RSUD dr M Haulussy selalu menjadi rumah sakit rujukan sebelumnya adanya rumah sakit swasta.

Perkembangan rumah sakit milik daerah Maluku ini awalnya berkembangan dengan baik, seluruh fasilitas kesehatan hingga tenaga kesehatan sangatlah memadai, sehingga akhirnya menjadi rumah sakit rujukan.

Sayangnya beberapa tahun belakang ini kondisi rumah sakit berplat merah ini memprihatinkan, tidak saja masalah upah tenaga kesehatan, masalah minimnya obat-obatan hingga akhirnya sejumlah infrastruktur fisik terbengkalai.

Belum lagi masalah-masalah lain yang akhirnya para Tenaga kesehatan baik dokter, pegawai dan perawat melakukan aksi unjuk rasa guna menuntut hak-hak mereka yang tidak dibayar.

Salah satu infrastruktur fisik yang menjadi sorotan yakni pembangunan gedung bedah sentral/operasi Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Peralatan dan Intensif Cardiac Care Unit (ICCU).

Baca Juga: Pertarungan Tiga Poros

Proyek yang dibangun dengan anggaran dana alokasi khusus sebesar 45 miliar sejak Tahun 2021 tersebut belum terselesaikan dan berdampak pada belum dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat.

Terhentinya proyek ini, karena anggaran yang dipakai untuk pembangunan ruangan sebesar Rp43 miliar tidak cukup.

Miris, proyek puluhan miliar rupiah ini terbengkalai dan tidak bisa dimanfaatkan, sehingga perlu ada perhatian serius dari pemerintah daerah sebagai pemilik rumah sakit Haulussy

Padahal sebagai garda terdepan pelayanan publik mestinya, RSUD Haulussy mendapatkan perhatian, sebab institusi ini paling banyak bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat untuk penyembuhan dan pemulihan pasca sakit.

Selain kurang adanya perhatian serius Pemprov Maluku, Inspektorat Maluku juga diminta untuk mengusut proyek tersebut.

Karena sangat diragukan pembangunan gedung Bedah Sentral, Intensive Care Unit (ICU) dan Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) yang dibangun melalui DAK bernilai miliaran rupiah itu mubasir.

Pasalnya, pasca dibangun pada tahun 2021, gedung yang menelan anggaran miliaran rupiah tersebut tidak dapat operasikan akibat keterbatasan peralatan.

Inspektorat harus melakukan audit terhadap pekerjaan proyek tersebut, sebab nilai proyeknya cukup fantastis, tetapi belum tuntas dan membutuhkan tambahan anggaran dari APBD lagi.

Jika Inspektorat tidak melakukan audit maka aparat kepolisian dan kejaksaan harus menelusuri pembangunan gedung tersebut, sebab tidak dapat memanfaatkan bagi masyarakat.

Intinya bangunan yang sudah ada ini tidak mungkin dibiarkan begitu saja, tetapi harus ada support dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk menyelesaikannya dengan jalan menambah anggaran APBD guna menyelesaikan struktur bangunannya, sehingga dapat melengkapi rumah sakit pusat rujukan Maluku ini. (*)