orang lain

Berdasarkan tindakan terdakwa cs mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp602.635.000,00 sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara BPKP Maluku Nomor : SR-370 / PW25 / 5 / 2021 tanggal 21 Desember 2021

Baca Juga: DPRD Minta Pemkot Sediakan Rumah Singgah bagi Gepeng

“Mengadili, menyatakan terdakwa Muhamad Imran Lukman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yang dilakukan secara bersama-sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan subsidair,” ucap hakim.

Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan badan.

Selain pidana penjara majelis hakim juga menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp471.385.000,00 yang telah dibayar sebagian dengan uang yang dititipkan kepada penuntut umum pada rekening Kejari SBB sebesar Rp60.300.000,00 sehingga beban uang pengganti yang harus dibebankan kepada terdakwa menjadi berkurang dari yang sebelumnya Rp471.385.000,00 menjadi Rp411.085.000,00.

“Namun, apabila terdakwa tidak membayar kekurangan uang pengganti tersebut, paling lama 1 bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun,” urai hakim

Hakim juga menetapkan uang yang dititipkan senilai Rp60.300.000 oleh terdakwa dirampas untuk negara dan diperhitungkan untuk membayar uang pengganti dalam perkara a quo.

“Hal hal yang memberatkan yakni, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menuntasakan masalah korupsi, akibat tindakan terdakwa mengakibatkan terhamabatnya pelayanan publik. Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa menyesali perbuatannya dan meminta maaf dan terdakwa mengembalikan kerugian negara,” tandas hakim.

Untuk diketahui, vonis majelis hakim ini tinggi dari tuntutan JPU yakni 2,6 tahun penjara. Selain itu denda yang sebelumnya Rp50 juta naik menjadi Rp300 juta.

Usai mendengarkan pembacaan vonis, terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir, demikian juga JPU.(S-26)